Ponpes Daar El Qolam, Pendiri Dituduh Kafir Saat Kenalkan Kemodernan

Ponpes ini sudah berdiri sejak tahun 1968

Kabupaten Tangerang, IDN Times - Banyak pesantren di wilayah Kabupaten Tangerang yang berdiri dan menawarkan metode pengajaran Islam. Salah satu pesantren besar dan terkenal adalah Pondok Pesantren Daar El Qolam. 

Pondok pesantren ini terletak di Jalan Raya Serang, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Jayanti, Kabupaten Tangerang. Ponpes ini telah berdiri sejak tahun 1968 oleh KH Ahmad Rifa'i Arief, anak dari seorang ulama di Desa Pasir Gintung, yakni H Qasad Mansur. 

Baca Juga: Menilik Gunung Santri dan Gunung Lempuyang di Banten  

1. Berawal dari sebuah Madrasah Ibtidaiyah

Ponpes Daar El Qolam, Pendiri Dituduh Kafir Saat Kenalkan KemodernanIDN Times/Dok. Instagram Daar El Qolam

Dilansir dari website resmi Daar El Qolam, pondok ini berawal dari sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Masyariqul Anwar, warisan dari Qasad Mansur. Ayah KH Rifa'i itu bercita-cita mendirikan sebuah pondok pesantren dari MI tersebut.

Untuk mewujudkan keinginannya, Qasad Mansur kemudian menyekolahkan sang anak hingga ke Ponpes Gontor di Jawa Timur. Di Banten sebetulnya banyak ponpes, namun mayoritas masih menerapkan metode tradisional, sedangkan sang ayah ingin anaknya menimba ilmu di ponpes modern.

Saat kembali dari Gontor, Ahmad Rifa'i Arief pun lantas menggelar rapat bersama sang ayah dan tokoh ulama untuk mewujudkan dibangunnya ponpes. Mereka membahas sistem dan metode pembelajaran. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa Pondok Gontor sebagai contoh dan model lembaga pendidikan yang akan didirikan.

sebelum menjadi pondok pesantren yang mencetak ratusan santri setiap tahunnya,

2. Daar El Qolam menggunakan metode Madrasah al-Mu'allimin al-Islamiyah

Ponpes Daar El Qolam, Pendiri Dituduh Kafir Saat Kenalkan KemodernanIDN Times/Dok. Instagram Daar El Qolam

Dalam prakteknya, institusi pendidikan tersebut menggunakan sistem madrasi dengan nama Madrasah al-Mua`llimîn al-Islamiyah (MMI) yang digabungkan dengan sistem pondok pesantren yang kemudian diberi nama Dâr al-Qalam. Namun dengan transliterasi kata yang mereka buat sendiri, nama pondok tersebut pun menjadi tertulis Daar el-Qolam.

Usai dilakukan rapat tersebut, pada tanggal 20 Januari 1968, bertepatan dengan tanggal 9 Syawwal 1338, dimulailah proses belajar-mengajar di pondok pesantren ini.

Awalnya, Daar el-Qolam punya 22 murid. Mereka adalah adik-adik Rifa’i dan beberapa masyarakat sekitar kampung Gintung yang telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Madrasah Masyariqul Anwar (MMA). Adapun tempat belajar mereka ialah bekas dapur neneknya, Hj. Pengki, yang telah direnovasi.

3. Sempat dituduh mengajarkan kekafiran oleh masyarakat sekitar

Ponpes Daar El Qolam, Pendiri Dituduh Kafir Saat Kenalkan KemodernanIDN Times/Dok. Instagram Daar El Qolam

Meski membangun sebuah lembaga pengajaran Islam, adasaja hambatan dan tantangan yang dihadapi KH. Rifa'i. Lantaran metode pengajarannya yang berbeda dari pesantren tradisional lainnya, dia sempat dituduh mengajarkan kekafiran. 

Persoalannya, karena KH. Rifa'i menerapkan pembelajaran dengan mewajibkan santri-santrinya berbahasa Indonesia selama di pesantren, bukan bahasa Sunda yang memang sebagai bahasa sehari-hari masyarakat Gintung.

Upaya tersebut disebut sebagai “mimpi memindahkan Jakarta ke kampung Gintung”. 

Tak hanya mewajibkan bahasa Indonesia, ia juga mengajarkan bahasa Arab dan bahasa Inggris agar bisa digunakan para santri sebagai bahasa sehari-hari. Menurut mereka mimpi yang tidak akan terwujud karena “hendak memindahkan Makkah”. Saat pengajaran bahasa Inggris dilakukan di pesantren, maka cercaan yang datang lebih keras lagi, yaitu mengikuti bahasa orang kafir dan dengan sendirinya Rifa’i juga termasuk kafir.

Mereka yang menuduh, memahami hadits Nabi Muhammad SAW secara keliru yaitu: “Barang siapa yang mengikuti sesuatu kaum maka ia termasuk ke dalamnya”

Berkat kegigihannya dan keteguhan hatinya dalam menerapkan program pendidikan modern tersebut, nama ponpes tersebut pun semakin naik hingga pada tahun 1970-an semakin ramai santri yang datang dari berbagai tempat, tidak hanya masyarakat Gintung dan sekitarnya tetapi juga dari Jakarta, Bandung, Karawang, dan Bekasi meski memang kebanyakan berasal dari daerah Banten seperti Pandeglang, Serang, Rangkasbitung dan Cilegon. 

Hingga kini, Ponpes Daar El Qolam telah meluluskan ribuan santri-santri yang berlandaskan agama dan lebih mampu menerima modernisasi tanpa mengesampingkan ketaatan kepada nilai-nilai agama. 

Bahkan, saat ini Ponpes Daar El Qolam telah membuka 4 cabang, yakni Daar El Qolam 1, 2, dan 4 untuk tingkat SMP/MTs hingga SMA/MA, dan Daar El Qolam 3 khusus untuk lulusan SMP/MTs dari sekolah lain yang ingin masuk ke Ponpes sekaligus bersekolah di tingkat SMA. 

Baca Juga: Hari Santri Nasional, 6 Film yang Gambarkan Kehidupan di Pesantren

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya