Jupri menyontohkan, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kantor Perwakilan Kalimantan Timur pada 2013. Dokumen pertanggungjawaban BPO yang diserahkan Gubernur Kaltim kala itu, Awang Farouk Ishak, hanya berupa daftar pengeluaran dan tanda bukti terima uang kepada pihak lain, tanpa ada tidak ada penggunaan secara rinci.
Jupri khawatir, laporan seperti ini masih terus terjadi hingga saat ini, di mana tak ada dokumen yang memadai untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang didanai dari BPO tersebut benar-benar dilakukan.
"Tentu ini bisa juga dilakukan oleh kepala daerah terutama di Pulau Jawa, dimana memiliki BPO yang besar, potensi kecurangan dan penyelewengan tentu ada," tegasnya.
Truth juga, kata Jupri, mendukung langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) yang melaporkan dugaan potensi korupsi pada penggunaan BPO Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten ke Kejati Banten. Laporan ini, imbuhnya, bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik penggunaan BPO.
Tak hanya di Banten, dia berharap BPO daerah lain pun diusut tuntas apakah penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi. "Ini sebagian langkah dari masyarakat dalam ikut serta mengawasi penggunaan anggaran yang bebas dari korupsi," kata dia.