Warga Baduy berjalan kaki demi silaturahmi (Antaranews)
Heru Nugroho, salah satu pihak yang mendapat amanat menyampaikan surat tersebut kepada Presiden Jokowi, menyebutkan kegelisahan yang dialami masyarakat adat Baduy. Pria yang sudah 15 tahun kerap berkunjung dan dikenal baik oleh masyarakat adat Baduy itu menuturkan, kecemasan terhadap pengaruh modernisasi menjadi salah satu alasan tetua adat menghentikan wisatawan untuk masuk ke Baduy.
“Saya sering tanya, seberapa kuat mereka menahan arus modernisasi dan tetap patuh pada tatanan nilai adat? Kurang lebih sampai lima tahun yang lalu, pertanyaan itu masih dijawab dengan rasa percaya diri, bahwa mereka masih bisa tahan. Meski saya melihat ada nada khawatir, tapi itu pendapat saya,” kata Heru.
Dalam suasana percaya dan saling menghargai prinsip serta pilihan hidup untuk berdampingan dengan alam itu, Heru mengungkap salut dengan ketatnya etika hidup yang dijalani masyarakat adat Baduy.
“Kami sama-sama saling menghargai pilihan dan keyakinan masing-masing. Contoh saja, kalo saya suruh mengikuti cara hidup yang patuh dengan tatanan adat di sana, wah saya terus terang tidak akan sanggup. Tapi saya menghargai pilihan mereka untuk tetap patuh terhadap tatanan nilai adat yang mereka yakini,” ucap Heru pada Senin, (6/7/2020).
Pria yang kerap berdiskusi dengan tetua adat Baduy Dalam maupun Baduy Luar itu juga menerangkan, tema soal ketahanan suku Baduy terhadap nilai-nilai adat dan tidak bersedia menyentuh atmosphere modernisasi, merupakan hal yang paling sering menjadi bahan diskusi.
“Saya waktu itu ngobrol dengan Jaro Tangtu Cikeusik (Jaro Alim) dan ada Puun Cikeusik juga. Saya ditemani Jaro Saidi,” sebutnya..
Puncaknya pada 16 April lalu ketika gencar isu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemik COVID-19, masyarakat Baduy tampak menikmati betul suasana itu. Ketika orang luar tertahan dan tidak bisa masuk ke wilayah Baduy.
“Pada tanggal 16 April itulah, Jaro Alim memberi amanah kepada saya, barangkali saya bisa membantu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Saat itu kami sepakat, sebaiknya Baduy dihapus dari peta wisata nasional. Jadi, mandat itu saya dapat secara lisan, disaksikan Puun Cikeusik dan Jaro Saidi. Kultur mereka kan emang lisan,” ujarnya.
Berlanjut kemudian, Heru Nugroho diminta berkolaborasi dengan Jaro Saidi untuk berbuat sesuatu bagi masyarakat Baduy dan mencari solusi.
“Setelah tanggal 16 April itu, saya ke sana sekali lagi dan kita diskusi yang akhirnya sepakat membuat surat untuk Presiden,” katanya.