Konflik Agraria, Petani di Cimarga Lebak Laporkan Ormas ke Polisi

Intinya sih...
- Para petani di Desa Gunung Anten, Lebak, dibuat tak nyaman oleh intimidasi sekelompok orang. Mereka was-was berladang dan ada yang tak berladang selama tiga bulan karena ketakutan.
- Kelompok tersebut dilaporkan ke polisi atas tuduhan penyerobotan lahan. Petani telah berjuang selama tiga dekade untuk hak atas tanah mereka.
- Ormas yang menjadi kaki tangan perusahaan mengganggu petani dengan tipu daya agar menyerahkan lahannya. Pihak kepolisian dan Kementerian ATR/BPN telah menindaklanjuti laporan para petani.
Lebak, IDN Times - Para petani di Desa Gunung Anten, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, dibuat tak nyaman oleh ulah yang dilakukan sekelompok orang. Para petani was-was setiap kali berladang. Bahkan, karena intimidasi yang dilakukan, ada petani yang telah tiga bulan tak berladang lantaran ketakutan.
Mereka pun melaporkan kejadian itu didampingi Pergerakan Petani Banten (P2B) ke Kepolisian Resor (Polres) Lebak.
Ketua P2B, Abay Haetami mengatakan kelompok tersebut dilaporkan oleh dua orang petani atas tuduhan melakukan tindak pidana penyerobotan lahan. Abay mengungkap, kelakuan ormas itu sudah kelewat batas karena mengganggu kenyamanan para petani.
“Kami sudah laporkan ke polisi, jadi kalau mereka mau berargumen di polisi aja,” kata Abay, Senin (23/2/2025).
Di atas lahan petani yang diserobot itu, telah berdiri bangunan untuk sekretariat dua kelompok. Pembuatan bangunannya masih berproses. Di depan bangunan tampak papan bertuliskan Kantor Sekretariat Bersama ormas B dan LSM G Kabupaten Lebak.
1. Warga laporkan kasus ini ke Polres Lebak
Laporan itu, kata Abay sudah ditindaklanjuti pihak kepolisian. Polisi menurut klaimnya telah memanggil pihak pelapor untuk dimintai keterangan. Diketahui, tanah yang digarap petani telah lama mereka perjuangkan. Selama tiga dekade hingga mendapat pengakuan hak atas tanah.
Persoalan ini, bermula jauh mulai tahun 1994 ketika Badan Pertanahan di masa itu menerbitkan Hak Guna Usaha (HGU) kepada PT B.
Perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan karet ini menguasai HGU seluas 1.100 hektare (ha) di empat Kecamatan yakni Cileles, Kecamatan Bojongmanik, Kecamatan Cimarga dan Kecamatan Leuwidamar. Perusahaan mulai semena-mena dengan menggusur petani.
Hingga HGU-nya habis pada 2002, perusahaan itu masih menguasai lahan secara sepihak. Kemudian, pada 2016 Gunung Anten didaftarkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) pada 2016. Lalu, pada Oktober 2023 Satuan Tugas LPRA pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyepakati subjek objek 195 bidang tanah seluas 127 ha menjadi milik petani Gunung Anten, anggota P2B.
Lahan tersebut dilegalkan dengan bentuk 12 sertifikat tanah komunal atau sertifikat kepemilikan bersama. Dari luasan itu, 32 bidang tanah seluas 23 ha dimiliki atas nama petani laki-laki, 17 bidang seluas 11 ha atas nama petani perempuan dan 49 bidang seluas 34 ha atas nama petani muda berusia 35 tahun ke bawah. Pada 7 Januari 2024, Kementerian ATR/BPN menyerahkan langsung sertifikat tersebut kepada masyarakat.
Abay menuturkan, setelah menang melawan perusahaan, petani Gunung Anten kini harus berhadapan dengan ormas. Ormas yang juga menjadi kaki tangan perusahaan untuk merampas lahan pertanian warga. Abay menyebut, secara diam-diam, ormas mencoba mempengaruhi petani agar lahannya diserahkan ke perusahaan.
“Disuruh tanda tangan, bikin pernyataan bahwa hanya untuk menggarap doang, tidak untuk memiliki tanahnya. Dan tanah itu dikembalikan lagi ke perusahaan,” katanya.
2. Begini modus intimidasi yang dilakukan kelompok tersebut
Dalam menjalankan aksinya, para ormas menjanjikan warga uang dan rumah agar mau menandatangani surat pernyataan tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada petani Gunung Anten yang menandatanganinya. “Ada upaya seperti itu, tapi kami tolak,” kata Abay.
Abay menuturkan, tipu daya tersebut sudah dilakukan di desa Wantisari, Kecamatan Leuwidamar. Padahal, Desa Wantisari telah menjadi target LPRA oleh Kementerian ATR/BPN.
Abay pun telah menginstruksikan kepada para petani, anggota P2B untuk menahan diri agar tidak terpancing pada hal-hal yang akan menimbulkan tindakan anarki. Sebab, kasus ini telah ditangani pihak berwajib. Lagipula, sertifikat yang ada saat ini atas nama kepemilikan bersama sehingga tak bisa diperjualbelikan seenaknya, harus melewati persetujuan bersama.
“Mereka (ormas) kan bayaran, pasti datang terus. Jadi untuk menghindari itu saya minta masyarakat tenang. Sementara ini kami lewat proses hukum saja,” jelasnya.
3. Polisi membenarkan perihal laporan terkait
Dikonfirmasi wartawan perihal terkait, Kapolres Lebak, AKBP Herfio Zaki mengatakan, pihaknya telah menerima laporan para petani. Dia berkomitmen menyelesaikan perkara ini dengan profesional.
“Proses penyelidikan sedang berlangsung. Kami akan menyelidiki secara profesional,” katanya.
Sementara, Direktur Landreform Direktorat Jenderal Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Rudi Rubijaya menuturkan, bahwa pihaknya sudah secara sah memberikan pengakuan hak atas tanah dengan diterbitkan sertifikat komunal kepada petani Desa Gunung Anten. Namun, apabila ada oknum yang menyerobot, Rudi meminta petani melapor karena itu telah melanggar hukum.
Rudi bilang, sebagai langkah melindungi hak secara transparan para petani, pihaknya membuat sertifikat elektronik. Untuk mengecek kepemilikan sertifikat, juga dapat dilihat di aplikasi ‘Sentuh Tanahku’.
“Sehingga semua orang bisa mengetahui ini tanah siapa,” ucapnya Minggu, 17 Februari lalu saat menghadiri International Land Forum di Kampung Damara, Desa Gunung Anten.
Petani, kata Rudi, juga harus menjaga tanah tersebut dengan terus menggarap pertanian. Sehingga, pemerintah dapat mencirikan lahan aktif dan terbengkalai.
“Harus digarap secara aktif. Kewajibannya adalah harus digarap sendiri secara aktif,” katanya.