Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Rektor Universitas Pradita, Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)
Rektor Universitas Pradita, Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Intinya sih...

  • Kehadiran AI harus dimaknai sebagai kemajuan teknologi lainnya

  • Perlu kebijaksanaan dalam menggunakan AI

  • Etika penggunaan AI harus ditekankan, terutama pada mahasiswa

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangerang, IDN Times - Masifnya perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menimbulkan kekhawatiran bahwa sejumlah profesi akan tergantikan. Namun, Rektor Universitas Pradita Tangerang, Richardus Eko Indrajit menegaskan, AI tidak akan bisa menggantikan seutuhnya fungsi manusia.

"AI itu ibarat co-pilot, sementara pilotnya adalah manusia, manusia yang memutuskan alat bisa membantu dalam segi apa," kata Richardus dalam rangkaian Dies Natalis ke-IX, Sabtu (20/9/2025).

1. Kehadiran AI harus dimaknai sebagai kemajuan teknologi lainnya

Mahasiswa terapkan Artificial Intelligence di Universitas Pradita (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Richardus mengungkapkan, kehadiran AI seharusnya dimaknai sebagai keniscayaan kemajuan teknologi yang memang akan terus berkembang. Sama seperti teknologi lainnya, AI merupakan alat bantu yang seharusnya memberi kemudahan manusia.

"Saya lebih senang kalimat ini, 'dokter tidak akan tergantikan AI, tapi dokter akan tergantikan dokter lain yang pake AI. Guru tidak akan tergantikan oleh AI, tapi akan tergantikan oleh guru lain yang pakai AI," katanya.

Pasalnya, kata dia, kehadiran AI bisa membuat pekerjaan manusia lebih efektif dan efisien sehingga bisa mengerjakan hal lain yang lebih produktif lagi.

"Misalnya saja guru, kalau tidak pakai AI harus menyusun dari awal rencana pembelajaran, kalau pakai AI bisa minta AI buatkan dengan memasukan data-data, lalu nanti dicek kembali sesuai dengan pengamatan guru tersebut," katanya.

Kehadiran AI, kata dia, justru bisa membuat manusia lebih produktif lagi dengan menyerahkan hal yang tidak krusial untuk dikerjakan AI. Sehingga, manusia bisa lebih mengeksplorasi dan mengembangkan bakatnya dalam segi lain.

"Tapi dasar manusia kadang-kadang malas, apa yang dari AI dia pakai aja tidak dibaca ulang, misalnya banyak orang yang bikin jurnal, bikin tulisan pakai referensi dari AI begitu dicek referensinya enggak ada ya nah itu yang jadi masalah," jelasnya.

2. Perlu kebijaksanaan dalam menggunakan AI

Rektor Universitas Pradita, Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Richardus yang juga pakar teknologi informatika tersebut juga mengungkapkan, AI harus dianggap sebagai kemajuan teknologi lain, bukan sebagai ancaman. Sehingga, penggunaan AI bisa maksimal diterapkan di berbagai sektor.

"Untuk menghitung, kita sudah terbiasa pakai kalkulator kan? Itu teknologi, loh sama dengan AI, tapi apa kita takut digantikan oleh kalkulator? Kan tidak," katanya.

Penggunaan AI, lanjutnya, memang harus cerdas dan bijaksana. Di mana, AI harus digunakan untuk bisa meningkatkan kualitas hasil karya manusia lantaran AI merupakan program yang disusun manusia. Sehingga, memerlukan pengecekan ulang oleh manusia.

"Ada AI yang belum banyak datanya itu kayak anak kecil belum tahu banyak hal, tapi ada AI yang sudah canggih datanya banyak sekali kayak orang sudah dewasa yang pinter gitu ya, kita harus bisa membedakan itu," tuturnya.

Selain itu, penggunaan AI juga harus etis, di mana jika menggunakan AI sebagai alat bantu, maka harus jujur dan dideklarasikan di karya tersebut merupakan campur tangan manusia dan AI.

"Ngomong aja enggak usah malu, sekarang Anda kerja juga pake (Microsoft) Excel, Anda bikin gambar juga pake Canva dan semua orang juga tau kan bilang aja gak papa itu sebenarnya seperti itu yang penting adalah hasilnya harus lebih baik daripada kalau manusia bekerja sendiri," ungkapnya.

3. Etika penggunaan AI harus ditekankan, terutama pada mahasiswa

Rektor Universitas Pradita, Prof. Dr. Richardus Eko Indrajit (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Ia juga menyebut, saat ini penting ditekankan perihal etika penggunaan AI terutama kepada mahasiswa dan pelajar. Pasalnya, penggunaan teknologi tanpa etika akan membuat AI digunakan secara serampangan. "Karena AI kan bukan hanya bisa dipakai untuk hal baik dan bermanfaat, tapi orang jahat yang memakai AI juga banyak, misalnya deepfake untuk menipu orang," katanya.

Selain itu, perihal penggunaan data yang memiliki hak cipta juga harus diperhatikan oleh pengguna AI. Pasalnya, AI mengambil data dari berbagai platform sehingga bisa saja salah satu data memiliki hak cipta.

"Makanya di dunia sekarang mulai ada gerakan kalau saya bikin AI dan saya menggunakan sampel-sampel yang sebenernya ada lisensinya kayak lagu, kemarin kita izin saya pake lagumu untuk jadi saving kita disuruh bayar ya harus bayar," tegasnya.

Ia berharap, semakin berkembang AI di Indonesia, semakin bijak juga penggunanya. Mahasiswa pun, kata dia boleh menggunakan AI dalam tugasnya, asal dideklarasikan.

"Di Pradita kami tidak melarang penggunaan AI, tapi kami buat guidelines jika kamu pakai AI, logo apa yang harus dimasukkan, seberapa banyak AI berperan dan sumber tetap harus jelas," kata dia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team