Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta, Galih Priya
Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Galih Priya Kartika Perdhana (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Intinya sih...

  • Mereka tidak dapat menjawab rincian rencana perjalanan

  • 1.905 CPMI ilegal digagalkan sepanjang tahun 2025

  • 197 permohonan paspor juga ditolak sepanjang 2025

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangerang, IDN Times - Sebanyak 137 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) non prosedural alias ilegal diamankan petugas Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta sepanjang periode libur Natal dan Tahun Baru 2025/2026.

Menurut Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Soekarno-Hatta Galih Kartika Perdhana, para CPMI tersebut awalnya mengaku akan melakukan perjalanan wisata. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan lebih mendalam oleh petugas imigrasi, ditemukan berbagai indikasi kuat bahwa mereka merupakan pekerja migran non prosedural.

“Mereka semua mengaku sebagai wisatawan yang ingin berlibur," kata Galih di Bandara Soekarno-Hatta, Senin (29/12/2025).

1. Tidak dapat menjawab rincian rencana perjalanan

Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Galih Priya Kartika Perdhana (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Namun setelah petugas melakukan pemeriksaan  lanjutan dengan cara wawancara singkat dan pengamatan gestur serta perilaku, terindikasi kuat sebagai CPMI non prosedural.

"Mereka tidak dapat menjelaskan dengan rinci tujuan mereka, seperti di negara tujuan mereka mau berapa hari, menginap di mana," kata Galih.

Menurut Galih, ratusan CPMI ilegal itu memilih negara negara di Asia sebagai tujuan keberangkatan yaitu, Malaysia, Singapura, Kamboja, Hong Kong dan negara di Timur Tengah seperti UEA, Arab Saudi, dan Qatar, yang selama ini dikenal sebagai negara tujuan dengan potensi penempatan pekerja migran secara ilegal.

2. Sebanyak 1.905 CPMI ilegal digagalkan sepanjang 2025

Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Galih Priya Kartika Perdhana (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Galih menyebutkan, selama periode Januari hingga 29 Desember 2025, Imigrasi Soekarno Hatta telah berhasil mencegah keberangkatan 2.917 penumpang.

"1.905 diantaranya terindikasi CPMI non prosedural dan potensi korban TPPO dan TPPM," katanya.

Kepala Bidang Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Soekarno Hatta Jerry Prima menjelaskan, proses deteksi CPMI non prosedural saat ini semakin kompleks karena para calon pekerja migran sudah memahami pola pemeriksaan.

Meski demikian, dia menambahkan petugas imigrasi tetap mengedepankan dua lapis filter pemeriksaan, yakni melalui pengamatan fisik dan gestur, wawancara singkat di konter imigrasi serta filter kesisteman Subject of Interest (SOI), khususnya terhadap mereka yang pernah memiliki rekam jejak CPMI non prosedural.

“Indikasi awal biasanya terlihat dari gerak-gerik mencurigakan, jawaban yang tidak konsisten saat wawancara, hingga ketidaksiapan menjelaskan rencana perjalanan, seperti tiket, akomodasi, maupun pihak yang menanggung biaya,” jelasnya.

3. Sebanyak 197 permohonan paspor juga ditolak sepanjang 2025

Kepala Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta Galih Priya Kartika Perdhana (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Selain menggagalkan keberangkatan, sepanjang Januari hingga Desember 2025 juga Kantor Imigrasi Soekarno-Hatta menolak permohonan pembuatan 197 paspor yang terindikasi berkaitan dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM).

Berdasarkan hasil pemeriksaan wawancara, mayoritas pemohon paspor mengaku akan bepergian untuk tujuan wisata. Namun, ketika didalami lebih lanjut, banyak di antara mereka akhirnya mengakui rencana untuk bekerja secara non prosedural di luar negeri.

Seluruh CPMI non prosedural yang berhasil digagalkan keberangkatannya kemudian dikomunikasikan dengan BP3MI untuk dilakukan pembinaan dan pendataan lebih lanjut.

"Serta dengan Polres Bandara Soekarno-Hatta untuk penanganan CPMI yang terindikasi sebagai korban TPPO/TPPM," katanya.

Imigrasi Soekarno-Hatta menegaskan komitmennya untuk terus memperketat pengawasan dan meningkatkan kewaspadaan guna melindungi Warga Negara Indonesia dari risiko eksploitasi dan praktik perdagangan orang.

"Khususnya pada periode libur panjang seperti Nataru," pungkasnya.

Editorial Team