Cerita Buruh: Gaji Dipotong, PHK, Hingga Jadi Tukang Tambal Ban

Ahmad sempat menganggur lantaran seluruh pabrik lakukan PHK

Kabupaten Tangerang, IDN Times - Pandemik COVID-19 menghantam geliat ekonomi Indonesia hingga terpuruk. Hal tersebut terutama dirasakan oleh buruh yang harus menjadi korban lantaran terkena dampak, mulai pemotongan gaji hingga pemutusan hubungan kerja (PHK).

Ahmad Syahroni (30), salah satunya. Warga Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang ini harus menelan pil pahit saat perusahaan tempatnya bekerja tiba-tiba mengumumkan akan ada pengurangan karyawan.

"Kita semua sudah pasrah saja waktu itu, tapi tetap berharap bukan saya," ujar Ahmad, Sabtu (11/12/2021).

Baca Juga: Cerita Firman, Bangkit Usai Kena PHK Akibat Pandemik

1. Ahmad Syahroni sempat alami pemotongan gaji hingga 50 persen

Cerita Buruh: Gaji Dipotong, PHK, Hingga Jadi Tukang Tambal BanIlustrasi Uang Rupiah (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Saat awal pandemik COVID-19 tersebut sekitar September 2019, pabrik kertas dan plastik tempatnya bekerja tersebut menerapkan sistem pengurangan gaji untuk menekan angka produksi. Hampir seluruh karyawan terkena dampak tersebut.

"Awal-awal kita dikurangi gajinya, beda-beda setiap orang, ada yang 30 persen ada yang 50 persen, saya waktu itu 50 persen karena kerja belum satu tahun," jelasnya.

Saat itu, pemilik perusahaan memberikan kebebasan kepada para karyawan untuk menerima atau tidak pemotongan gaji tersebut.

"Kalau gak nerima, diperbolehkan ngundurin diri, tapi saya mikirnya mau kerja gimana lagi kalo berhenti kerja, jadi ya gak apa-apa dipotong juga," tuturnya.

2. Akhirnya, Ahmad Syahroni terkena PHK saat tahun 2020

Cerita Buruh: Gaji Dipotong, PHK, Hingga Jadi Tukang Tambal BanIlustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Lantaran perusahaannya yang bukan bergerak di bidang esensial, hal tersebut membuat pabrik tempat Ahmad bekerja semakin terpuruk. Apalagi, saat pemerintah mewajibkan 100 persen work from home (WFH) untuk perusahaan nonesensial.

"Waktu itu kita masih boleh kerja, tapi memang gantian kerjanya, misalnya yang biasanya Senin sampai Sabtu masuk, waktu itu cuma 2 kali seminggu," ungkap Ahmad.

Lantaran diupah harian, Ahmad Syahroni pun hanya bisa menerima gaji Rp360 ribu saja per bulan. Gaji sebesar itu dia dapat setelah bekerja 2 kali dalam seminggu.

"Gaji saya Rp45 ribu aja sehari, kalau seminggu cuma dua hari kerja ya seminggu Rp90 ribu. Satu bulan Rp360 ribu, dapat apa?" kata Ahmad.

Meski begitu, ia masih berusaha bertahan bekerja di pabrik tersebut lantaran memang produksi pabrik di mana dia bekerja turun signifikan. Terlebih, ia hanya sekolah sampai jenjang SMP saja. 

"Jadi prinsip saya, ya kita sama-sama susah lah sama pabriknya juga, masih mending saya engga dipecat, masih ada pemasukan walau sedikit," ujarnya.

Namun, lantaran kasus pandemik yang tak kunjung hilang, ia pun akhirnya terkena PHK, bersama puluhan orang lainnya.

"Tiba-tiba perusahaan bilang ada pengurangan karyawan, karena udah gak sanggup bayar. Akhirnya ya saya kena juga," jelasnya.

3. Ahmad Syahroni sempat menganggur hingga jadi tukang tambal ban

Cerita Buruh: Gaji Dipotong, PHK, Hingga Jadi Tukang Tambal BanIDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Usai mengalami PHK, Ahmad kembali mencari-cari pekerjaan di pabrik, namun tak kunjung ada lowongan pekerjaan. Ia pun sempat menganggur pada April hingga Agustus 2020. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan kawannya yang memiliki usaha bengkel dan tambal ban.

"Saya sering nongkrong di situ. Liatin dia gimana kalau benerin motor, nambal ban, ternyata kalau benerin motor saya susah ngertinya, kalau tambal ban saya bisa belajar," tuturnya.

Melihat Ahmad yang menganggur, kawannya pun memberikan pekerjaan untuk menambal ban di bengkelnya.

"Saya waktu nganggur itu berbulan-bulan engga pegang uang sama sekali, makan numpang sama orangtua atau di rumah teman, saya malu sama orangtua, akhirnya pas jadi tukang tambal ban ini lumayan lah, sistemnya bagi hasil aja, setiap nambal ban saya dapat Rp5 ribu," ungkapnya.

Dalam sehari, Ahmad bisa menambal 20 motor mulai pagi hingga dini hari. Meski masih belum memiliki pekerjaan layak, Ahmad bersyukur lantaran ia masih bisa mendapatkan penghasilan.

"Karena posisi bengkel temen saya ini ada di pinggir jalan, dan buka 24 jam, ya lumayan kalau lagi ramai. Alhamdulillah walau cuma tukang tambal ban di bengkel temen, tapi seengganya lebih tenang dibandingkan menganggur," kata dia. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya