Ilustrasi palu hakim (IDN Times/Sukma Shakti)
Saat musyawarah, sempat ada ketegangan antara pihak yang saling mengklaim sebagai ahli waris, yakni Abu Bakar yang mengklaim sebagai keluarga yang memiliki hak lahan dari orangtuanya dengan bukti SPPT.
Kemudian ada Amar, yang mengklaim bahwa orangtua Abu Bakar pernah menjual lahan kepada orangtuanya. Kemudian dihibahkan untuk kantor desa dan sekolah PAUD.
Menanggapi kericuhan saat musyawarah, Tatu menyarankan keluarga Abu Bakar yang telah menyegel lahan untuk membawa masalah ke jalur pengadilan. Menurut dia, pemerintah desa juga menyatakan memiliki bukti segel jual beli dan hibah, sehingga berhak menempati lahan.
“Kita sudah harus selesaikan secara jalur hukum. Sudah tidak bisa lagi secara musyawarah. Saya meminta ke Pak Abu, untuk membawa ke jalur hukum, mereka yang menuntut. Mudah-mudahan ini punya jalan keluar, tetapi semua harus punya semangat menyelesaikan di jalur hukum. Putusannya apa nanti pengadilan, semua harus menerima,” ujarnya.
Tatu pun meminta keluarga Abu Bakar tidak menyegel lahan, sebab bisa masuk ke ranah pidana, bukan perdata. Apalagi secara psikologi mengganggu anak-anak PAUD yang menjadi generasi Kabupaten Serang.
“Kami meminta keluarga Pak Abu, menuntut ke pengadilan. Jalur perdata,” ujarnya.