Lempar Telur Busuk Saat Demo, Jurnalis Desak Kapolda Banten Minta Maaf

- Massa menuntut Kapolda Banten meminta maaf dan mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan.
- Massa menilai reformasi di tubuh Polri gagal karena kekerasan aparat terhadap wartawan.
- Sejumlah wartawan yang jadi korban juga ikut turut sampaikan insiden yang menimpanya dalam demonstrasi tersebut.
Serang, IDN Times – Puluhan wartawan dari berbagai organisasi profesi bersama aktivis mahasiswa menggelar aksi demonstrasi di halaman Markas Polda Banten, Jumat (22/8/2025). Aksi tersebut dipicu insiden pengeroyokan terhadap wartawan dan staf Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) oleh dua oknum Brimob Polda Banten serta sekuriti saat penyegelan PT Genesis Regeneration Smelting (GRS) di Jawilan, Kabupaten Serang, Kamis (21/8/2025).
Dalam aksi itu, massa sempat membakar ban bekas, lalu menutup demonstrasi dengan doa bersama serta pelemparan telur busuk ke arah Patung Putih Polda Banten.
1. Massa menuntut Kapolda Banten meminta maaf

Massa aksi datang secara konvoi sambil membentangkan spanduk berisi kecaman dan tuntutan. Mereka secara bergantian melakukan orasi. Salah satu tuntutan massa jurnalis itu adalah Kapolda Banten meminta maaf secara terbuka serta memastikan kasus kekerasan itu diusut tuntas.
Ketua Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten, Deni Saprowi, menegaskan ada tiga tuntutan yang diajukan.
“Pertama, Kapolda Banten harus menyampaikan permohonan maaf. Kedua, segera mengusut tuntas kasus ini. Ketiga, memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan, baik oknum Brimob maupun pihak sekuriti,” katanya.
2. Massa menilai, reformasi di tubuh Polri gagal

Deni menilai, tindakan kekerasan aparat terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik merupakan bukti gagalnya reformasi di tubuh Polri.
“Jangan sampai polisi yang seharusnya melindungi justru melakukan intimidasi. Kasus ini harus dituntaskan agar tidak terulang lagi,” katanya.
3. Sejumlah wartawan yang jadi korban memberi kesaksian

Sejumlah korban pengeroyokan di pabrik itu juga turut menyampaikan kesaksian dalam demonstrasi tersebut. Rifki, wartawan Tribun Banten, mengaku dipukul dan diludahi saat meliput. “Tidak ada kata damai. Saya minta Polda Banten memberi sanksi tegas kepada pelaku,” ujarnya.
Sementara itu, Devi, wartawan Kantor Berita Antara, mengatakan dirinya sempat melarikan diri untuk menyelamatkan diri.
“Saya datang meliput secara resmi, tapi masih mendapat ancaman kekerasan. Apalagi kalau rakyat biasa, ini jelas ancaman terhadap kebebasan pers,” katanya.
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Banten, Adi Masda, menambahkan bahwa kekerasan terhadap wartawan bisa menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers dan demokrasi. “Kalau tidak diusut tuntas, kejadian serupa bisa terus berulang, baik di Banten maupun di daerah lain,” jelasnya.