Pandemik Mulai Berdampak ke Pertanian, NTP Petani Banten Merosot Tajam

Petani butuh bantuan sarana produksi bukan sembako

Serang, IDN Times - Pandemik virus corona atau COVID-19 berdampak pada perlambatan roda ekonomi di Indonesia, termasuk di Banten. Salah satu sektor yang mulai merasakan dampak ini adalah pertanian. 

Selama ini, sektor pertanian relatif mampu bertahan di tengah pandemik COVID-19. Petani bersama rakyat yang bekerja di perdesaan memiliki sistem menangkal krisis karena berada di lumbung pangan.

Baca Juga: New Normal, Petani Baduy Mulai Garap Ladang

1. Dampak pandemik mulai terasa oleh petani

Pandemik Mulai Berdampak ke Pertanian, NTP Petani Banten Merosot TajamIlustrasi petani (IDN Times/Wayan Antara)

Walaupun demikian setelah satu catur wulan terlewati, dampak pandemik kini mulai dirasakan oleh para petani dan warga yang bekerja di pedesaan. Petani yang sudah memasuki musim tanam, diterpa masalah, mulai dari ketidakstabilan harga hasil panen, distribusi yang terhambat, dan stimulus dari pemerintah yang berjalan lamban.

Sekretaris Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia (DPW-SPI) Banten Misrudin menjelaskan, dampak pandemik bagi petani Banten yang paling nyata saat ini adalah penurunan harga hasil panen.

Misalnya saja, kata Misrudin, pada awal tahun harga gabah per kilogram (kg) di Banten berkisar Rp5.000 sampai Rp6.000. Sedangkan sekarang harga gabah di Pandeglang dihargai kurang dari Rp 3.000 per kg. Angka ini terang lebih rendah dari Permendag nomor 24 tahun 020 untuk Gabah Kering Panen sebesar Rp4.200 per kg.

"Karena itu petani juga sudah mulai terdampak COVID-19, sehingga jaring pengaman sosial atau stimulus dari pemerintah seharusnya juga dirasakan oleh petani," kata Misrudin saat dikonfirmasi, Senin (6/7).

2. Petani seharusnya diberi bantuan sarana produksi pertanian

Pandemik Mulai Berdampak ke Pertanian, NTP Petani Banten Merosot TajamSudi, petani asal Kulon Progo, Yogyakarta (Dok.IDNTimes/istimewa)

Misrudin menambahkan, program penanggulangan COVID-19 bagi petani Banten berjalan masih sangat lamban, tak menyeluruh dan belum menyentuh subjek yang tepat. Misrudin menilai ada ketidakselarasan program nasional dengan Banten.

"Petani baru disalurkan Bantuan Sosial berupa sembako, itu pun jumlahnya sangat terbatas, sementara yang dibutuhkan petani adalah pemenuhan pra-sarana dan sarana produksi terutama tanah, kestabilan harga serta pemerintah menjamin serapan hasil panen," tegas Misrudin.

3. Nilai tukar petani merosot tajam

Pandemik Mulai Berdampak ke Pertanian, NTP Petani Banten Merosot TajamIDN Times/PT Pertamina

Terpisah, Lembaga Kajian Damar Leuit Banten Angga Hermanda mengatakan bahwa pandemik telah berdampak pada ekonomi petani ditandai dengan Nilai Tukar Petani (NTP) petani Banten yang merosot tajam. NTP yang merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani  dengan Indeks harga yg dibayar petani. Indeks ini digunakan 
untuk melihat sejauh mana kesejahteraan petani. 

"Dalam semester pertama tahun 2020 NTP tercatat anjlok sebesar 5,45 persen dari 105,14 pada Januari menjadi 99,69 di bulan Juni," terang Angga.

Angga mengungkap bahwa problem kesejahteraan petani selain karena pandemik juga diakibatkan terus menyempitnya tanah pertanian produktif dan kian marak perampasan tanah-tanah petani.

Berdasarkan data BPS, dalam rentang waktu tahun 2013-2018, Kab. Serang menempati posisi pertama daerah dengan penurunan lahan pertanian tertinggi di provinsi banten seluas 14.639 hektare. Kemudian diikuti masing-masing oleh Kabupaten Tangerang dan Pandeglang seluas 8.979 hektare dan 3.455 hektare.

"Padahal sudah ada Perda 5/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, namun tak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Belum lagi konflik agraria yang telah merampas tanah petani di Banten tak kunjung diselesaikan," papar Angga.

Baca Juga: Ada Indikasi Tak Wajar pada Penyaluran Bansos, Ini Kata Dinsos Banten

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya