Lili Jadi Stafsus, Komitmen Integritas Wali Kota Tangsel Dipertanyakan

Intinya sih...
- Pengangkatan 9 staf khusus oleh Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menuai sorotan tajam dari akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf (Unis) Tangerang, Adib Miftachul.
- Penunjukan mantan pimpinan KPK, Lili Pintauli Siregar, sebagai salah satu stafsus memunculkan tanda tanya besar mengenai komitmen terhadap integritas di lingkungan pemerintahan daerah.
- Adib mempertanyakan integritas dan mekanisme penggajian serta penganggaran untuk staf khusus tersebut agar tidak membebani keuangan daerah.
Tangerang Selatan, IDN Times – Pengangkatan 9 staf khusus (stafsus) oleh Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menuai sorotan tajam dari akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf (Unis) Tangerang, Adib Miftachul. Salah satu yang menjadi perhatian serius adalah penunjukan mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar.
Adib menilai, meskipun sebagian staf yang dipilih dinilai sesuai dengan kompetensi masing-masing, kehadiran Lili Pintauli di antara stafsus tersebut justru memunculkan tanda tanya besar mengenai komitmen terhadap integritas di lingkungan pemerintahan daerah.
“Pertanyaan mendasarnya, apa yang bisa diharapkan dari seseorang yang sudah pernah terbukti melanggar kode etik? Dalam konteks integritas, tentu ini menjadi persoalan serius,” ujar Adib kepada IDN Times, Senin (28/4/2025).
Saat menjadi pimpinan KPK, Lili tersandung sejumlah dugaan pelanggaran etik, antara lain penerimaan sejumlah fasilitas dari PT Pertamina untuk menonton MotoGP Mandalika pada Maret 2022. Bahkan, dia disebut juga menerima tiket untuk menonton langsung di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
1. Integritas harus jadi syarat utama pengangkatan stafsus
Adib menekankan, integritas seharusnya menjadi syarat utama dalam pengangkatan stafsus, apalagi tugas mereka berkaitan langsung dengan pemberian masukan kepada Wali Kota dalam menyusun kebijakan.
Ia mengingatkan bahwa Kota Tangerang Selatan sendiri memiliki sejumlah persoalan serius dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan pembangunan, yang membuat kebutuhan akan nasihat dari orang-orang berintegritas menjadi semakin penting.
“Tugas staf khusus itu berat. Bukan hanya soal pintar atau punya nama besar, tapi soal menjaga kejujuran dan mencegah konflik kepentingan. Jangan sampai pejabat yang mendampingi kepala daerah justru memperbesar potensi masalah hukum,” katanya.
2. Stafsus jadi tempat akomodir kepentingan politik
Selain soal integritas, Adib juga mempertanyakan mekanisme penggajian dan penganggaran untuk staf khusus tersebut. Menurutnya, jika keberadaan stafsus tidak diatur dengan jelas, justru berpotensi membebani keuangan daerah.
“Ini kesannya lebih kental ke arah akomodasi politik, ketimbang kebutuhan administratif. Apalagi di banyak daerah lain, kepala daerah bisa bekerja optimal tanpa perlu menunjuk staf khusus tambahan,” jelas Adib.
Ia menilai, struktur pemerintahan daerah sebenarnya sudah cukup lengkap, tanpa perlu ada stafsus tambahan. Oleh karena itu, ia mengingatkan agar jabatan stafsus tidak justru menjadi celah bagi praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih.