Inkonsistensi Pemerintah Bikin Masyarakat Abai Prokes COVID-19

Tangerang, IDN Times - Pengamat politik dan kebijakan publik dari Universitas Islam Syech Yusuf (Unis) Tangerang menilai inkonsistensi aturan yang dibuat para pejabat pemerintahan membuat masyarakat menjadi tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Padahal, pandemik COVID-19 belum selesai.
Adib menilai, inkonsistensi aturan sama dengan mengajari masyarakat untuk tidak taat aturan.
Baca Juga: Wahidin: Kalau Mudik Dilarang, Harusnya Wisata Juga
1. Inkonsistensi nampak pada larangan mudik
Salah satu bentuk inkonsistensi pemerintah di tengah pandemik ini, menurut Adib, adalah kebijakan larangan mudik jelang hari raya lebaran.
"Lah mudik dilarang, wisata dibuka. Masyarakat jadi bikin bingung. (Aturan) ambigu, akhirnya aware masyarakat soal COVID-19 lemah," kata dia.
2. Pimpinan daerah melarang kerumunan, tapi mereka sendiri kadang memunculkan kerumunan
Adib mengatakan ketika pandemik COVID-19 sudah lebih satu tahun, masyarakat akan selalu melihat panutan atau contoh soal protokol kesehatan dan tegaknya aturan penanganan COVID-19 dari pemangku kepentingan, yaitu para pemimpin.
Mulai dari pemerintah pusat hingga ke pemerintah daerah. Khusus pemerintah daerah inilah sebagai eksekutor utama yang sebenarnya langsung bersentuhan dengan masyarakat.
"Makanya seperti gubernur, wali kota, bupati inilah merupakan representasi kehadiran negara dari peraturan-peraturan untuk penanganan COVID-19," kata dia.
Makanya, lanjut Adib, tindak-tanduk para pemangku jabatan langsung dilihat masyarakat. Mata publik, imbuhnya, melihat sejauh mana para pemangku itu sendiri menaati peraturan yang dibuat.
Contoh ketika secara tidak langsung mereka melarang kerumunan. Teryata, mereka sendiri kadang-kadang juga berkerumun. Mulai meninjau lokasi keramaian, masih konvensional mengadakan rapat, bahkan rapat digelar diluar kota, saat mereka sendiri membatasi kegiatan masyarakat," kata dia.
Menurut Adib, itu contoh yang tidak konsisten. Pemerintah melarang berkerumun, tetapi pengawasan lokasi wisata tak maksimal. "Artinya secara tak langsung pemda juga melakukan pembiaran orang untuk melanggar prokes," kata dia.
3. Ketika pemimpin tak tegas dalam aturan secara utuh secara langsung pemimpin mengajari rakyat tak taat aturan
Ketika peraturan tidak ditegakkan secara utuh atau implementasinya masih kendor, hal itu juga menjadi pesan yang kurang baik kepada publik.
Publik, imbuhnya, menangkap kesan kepala daerah atau pejabat tidak merepresentasikan apa yang sudah dikeluarkan sebagai aturan.
"Jadi bukan hanya mereka melanggar tetapi ketika implementasi kebijakan soal peraturan tidak tegas. Bisa juga dikatakan, mereka sendiri mengajari bahwa peraturan itu bisa dilanggar," kata dia.