Perkara tersebut bermula pada Februari 2013. Ida saat itu menjabat sekretaris Dinkes Tangsel menghubungi kepala Dinkes Tangsel Dadang M Epid untuk membahas lelang jasa keamanan. Ida kemudian diarahkan Dadang untuk menemui Kabid Sumber Daya Kesehatan dan Promosi Dinkes Tangsel Mamak Jamaksari.
Namun, saat dihubungi, Mamak mengaku masih menunggu arahan dari pimpinan. Soalnya, proyek tersebut sudah di-plotting atau sudah ditentukan pemenangnya. Atas perintah Dadang M Epid, Gunawan dan Mamak Jamaksari bertemu dengan Baihaqi di kantor Dinkes Tangsel. Saat itu, Baihaqi dinyatakan sebagai pemenang lelang. Penunjukan Baihaqi tersebut diketahui Ida selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
Untuk memenangkan Baihaqi, Mamak Jamaksari menerima dokumen perusahaan PT EGP. Dokumen perusahaan tersebut diserahkan kepada Wawan untuk diteliti.
Setelah diteliti, Wawan membuat checklist kekurangan PT EGP. Dokumen tersebut kemudian diserahkannya ke Baihaqi untuk dilengkapi. “Baihaqi memberikan amplop berisi uang Rp500 ribu kepada Wawan (setelah menerima dokumen)," kata Rudy.
Saat pekerjaan tersebut dilelang ada 32 perusahaan mendaftar. Dari puluhan perusahaan tersebut, perusahaan Baihaqi yang kemudian dimenangkan. Sesuai kontrak, Baihaqi mempekerjakan 116 orang sebagai satpam. Namun, ratusan satpam tersebut diketahui tidak menerima upah yang sesuai dengan kontrak. Mereka mendapat upah di bawah UMK Kota Tangsel yang saat itu senilai Rp2,3 juta.
Selain gaji yang bermasalah, biaya Jamsostek, seragam, peralatan jaga seperti senter juga tidak sesuai dengan kontrak sehingga menimbulkan kerugian negara Rp1,176 miliar lebih. “Akibat perbuatan terdakwa (Ida) dan terdakwa Wawan telah menguntungkan terdakwa Baihaqi Djasman senilai Rp1.176.106.706,” kata Rudy.