Pasal-Pasal Krusial Omnibus Law, UU CIpta Kerja (IDN Times/Arief Rahmat)
Tak hanya minim keterlibatan publik dalam pembahasan, sejumlah pasal di UU Cipta Kerja pun menjadi sorotan.
Serikat buruh Konfederasi KASBI menilai terbitnya aturan Undang-Undang Cipta Kerja beserta turunannya membuat kaum buruh khawatir akan nasib buruk yang akan terus menimpa.
Ketua Umum KASBI Unang Sunarno menjelaskan, banyak pasal dan aturan turunan perubahan pada UU itu yang justru malah membuat kesejahteraan atau kehidupan layak pekerja sulit terwujudkan, sepertii aturan upah, pesangon, dan sistem kontrak kerja.
Dia lantas membandingkan UU Cipta Kerja yang baru dengan aturan sebelumnya. Dulu, kata dia, ada dewan pengupahan yang terdiri dari serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang setiap tahun melakukan survei kebutuhan hidup layak. Hasil survei itu kemudian diterapkan menjadi upah minimum provinsi (UMP) hingga upah minimum kabupaten/kota (UMK).
Sekarang, kata Sunar, kebijakan tersebut diubah melalui Surat Edaran Kementerian Ketenagakerjaan yang memberi perhitungan kenaikan upah berdasar pertumbuhan ekonomi. Dengan sistem seperti ini, menurut Sunar, angka kenaikan upah akan sangat kecil.
"Artinya dampak UU Cipta Kerja ini dipastikan soal upah itu tidak lagi mengacu pada kebutuhan hidup layak kaum buruh dan juga penghapusan upah sektoral. Misalnya sektor kimia, otomotif, perbankan yang industri padat modal itu, semua sudah disamaratakan dengan UMK bagi kota/kabupaten ataupun UMP seperti Jakarta," kata Sunar kepada IDN Times, Sabtu (29/4/2023).
Sunar juga menyoroti sistem hubungan kerja yang diatur dalam UU Cipta Kerja yang dia nilai sengaja dibuat oleh pemerintah agar sefleksibel mungkin. "Makanya di UU Ciptaker, (perusahaan) mudah menerima (karyawan), tapi juga mudah juga mem-PHK," ungkapnya.
Selain itu, pada aspek sistem kontrak kerja, aturan baru ini dianggap Sunar mempersulit pekerja menjadi karyawan tetap. "Pekerja baru itu sulit untuk jadi pekerja tetap sulit," kata dia.
Selain itu, jangka waktu kontrak kerja pekerja sebelum menjadi pegawai tetap juga disebut Sunar turut diubah melalui UU Ciptaker. Jika sebelumnya, karyawan hanya maksimal tiga tahun dan dua kali kontrak jika layak harus sudah menjadi pekerja tetap.
"Kalau sekarang kan bisa lima tahun (kontrak) dan kalau sudah lima tahun itu sudah sulit itu untuk jadi karyawan tetap. Dia akan diulang terus (kontraknya) karena gak dibatasi jangka waktunya sampe berapa kali kontrak pun sudah enggak," kata dia.
Persoalan selanjutnya adalah aturan pesangon. di UU Ciptaker juga dianggap Sunar sebagai cara sistematis membuat buruk nasib buruh. Sebab, menurutnya, hak pesangon ini sebenarnya untuk melindungi pekerja atau buruh supaya tidak di-PHK secara sepihak.
'Sebab perusahaan kalau mau mem-PHK, dia ada tanggung jawab untuk memberikan hak pesangonnya, supaya tidak semena-mena perusahaan. Tapi karena hak pesangonnya dikurangi dari sebelumnya 32 bulan gaji, nah sekarang ini kan maksimal 26 gaji. Itu pun 25 persen dibayarkan melalui JKP dari BPJS," ungkapnya.
Menurut Sunar, perubahan kebijakan di UU Ciptaker ini mengindikasikan ada kemudahan bagi perusahaan-perusahaan untuk melakukan PHK dengan alasan efisiensi karena kerugian.
Jika pada aturan lama, perusahaan yang mengajukan PHK karena alasan kerugian harus diaudit dahulu neraca keuangan selama dua tahun untuk membuktikan mereka rugi. Hal ini, menurut dia, tidak terlihat di UU Ciptaker.
Saat ini, imbuhnya, perusahaan yang mengaku rugi bisa membayar pesangon sesuai satu kali sesuai (Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (PMTK), tanpa perlu ada bukti perusahaan itu benar-benar merugi atau tidak.
"Kalau dulu ga bisa membuktikan, (perusahaan) harus bayar dua kali PMTK," kata dia.
Sunar memastikan, massa KASBI akan melakukan aksi May Day pada 1 Mei mendatang yang mana salah satu tuntutannya adalah mencabut pasal-pasal UU Ciptaker dan turunannya yang menyusahkan kaum buruh.
Di Jawa Timur, massa buruh akan memusatkan demonstrasi di kawasan Kantor Gubernur Jatim. Wakil Sekretaris FSPMI Jawa Timur Nuruddin Hidayat mengungkap, akan ada 30 ribu buruh yang mengikuti aksi unjuk rasa ini.
Massa buruh Jatim juga mengagendakan penolakan pasal-pasal UU Ciptaker. Selain itu, massa buruh juga akan memperjuangkan nasib Pekerja Rumah Tangga (PRT), yakni dengan mendesak pengesahan RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), termasuk di dalamnya mengatur jam kerja dan besaran upah.
"Di Jawa Timur sendiri kami berharap di momen May Day 2023, Gubernur Khofifah di pengujung kepemimpinannya dapat memberikan kado berupa rekomendasi kepada DPR RI dan pemerintah pusat agar segera mengesahkan RUU PPRT," kata dia.
Nuruddin pun memaparkan sejumlah poin kontroversial yang ada dalam UU Ciptaker kepada IDN Times. Mulai dari sistem kontrak kerja, upah, cuti hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Poin pertama yang disoroti, jangka waktu PKWT atau kontrak kerja yang semula maksimal 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun, diubah menjadi 5 tahun. "Buruh tidak punya kepastian karier kerja jika terus-terusan dikontrak," tegas Nuruddin, Jumat (28/4/2023).
Poin kedua, UU Ciptaker menghapus cuti panjang selama 2 bulan bagi pekerja yang sudah bekerja selama 6 tahun dan berlaku kelipatannya.
Poin ketiga, buruh Jatim sama dengan buruh di Tangerang yang mempersoalkan penetapan upah minimum didasarkan pada rumus pertumbuhan ekonomi dan inflasi.
"Formulanya sudah ditentukan pemerintah dan parameternya didapat dari BPS. Ini menghilangkan peran Dewan Pengupahan dan budaya musyawarah untuk mufakat antara serikat pekerja dengan organisasi pengusaha, serta mereduksi hak prerogatif gubernur untuk menentukan UMK," ungkap Nuruddin.
Poin keempat, PHK alasan efisiensi dihidupkan Kembali dalam UU Ciptaker yang sebelumnya di UU 13 Tahun 2003 telah dibatalkan oleh MK. "Ini berdampak banyak pengusaha untuk menghindari pembayaran pesangon yang lebih besar, akhirnya melakukan PHK alasan efisiensi," kata Nuruddin.
Poin kelima, adanya pengurangan nilai pesangon dalam UU Cipta Kerja. Poin keenam yang tak luput dari sorotan ialah nasih outsourcing atau istilah alih daya. Dalam UU Ciptaker tidak mempersyaratkan jenis-jenis pekerjaan yang boleh dialihdaya.
"Padahal dulu di UU 13 Tahun 2003 dibatasi hanya pekerjaan yang bersifat penunjang saja yang boleh di- outsourcing," kata Nuruddin.
Dia menilai, kini nasib pekerja outsourcing lebih memprihatinkan. "Dari mulai upah di bawah UMK, tidak diikutkan BPJS, PHK tanpa pesangon, jika terjadi risiko kerja pemberi kerja tidak mau bertanggung jawab karena dianggap bukan pekerjanya. Bahkan sekarang banyak perusahaan berbondong-bondong ingin mengganti karyawan tetapnya menjadi karyawan outsourcing," lanjut Nurudin.
"Karyawan outsourcing ini lebih mudah di-PHK dan tidak wajib bagi pekerja memberikan pesangon, karena memang secara administratif, karyawan outsourcing ini bukan karyawan pemberi kerja," terang Nuruddin.
Selain hal-hal di atas, Ketua KSPN Wilayah NTB Lalu Iswan Muliadi menyoroti pengaturan tenaga kerja asing. Ia memberikan contoh, dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diatur mengenai perekrutan tenaga kerja asing, bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia adalah mereka yang merupakan pekerja skill. Tetapi dalam UU yang baru, kata Iswan, tenaga kerja kasar bisa direkrut oleh perusahaan.
"Setelah itu apa yang dikerjakan tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal sangat terancam. Makanya serikat pekerja di Indonesia kompak meminta pemerintah untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja. Karena memang tidak berpihak kepada pekerja," ucapnya.
Selain itu, kata Iswan, pekerjaan yang dikerjakan tenaga kerja skill tidak boleh outsourcing. Sekarang, dengan adanya UU Omnibus Law Cipta Kerja, seolah-olah hampir semua sektor pekerjaan bisa dilakukan dengan outsourcing.
"Karena hitungan mereka di sana per jam. Kalau sekarang perusahaan membuat keputusan dalam merekrut pekerja berdasarkan jam, bagaimana kemudian perlindungan pekerja. Sehingga bagi kami memang melihat UU ini rancu sekali dan tidak berpihak kepada pekerja," tambahnya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pekerja yang dianggap kurang diperhatikan menjadi salah satu sorotan Sekretaris FSPM Regional Bali Ida I Dewa Made Rai Budi Darsana.
“Waktu kerja lembur yang diperpanjang boleh sampai 4 jam per hari dan/atau 18 jam per minggu, juga harus ditinjau dari segi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi pekerja,” katanya.