Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA Tangerang

Sempat dirusak oleh tentara NICA Belanda di masa revolusi

Kota Tangerang, IDN Times - Kereta Api atau yang kini bertransformasi menjadi Kereta Rel Listrik (KRL) menjadi salah satu primadona warga Kota Tangerang yang sudah menjadi wilayah perkotaan urban.

Saat masa pandemik COVID-19 pada November 2020, PT Kereta Api Indonesia Commuter (PT KAI Commuter) mencatat, jumlah penumpang mencapai angka 412.187 per hari.

Jalur kereta yang tergolong pendek penghubung Jakarta dan Tangerang ini sendiri memiliki fakta dan sejarahnya yang menarik. Berikut fakta-fakta jalur kereta dan Stasiun KA Tangerang yang wajib kamu tahu.

Baca Juga: Cerita Gadis Tangerang 'Gila Kerja', Cari Jodoh dari Aplikasi Kencan

1. Jalur KA ke Kota Tangerang merupakan jalur cabang Jakarta-Banten

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangStasiun Rangkasbitung dulu dan kini selalu menjadi stasiun sibuk yang melayani rute Rangkasbitung Lebak Banten - Tanah Abang/Duri dari zaman kereta uap hinggi kini kereta listrik (Dok. Arsip Nasional, IDN Times/Muhammad Iqbal)

Dikutip dari situs heritage.kai.id, awalnya perkeretaapian di Jakarta diselenggarakan oleh tiga buah perusahaan, yaitu Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM), Batavia Ooster Spoorweg Maatschappij (BOS), dan Staatssporwegen (SS) yang merupakan perusahaan milik pemerintah kolonial Belanda.

SS selaku perusahaan kereta api negara membangun jaringan kereta api di lintas barat Jakarta sampai ke Anyer, Banten, sepanjang ratusan kilometer (km). Pada lintas tersebut SS juga membangun sebuah jalur persimpangan dari Duri ke Tangerang melalui surat resmi pemerintah kolonial Belanda yakni, Staatblad No. 180 tanggal 5 Juli 1896. Jalur sepanjang 19 km tersebut diresmikan pada tanggal 2 Januari 1899.

2. Stasiun Tangerang merupakan stasiun besar perhentian terakhir jalur KA

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangStasiun Tangerang (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Bersamaan pembukaan lintas Duri-Tangerang, SS juga meresmikan Stasiun Tangerang. Stasiun ini merupakan tempat pemberhentian akhir pada lintas Duri-Tangerang.

Pada lintas Duri-Tangerang dibangun pula beberapa stasiun atau halte yakni Halte Duri, Halte Pesing, Halte Kalideres, Stasiun Poris, Stasiun Batuceper, dan Stasiun Tanahtinggi.

3. Dulu, Stasiun Tangerang jadi tempat naik turun barang dan penumpang

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangRombongan pasukan Belanda di Stasiun Tangerang, tahun 1946. (Sumber: NVBS)

Semasa beroperasi, Stasiun Tangerang dimanfaatkan sebagai tempat naik-turun penumpang serta barang. Tahun 1935, tercatat setiap hari ada 12 kali operasional kereta api dari Duri ke Tangerang--begitu pula sebaliknya dengan jumlah perjalanan yang sama. Waktu tempuh yang dibutuhkan Duri-Tangerang sekitar 50 menit.

Kala itu, Kereta Api Jakarta-Tangerang tersedia dua rangkaian, yakni rangkaian khusus kelas 3 dan rangkaian campuran antara kelas 2 dan 3. Kelas 2 diperuntukkan bagi orang Tionghoa atau Timur Asing dan pengusaha pribumi. Sementara kelas 3 disediakan untuk orang pribumi.

4. Barang yang diangkut di Stasiun Tangerang kebanyakan hasil tani dan kerajinan topi khas Tangerang

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangDua orang lelaki sedang menganyam topi bambu sekitar tahun 1925. (Sumber: media.kitlv.nl)

Barang yang diangkut sebagian besar berupa hasil-hasil pertanian. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena sampai periode 1980-an Tangerang dikenal sebagai wilayah pertanian.

Melihat sejarahnya, Tangerang dari masa kolonial merupakan salah satu daerah di karesidenan Batavia (nama Jakarta dahulu) yang terletak di bagian ujung barat laut Karesidenan Batavia sebagai wilayah pertanian dan perkebunan seperti perkebunan karet-- yang kini menjadi real estate mewah Bumi Serpong Damai (BSD).

Dahulunya, tanah di daerah ini sebagian berupa tanah partikelir yang dikuasai oleh orang keturunan Tionghoa. Tanah-tanah partikelir banyak ditanami padi, kacang tanah, ketela, nila, kelapa, dan berbagai jenis sayuran.

Selain hasil pertanian, barang yang diangkut menggunakan kereta api adalah hasil kerajinan rumah tangga atau industri kecil. Kerajinan yang paling banyak dikerjakan adalah penganyaman topi dari bambu yang terkenal dengan nama topi Tangerang. Hasil-hasil topi diborong oleh orang Tionghoa dan Eropa. Orang Tionghoa menjual kembali di dalam negeri, sedangkan orang Eropa mengirimnya ke luar negeri melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

Anyaman topi di Tangerang dikerjakan oleh orang dewasa baik pria maupun wanita, bahkan anak-anak turut membuatnya. Kerajinan anyaman topi pada saat itu mempunyai arti yang penting. Tahun 1913 diproduksi anyaman topi lebih dari 5 juta buah. Pada tahun yang sama nilai penjualan anyaman topi mencapai 1.328.820 gulden dengan harga satuanya sebesar 26 sen.

5. Stasiun Tangerang lekat sejarah dengan TKR dan masa revolusi usai kemerdekaan

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangKemal Idris dan Daan mogot (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Meski kemerdekaan Indonesia sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, namun keadaan keamanan di Tangerang masih dianggap belum stabil di bulan-bulan awal kemerdekaan. Hal ini dikarenakan masih terdapat pasukan Jepang dan adanya ancaman yang datang dari pihak Sekutu.

Untuk mempertahankan wilayah Tangerang, dibentuklah sebuah resimen yang bermarkas di sebuah komplek perumahan bekas penjara anak-anak nakal yang terletak di tepi jalan raya Jakarta-Tangerang yang kini menjadi museum Taman Makam Pahlawan Taruna di Jalan Daan Mogot.

Pembentukan ini diinisiasi oleh Daan Yahya dan Kemal Idris, salah seorang pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Selain pembentukan Resimen IV Tangerang, didirikan pula sebuah Akademi Militer guna mencari kader-kader prajurit. Pada tanggal 18 November 1945, Kemal Idris membawa 200 orang siswa Militer Akademi Tangerang dari Jakarta menggunakan kereta api.

6. Pasukan Sekutu dan NICA sempat hancurkan fasilitas KA di masa revolusi

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangRombongan pasukan Belanda di Stasiun Tangerang, tahun 1946. (Sumber: NVBS)

Masuknya tentara Sekutu yang dikepalai Inggris untuk membebaskan warga kolonial Belanda yang ditawan Jepang (Interniran), menawan tentara Jepang dan melucuti senjatanya, kehadiran Sekutu di Indonesia ternyata ditumpangi oleh pasukan Nedherland Indies Civil Administration (NICA) yang terang-terangan ingin kembali menegakkan kekuasaannya di Indonesia.

Dibantu pasukan Sekutu, tentara NICA berhasil menguasai Jakarta. Mengingat kondisi yang semakin gawat, Presiden Soekarno memindahkan sementara ibu kota ke Yogyakarta menggunakan kereta api pada Januari 1946 yang dikenal dengan KLB Presiden Soekarno.

Selama perang mempertahankan kemerdekaan, pertempuran antara pasukan Indonesia dengan pasukan Sekutu dan NICA mengakibatkan sarana dan prasarana kereta api rusak.

Pada lintas Tangerang misalnya, rel, wesel dan alat-alat sinyal di Stasiun Pesing dirusak oleh serdadu NICA yang bermarkas di depan stasiun. Akibatnya, hubungan kereta Jakarta-Tangerang kala itu sempat terputus.

7. Tahun 1990-an jalur tersebut mulai dielektrifikasi

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangANTARA FOTO/Reno Esnir

Pasca pengakuan kedaulatan Belanda tahun 1949 dan berakhirnya agresi militer Belanda 2, pemerintahan serta industri di Indonesia mulai berbenah, termasuk perkeretaapian. Djawatan Kereta Api (DKA) sebagai perusahaan kereta api Indonesia (Saat ini PT KAI) melakukan upaya rehabilitasi perkeretaapian yang di beberapa tempat hancur selama pertempuran mempertahankan kemerdekaan.

DKA melakukan perbaikan prasarana kereta api baik jalan rel, jembatan, sinyal, dan telekomunikasi.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan, tahun 1954 DKA melakukan penentuan klasifikasi stasiun dalam menentukan fasilitas di stasiun. Stasiun Tangerang dikategorikan ke dalam stasiun tipe III A/B.

Kurun tahun 1950-1952 Penumpang kereta api di Stasiun Tangerang mengalami peningkatan. Tahun 1950 di Stasiun Tangerang jumlah penumpang sebesar 168.847 orang, meningkat menjadi 187.967 penumpang tahun 1951 dan bertambah menjadi 190.544 penumpang di tahun 1952. Namun pengiriman barang di Stasiun Tangerang mengalami penurunan yakni 92.133 ton (1950), 83.073 ton (1951) dan 55.714 ton (1952).

Salah satu permasalahan dalam pengembangan wilayah Jabotabek (Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi) tahun 1976 adalah kebutuhan masyarakat di bidang transportasi umum. Untuk mengatasinnya, pemerintah bekerja sama dengan Pemerintah Jepang melakukan peningkatan fungsi kereta api di Jabotabek.

Oleh karena itu pada tahun 1982 dilakukan Proyek Pengembangan Prasarana Kereta Api Jabotabek. Tujuannya adalah membuat sistem kereta api komuter modern dengan frekuensi yang lebih tinggi, lebih aman dan dengan sistem pengoperasian yang lebih handal dengan peningkatan fasilitas-fasilitas kereta api yang ada. Lintas kereta api Duri-Tangerang tak luput menjadi perhatian. Beberapa pengembangan di lintas Tangerang meliputi rehabilitasi jalur kereta api, elektrifikasi, dan penambahan jalur kereta api.

Tahun 1990, perjalanan kereta api yang melintasi Stasiun Tangerang sebanyak 10 kali perjalanan dalam sehari dengan rata-rata kecepatan 21 km/jam. Waktu tempuh yang diperlukan dari Jakarta - Tangerang adalah 1 jam. 

7. Sekarang jalur ini miliki 11 stasiun dan percabangan ke Bandara Soetta

Jadi Akses ke Jakarta, Ini Fakta Jalur Stasiun KA TangerangKereta Api Bandara Soetta (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Kini, jalur KA ini memiliki 11 stasiun aktif yang melayani KA Commuter dan dua stasiun yang melayani KA khusus Bandara Soekarno-Hatta. 

Ke-11 stasiun tersebut adalah Duri, Grogol, Pesing, Taman Kota, Bojong Indah, Rawa Buaya, Kalideres, Poris, Batuceper, Tanahtinggi dan Tangerang. Dua stasiun yang melayani KA Bandara Soetta yakni, Duri dan Tanahtinggi.

Baca Juga: 33 Tahun Kecelakaan Kereta Api Terbesar di Bintaro

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya