Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang Raya

Cerita dari mereka yang berjibaku di pemakaman

Tangerang, IDN Times - ilalang dan rumput liar bergoyang lembut ketika tertiup angin, di antara salib dan nisan. Baris demi baris, salib dan nisan itu terus bertambah di  pemakaman Buniayu, Kabupaten Tangerang.

Gundukan tanah basah gelap, berjejer rapi dengan penanda nisan atau salib seadanya. Ada yang bertabur bunga, lebih banyak yang ditetesi air mata.

Di sudut kejauhan, empat petugas berpakaian putih rapat nampak tengah menurunkan peti berwarna putih ke dalam liang kosong, yang tersedia berderet hingga puluhan. Salib dan nisan terus bertambah juga, hari ini. 

Beberapa meter dari lokasi itu, seorang anak berusia belasan didampingi sanak familinya melantunkan adzan yang menjadi syarat wajib prosesi pemakaman umat Islam.

Citra seperti itulah yang nampak saat IDN Times, Kamis (8/6/2021) mendatangi Tempat Pemakaman Umum (TPU) milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang di wilayah Kecamatan Sukamulya sekitar pukul 13.00 siang.

Berada di lokasi itu dalam beberapa jam, belasan mobil jenazah nampak masuk ke area pemakaman, membawa peti-peti terbungkus plastik berisi jasad. Mereka adalah teman, kerabat, sejawat seseorang yang telah selesai berjuang melawan COVID-19.

Kematian yang terus datang

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaIDN Times/Muhamad Iqbal

Angka kematian pasien COVID-19 terus meningkat di wilayah Tangerang Raya dan berbanding lurus dengan pemakamannya. 

Tercatat, per 1 hingga 8 Juli 2021 pukul 14.00 saja TPU Buniayu Kabupaten Tangerang sudah memakamkan 193 janazah. Jumlah delapan hari pemakaman itu jauh melebihi setengah jumlah pemakaman pada Juni 2021. Di bulan keenam itu, total ada 273 orang yang dimakamkan.

Sementara di wilayah Tangerang Selatan, jumlah pemakaman pasien COVID-19 tanggal 1 hingga 7 Juli 2021 sudah mencapai 272 jenazah. Jumlah tersebut sudah melampaui angka pada bulan sebelumnya, 271 jenazah.

Sementara di Kota Tangerang, TPU Selapajang sudah penuh, dan kini pemerintah setempat sudah membuka lahan baru untuk menampung jenazah yang masih terus berdatangan.

Baca Juga: Darurat Oksigen di Sejumlah Zona Merah COVID-19

Seperti kelahiran, mengantar jasad ke peristirahatan terakhir tak bisa ditunda apalagi ditolak

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaSuasana TPU Buniayu, Tangerang, Banten. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Babeh (52), seorang sopir mobil jenazah milik Pemkab Tangerang ditemui di lokasi bercerita, pada siang itu baru bolak-balik tiga kali mengantarkan jenazah pasien COVID-19 dari rumah sakit ke TPU Buniayu. Yang ketiga ini, dia mengangkut dua jenazah perempuan sekaligus dari RSUD Kabupaten Tangerang.

Hal belakangan yang jadi lumrah, karena jumlah jenazah yang melebihi kapasitas unit mobil jenazah. Jenazah itu merupakan dua orang ibu yang nampak terlihat masih memiliki anak belasan tahun.

Babeh memproyeksika, dia bakal kembali pulang larut malam ke rumahnya hari itu. Hal ini, kata dia, menjadi kesehariannya, beberapa waktu terakhir, terutama memasuki Juli 2021.

Sementara Supri, sopir mobil jenazah lain saat dihubungi mengatakan, belakangan waktu ini dia selalu mengangkut minimal 10 jenazah per hari. "Hari ini aja dari jam satu malam sampe jam 10 pagi udah 10, ke banyak lokasi," kata Supri, Jumat (9/6/2021).

Supri bercerita, tak seperti bulan-bulan sebelumnya, awal Juli ini peti berbalut plastik yang ia angkut ke TPU se-Jakarta dan Banten banyak yang diambilnya dari rumah-rumah pasien isolasi mandiri.

Babeh dan Supri bahkan sopir-sopir mobil jenazah lain sepakat, mereka takkan menolak atau lebih tepatnya tak bisa menolak mengantarkan jenazah yang jumlahnya kian bertambah.

Bagi mereka, mengantarkan orang mati seperti halnya mengantarkan ibu melahirkan yang tak bisa ditunda, apalagi ditolak.

Baca Juga: Harus Kerja Overtime, Penggali Makam TPU Selapajang Gak Dikasih Upah

Petugas makam dan SOP anti-kesedihan

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaIDN Times/Muhamad Iqbal

Pengawas pemakaman TPU Buniayu dari Dinas Perumahan, Permukiman dan Pertanahan (Perkimta), Ajat Sudrajat menyebut, lonjakan jumlah pemakaman memang paling terasa pada bulan Juli ini. Hal itu dapat dibuktikan dengan angka 20 hingga 36 jenazah per hari dari awal Juli dibanding bulan sebelumnya yang paling banter mencapai 10.

Lonjakan angka itu bikin Ajat khawatir pada dirinya sendiri yang kerja di lapangan.  Sama seperti para sopir mobil jenazah, petugas di pemakaman takkan mungkin menunda apalagi menolak jenazah yang datang.

Kata Ajat dan para petugas, itu menjadi tugas "orang yang hidup" untuk mengurus "mereka yang mati" karena nanti pun semua akan mengalami hal yang sama. 

Ajat bercerita, semenjak pandemik berkecamuk dan angka kematian menjulang dibanding tahun-tahun sebelumnya, saban pagi saat apel petugas, pihaknya selalu memberi pemahaman kepada para petugas agar tak terbawa perasaan dalam bertugas, agar menjaga imunitas dan kuat menjalani pekerjaannya. Hal itu, kata dia, semacam Standar Operasional Prosedur (SOP) anti-kesedihan.

Sebab, setiap hari mereka melewati jam-jam penuh kesedihan. Utamanya, bukan sedih melihat yang mati, tapi melihat mereka yang hidup sendiri; anak kecil bahkan bayi yang ditinggal ibu atau ayahnya bahkan keduanya. Juga pilu melihat mereka yang meraung bahkan menangis hingga tanpa suara dari jarak meteran kuburan hingga di atas gundukan tanah.

"Sering kita juga nangis, kaya itu melihat anak empat tahun dan kakaknya lima tahun, kemarin ibunya dimakamin, hari ini bapaknya," kata Ajat.

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaPenggali makam TPU Selapajang (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Kerja overtime, ancaman virus dan manusia yang tak percaya COVID-19

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaTPU Selapajang, Kota Tangerang. (IDN Times/Muhammad Iqbal)

Pun, meski tak ada SOP anti-marah, para petugas yang sering dihadapkan masalah karena keluarga jenazah sendiri ditekankan untuk tidak terbawa emosi. Karena, kata Ajat, masih sering terjadi keluarga jenazah yang meminta hal-hal yang tak sesuai protokol kesehatan.

"Itu masih banyak keluarga ngotot minta buka peti, ada yang minta lihat muka jenazah, katanya di rumah sakit ga bisa liat," kata Ajat.

Hal-hal begitu bikin jengkel para petugas. Menghambat pekerjaan. Menambah beban kerja mereka karena menahan emosi.

"Sepertinya banyak orang yang belum percaya COVID-19, jadinya ya gitu, masih bandel," kata dia.

Padahal, mereka selalu bekerja overtime belakangan waktu terakhir. Kerja hingga larut malam ini juga menjadi momok serius bagi para pekerja TPU khusus COVID-19.

Seperti yang terjadi pada puluhan petugas penggali makam khusus COVID-19 di TPU Selapajang Jaya, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang yang menuntut pembayaran upah.

Sebab, upah kerja hingga overtime yang selama ini diterima mereka hanya berasal dari pemberian para keluarga jenazah pasien COVID-19 secara sukarela.

Menurut salah satu petugas yang tidak mau disebutkan namanya, tantangan paling berat saat dia bekerja adalah melawan ketakutan akan terpapar COVID-19. "Berat sekali, dalam satu hari bisa menggali 30-40 lubang. Bayaran tidak sepadan dengan kerja dan risikonya," kata dia, Kamis (8/7/2021).

Kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) TPU Selapajang Jaya , Yuri Hernawan membenarkan adanya keluhan para petugas gali makam itu. Namun, ihwal keluhan itu hanya ada kesalahpahaman.

Pihaknya saat ini, tutur Yuri, tengah memperjuangkan upah para petugas tersebut.

Yuri menerangkan, yang menjadi permasalahan adalah petugas penggali makam pasien COVID-19 itu merasa kewalahan lantaran mereka harus memakamkan jenazah hingga larut malam.

Petugas tersebut seharusnya selesai kerja hanya sampai jam 19.00 WIB. Pihaknya pun keberatan lantaran pihak rumah sakit mengirimkan jenazah pasien COVID-19 yang akan dimakamkan di TPU Selapajang hingga larut malam.

Ia menambahkan, TPU Selapajang menerima pemakaman jenazah pasien COVID-19 asli warga Kota Tangerang yang sempat dirawat di rumah sakit yang ada wilayah Kota Tangerang dan beberapa dari luar Kota Tangerang, seperti Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang dan DKI Jakarta.

Hal itu, lanjutnya, dikhawatirkan soal kesehatan petugas penggali makam apabila terus bekerja hingga larut malam.

Baca Juga: Pemkab Tangerang Kekurangan Peti Jenazah untuk Pasien COVID-19

Jombang dan Selapajang luaskan lahan

Barisan Salib dan Nisan COVID-19 Terus Bertambah di Tangerang RayaIDN Times/ M Shakti

Di Tangerang Selatan, Kepala Tempat Pemakaman Umum (TPU) Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan (Tangsel) Tabroni menyebut, rata-rata jumlah pemakaman protokol COVID-19 telah mencapai 40 jenazah per hari. Data ini utamanya terjadi memasuki Juli 2021.

Pihaknya, lanjut Tabroni, juga telah menambah alat berat untuk mengeruk petak makam jenazah COVID-19.

Dia menyebut, kondisi TPU khusus COVID-19 yang lokasinya persis di sebelah jalan tol Serpong-Pamulang yang belum lama diresmikan Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu sendiri sudah hampir kehabisan lahan.

Pihaknya pun memastikan bahwa masih tersedia blok lahan makam baru di sekitar TPU Tangsel. "Kita sudah periksa sama kadis kemarin. Di sana daya tampung 2.000," kata dia.

Sementara, Tempat pemakaman umum (TPU) Selapajang Jaya di kawasan Neglasari, Kota Tangerang, sudah penuh. TPU yang luasnya 11,5 hektare itu tak mampu lagi melayani pemakaman bagi jenazah pasien COVID-19 yang angkanya terus melonjak di angka 30 hingga 40 pemakaman sehari.

Alternatifnya, Pemerintah Kota (pemkot) Tangerang membuka kembali lahan TPU di wilayah Kedaung Wetan, Neglasari. Demikian disampaikan Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah dalam keterangan tertulis, Rabu (7/7/2021).

Sementara itu di smartphone kita, hari-hari belakangan, kabar kematian datang silih berganti. Baik dari media sosial, aplikasi chat, hingga grup percakapan.

Kematian pun terasa semakin dekat ketika kabar kematian juga muncul dari pengeras suara di masjid-masjid atau musala-musala di desa-desa Kabupaten Tangerang.

Tangisan masih terdengar di antara barisan salib dan nisan, TPU Buniayu, Jombang dan Selapajang. Dari mereka yang menangisi mereka yang beberapa waktu lalu hidup, merasakan fajar, melihat matahari terbenam bersinar. Dicintai, dan dicintai.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya