Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKI

Dari percaya versi Suharto, Sukarno hingga apatis

Kota Tangerang, IDN Times - Peristiwa Gerakan 30 September tahun 1965 merupakan salah satu peristiwa sejarah yang membawa perubahan besar bangsa Indonesia hingga saat ini. Peristiwa yang terjadi 56 tahun lalu ini masih terus dibicarakan hingga era 4.0, saat ini. 

Insiden berdarah yang kerap juga ditulis G30S/PKI itu kerap menjadi pembahasan hangat, memasuki September, termasuk soal perdebatan versi sejarahnya. 

Generasi kelahiran 90'an hingga 2000'an atau disebut generasi Milenial dan Gen Z ke depan bakal jadi penentu sejarah kelam itu. Ke depan mereka bakal menentukan apakah G30S PKI atau tanpa PKI terus didebatkan, tak dipedulikan atau direkonsiliasikan.

Begini kata lima Milenial dan Gen Z di Kota Tangerang tentang pandangannya pada peristiwa itu.

Baca Juga: Daftar Toko Penjual Pernak-pernik Kpop di Tangerang Raya

1. Maisha masih suka nonton film G30S/PKI. Menurut dia, banyak teori tentang peristiwa ini

Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKIIDN Times/Muhamad Iqbal

Maisha, 18 tahun dan lima temannya tengah mengunjungi Museum Taman Makam Pahlawan Taruna, Kota Tangerang saat IDN Times mengajak berbincang mereka soal peristiwa itu. Mereka berlima merupakan lima siswi pecinta sejarah dari Kota Tangerang yang sedang membuat riset sejarah di museum itu.

Maisha mengatakan, peristiwa G30S--dengan atau tanpa PKI-- merupakan peristiwa berdarah soal pembunuhan para petinggi militer Indonesia saat itu.

"Kalau dari aku sih, peristiwa berdarah yah, kan itu tuh peristiwa yang tiba-tiba yang bikin kaget masyarakat, karena enam jenderal satu perwira tiba-tiba dibawa dan mereka disangka adalah orang yang ah bahasanya gimana yah," kata Maisha, Senin (27/9/2021).

Maisha mengaku masih suka menonton film G/30/S/PKI yang terkenal itu. "Masih suka baca buku-bukunya, kaya dari arsip-arsip negara kenapa itu G30S/PKI terjadi. Pernah nonton 3 kali (film). Dari SD, sekarang SMA pernah nonton tapi engga habis, karena serem filmnya panjang, filmnya juga terlalu sunyi," kata dia.

Maisha menilai, gak ada yang perlu disalahkan. Mungkin, lanjutnya, ada banyak teori yang bilang kalau peristiwa ini merupakan akal-akalan Amerika supaya PKI sama masyarakat Indonesia itu perang. "Tapi ini ada yang bilang juga ini akal-akalan Suharto, jadi saya masih netral. Kita engga tahu kebenarannya apa jadi ya udah," kata dia.

2. Membaca peristiwa itu sama dengan membaca Sukarno dan konsep demokrasi terpimpinnya

Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKIIlustrasi Sukarno (IDN Times/Arief Rahmat)

Adinda Salsabila, 17 tahun di lokasi yang sama, mengaku tak pernah menonton film G30S/PKI yang biasanya diputar setiap 30 September.

"Saya lebih suka dari buku aja sih, seperti buku Soe Hok Gie, apalagi yah, pokonya tentang yang membahas PKI gitu," kata dia.

Adinda mengaku, saat membaca buku-buku terkait peristiwa, dia mengaku akan terbawa pada bacaan buku tentang peristiwa sebelumnya. Yakni, adanya konsep demokrasi terpimpin ala Sukarno pada masa kepresidenannya.

"PKI, nasionalis semuanya itu ingin yang terbaik, cuma memang kesannya, mereka selalu mentingin kaumnya sendiri dan soal kabar tentang penculikan jenderal memang salah sih, kenapa harus dibunuh gitu. Karena mereka kan mau mengkudeta pemerintahan pada saat itu. Jadi kalau menurut saya, G30S?PKI saya hanya fokus pada korban-korbannya," kata dia.

Adinda mengatakan, peristiwa itu sendiri musabab utamanya adalah kemiskinan yang melanda Indonesia. "Kita engga tahu apa PKI itu cuma mau menyejahterakan perekonomian, yang penting perut kenyang. Karena waktu itu, kemiskinan seperti kita tahu sendiri kita lagi inflasi parah banget kan," kata dia.

3. Literatur sejarah ini minim di sekolah-sekolah. Film Soe Hok Gie jadi film yang fair dalam gambaran peristiwa ini

Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKIDokumentasi Mapala UI

Alya, 15 tahun mengatakan, musabab peristiwa ini sendiri karena Indonesia menjadi sasaran bagi negara-negara besar dan masing-masing ideologinya.

"Kalau saya merasa, Indonesia kan strategis banget, kalau peristiwa G30S/PKI itu peristiwa konflik ideologi yah. Nah itu tuh kaya kita, ideologi-ideologi ingin menguasai Indonesia gitu. Karena Indonesia strategis dari letak, kekayaan, rakyatnya," kata Alya.

Alya menyebut, film yang cukup fair dalam penggambaran situasi saat peristiwa adalah film tentang tokoh mahasiswa Soe Hok Gie. "Nah saya juga pernah liat film Soe Hok Gie tentang PKI.  Nah di situ ada teman Soe Hok Gie yang gabung ke partai PKI, padahal si temennya ini gak tahu apa sih itu PKI, karena dia cuma ikut-ikutan," kata dia.

Jadi, lanjutnya, kita kalau mau ikut ideologi tertentu, kita harus tahu dulu esensi yang akan kita ikuti itu apa? Jadi bukan sekedar ikut-ikutan.

Menurut Alya, literatur yang minim tentang peristiwa itu di sekolah-sekolah menjadi bukti bahwa selalu melulu sejarah versi pemerintah yang benar. Padahal, sejarah versi itu selalu menjadi perdebatan, bahkan disebut tak komprehensif.

"Tapi kalau yang saya lihat literatur di sekolah tentang G30S/PKI itu sedikit jadi lebih banyak sudut pandang pemerintah aja gitu. Kaya kita tuh jarang bahas peristiwa G30S/PKI dari sudut pandang komunisme itu sendiri," kata dia.

Padahal, lanjut Alya, kan engga kenapa-kenapa kita belajar, kita juga belajar liberalisme, tapi kan bukan berarti kita liberalis gitu loh. "Jadi saya lihat kurang variatif aja kalo misalkan literatur di sekolah dibatasi," ungkapnya.

4. Gita tak mau bersikap. Menurutnya, tak ada kesimpulan atas peristiwa itu yang cukup adil

Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKIIDN Times/Muhamad Iqbal

Gita, 16 tahun memilih tak mau bersikap pada peristiwa ini. Menurutnya hingga kini tak ada kesimpulan yang paling adil terhadap G30S/ ada atau pun tidak ada PKI.

"Pandangan tentang G30S/PKI ini kan banyak ya soal peristiwanya. Gak bisa disimpulin oleh satu pihak saja, karena kalau disimpulin satu pihak akan bikin kesalahpahaman ke pihak yang lain," kata dia.

5. Marsha mengaku bersyukur bisa hidup di zaman sekarang

Begini Kata Millennial dan Gen Z Tangerang Tentang Peristiwa G30S/PKIIDN Times/Muhamad Iqbal

Marsha, 16 tahun mengatakan, bagi dirinya saat ini, hanya perlu menghormati para pahlawan yang telah tiada dalam peristiwa ini. Sebab, sulitnya hidup di jaman perjuangan dan menjadi panutan seperti para pahlawan.

"It tells about sacrifice. How its really hard to live in the past. We should be grateful kalau kita hidup di era yang sekarang gitu," kata Marsha.

Menurutnya, hidup di era ketegangan politik semacam peristiwa G30S/PKI itu sangat tidak berperikemanusiaan.

"Which is want to tear us apart. Jadi aku lebih ke harus menghargai pahlawan-pahlawan yang sudah gugur, sacrifice their life for Indonesia. Karena dulu Pancasila ingin digulingin. Jujur aku literaturnya gak sedalam itu. Aku juga belum nonton filmnya itu," kata dia.

Baca Juga: Tak Ada Klaster PTM, Pemkab Tangerang Segera Lanjutkan ke Tingkat SD

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya