Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang Legend

Dirintis tahun 80'an, 2017 mulai kehilangan pelanggan

Kota Tangerang, IDN Times - Jika kamu pernah beraktivitas melewati Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Kabupaten Bogor, hingga Kota Bogor, pasti gak asing dengan bus Pusaka. Di masa jayanya, bus ini menjadi primadona moda transportasi penghubung wilayah barat hingga tenggara kawasan Jabodetabek. 

Bus Pusaka menjadi bus yang paling ditunggu mereka yang beraktivitas di wilayah ini sejak tahun 1980-an hingga 2015. 

Zaman berganti. Bus-bus berkarat yang melegenda ini menjadi saksi kemajuan zaman kawasan modern sepanjang jalan yang ia lalui. Mereka kini ditinggalkan penumpang yang beralih ke kendaraan pribadi dan transportasi online.

Di tengah gentingnya efek perubahan iklim yang salah satu faktornya adalah emisi gas buang kendaraan dan kemacetan, pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menyebut, trayek penghubung antarkota berdekatan seperti itu mestinya diintervensi. "Atau pemerintah bisa membeli layanannya, setelah lakukan kajian," kata Azas. 

Baca Juga: Berselimut Mistis, Nih Fakta di Balik Jalur-jalur Tengkorak

Dahulu Tangerang-Bogor sekarang jadi 2 koridor

Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang LegendIDN Times/Muhamad Iqbal

Meski sudah berusia puluhan tahun, bus-bus Pusaka masih meliuk-liuk di riuh rendahnya jalanan kota BSD-Serpong hingga jalan Parung-Bogor. Pulang pergi pula!

Tapi tak seperti dulu mereka gesit dengan penuh muatan penumpang, kini mereka hanya bisa merayap dengan jumlah penumpang yang hitungan jari. Tak jarang kosong melompong.

"Saya dari Parung ini, gak ada penumpangnya, tadi ada penumpangnya dua orang doang dari Parung (Kabupaten Bogor), pengeluaran tekor," kata Nana Sutisna, salah seorang sopir bus Pusaka yang tengah mangkal di terminal Poris Plawad, Kota Tangerang kepada IDN Times, Selasa (28/12/2021).

Muasalnya, perjalanan bus ini berawal dari Terminal Poris, Kota Tangerang dan mengakhiri perjalanan di terminal Baranangsiang, Kota Bogor, atau sebaliknya.

Dalam lajur trayeknya, bus ini melewati jalan BSD, kemudian berhenti untuk ngetem sejenak di Stasiun Kereta api Serpong, kemudian masuk ke wilayah Kabupaten Bogor melalui Prumpung, Gunung Sindur lalu berhenti di Parung sebelum melanjutkan perjalanan ke terminal Baranangsiang, Kota Bogor.

Namun, setelah volume penumpang terus menurun, para sopir bus membagi trayeknya menjadi dua koridor. Poris Plawad hingga ke Parung dan penumpang harus turun untuk naik bus Pusaka lain dari Parung ke Baranangsiang.

"Dulu sampai Baranangsiang, sekarang kalo gak ada penumpangnya mau gimana kita. Sedangkan pengeluaran ke Bogor banyak," kata Nana.

Ungkapan Nana soal pengeluaran banyak ternyata bukan hanya soal biaya bahan bakar dan uang makan dan minumnya. Di sisi lain, dia mengaku, ada biaya yang harus dikeluarkan untuk para preman yang memalak di beberapa titik trayek jalur ini.

"Kata presiden kita, engga ada preman, buktinya di jalan kita dipungutin. Itu model di Muncul, di daerah Muncul sama Prumpung sama Serpong. Kadang-kadang kita gak ada muatan, tetap dimintain sama preman," kata Nana.

Jadi saksi pesatnya zaman, terutama hutan karet yang kini menjadi kompleks elite BSD

Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang LegendIDN Times/Muhamad Iqbal

Sebagai sopir yang bekerja dari awal perintisan trayek ini, Nana sangat merasakan perubahan zaman di sepanjang jalur yang ia lewati, terutama kawasan perumahan elite BSD, Serpong. Dulu, kata dia, wilayah BSD itu merupakan hutan karet milik perusahaan perkebunan negara bekas kolonial Belanda.

"Belom ada perumahan. Belom ada ada motor juga, jadi cepet kita. Dulu Tangerang-Bogor bisa dua rit (2 kali PP)," kata dia.

Di awal perintisan, kata Nana, trayeknya bus ini bisa jauh bahkan hingga ke Sukabumi dengan titik akhir Terminal Lembur Situ. Kala itu, dia bisa membawa bus dengan cepat karena belum ada sepeda motor. "Truk tanah pakai jam (operasional), rapi dulu mah. Sekarang truk tanah biar pakai jam, tetap aja lewat," kata dia.

Saat normalnya bus Pusaka dari Terminal Poris membutuhkan waktu jarak tempuh maksimal 2 jam untuk sampai ke Parung. Sementara untuk sampai ke Stasiun Serpong hanya butuh waktu maksimal 1 jam. "(Kalau engga ada penumpang) Ngetem di Serpong satu jam jadinya 3 jam," kata dia.

Adapun saat ini, tarif bus ini hanya Rp25 ribu untuk perjalanan dari Terminal Poris sampai ke Parung dengan jarak kurang lebih 35 kilometer. Sementara tarif dari Terminal Poris hingga ke Stasiun Serpong berkisar Rp10 hingga Rp15 ribu dengan jarak kurang lebih 21,5 kilometer.

Trayek bus ini sendiri kini tidak memiliki jadwal keberangkatan pasti. Dengan sisa armada beroperasi tak lebih dari 6, adanya penumpang jadi acuan waktu mereka beroperasi. Selebihnya? Mereka mangkal di terminal.

Baca Juga: Pilihan 10 Tempat Makan Keluarga yang Enak dan Populer di BSD 

Bus Pusaka di mata penumpang: saksi pertemanan hingga cerita cinta

Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang LegendBus Pusaka (IDN Times/M Iqbal)

Salah satu penumpang yang sempat mengandalkan Bus Pusaka dalam aktivitas sehari-harinya adalah Irwan Faisal. Pemuda 32 tahun itu bercerita, bus ini menjadi saksi perjalanannya saat di bangku SMA.

"Bagi saya, bus ini meninggalkan banyak kenangan, saat SMA saya setiap hari menggunakan bus Pusaka dari Parung menuju Kemang, Bogor lokasi sekolah saya," kata dia.

Irwan menceritakan sekelumit kenangan yang terjadi di dalam perjalanannya bersama Bus Pusaka. "Cerita nakal-nakalnya anak sekolah gitu lah. Cerita pertemanan, ada juga yang punya cerita cinta di bus itu," kata dia.

Kala itu, Irwan mengenang, Bus Pusaka menjadi moda transportasi tercepat membawa dia ke sekolah karena pilihan belum banyak. Bus itu bahkan lebih cepat dari angkutan perkotaan atau angkot. Di sisi lain, bus ini juga bisa memuat banyak penumpang. "Jadi, teman satu sekolah bisa masuk," kata dia. 

Setelah lulus SMA, Irwan pun masih mengandalkan bus ini untuk aktivitasnya dalam bekerja. Dia harus bolak balik dari rumah ke tempat kerjanya di Cikokol, Tangerang.

"Kalau bisa cepat dan banyak (armada) seperti dulu, ini pasti masih banyak peminat," kata dia. 

Kini, bus legend itu harus kalah bersaing dari kendaraan pribadi dan transportasi online

Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang LegendIDN Times/Muhamad Iqbal

Kini, Bus Pusaka memasuki masa senja. Pengawas trayek 'Pusaka' di Terminal Poris, Asep, mengungkap, bus legendaris itu ditinggalkan karena kalah bersaing.  Pelayanan minim karena armada butuh peremajaan. 

Di sisi lain, penumpang kini punya alternatif. Mereka beralih ke kendaraan pribadi. Jika tidak ada, penumpang bisa memilih transportasi online hingga KRL yang jadwalnya tertata.

"Penumpang pun sudah gak ada. Udah susah," kata Asep kepada IDN Times.

Penumpang yang bekerja, imbuhnya, pasti lebih memilih kereta api yang memang terjadwal dan lebih cepat. Di sisi lain, ongkos kereta api pun relatif murah.  "Orang kerja kan antara pagi dan sore. Antara berangkat dan pulang," kata Asep.

Berdasar aplikasi resmi Kereta Commuter Indonesia, waktu tempuh yang dibutuhkan penumpang dari Stasiun Serpong hingga ke Stasiun Tangerang 1 jam 15 menit. Dengan catatan penumpang tepat waktu berpindah peron Stasiun Tanah Abang dan Duri saat transit.

Jika melihat waktu estimasi, warga Tangsel yang akan ke Kota Tangerang lebih cepat sampai jika menaiki bus Pusaka dibanding KRL yang mengaruskannya memutar ke Jakarta terlebih dahulu.

"Sebenarnya, kalau ramai kayak dulu, enak ya naik mobil. Kalo KRL kan dari Tangsel ke Tangerang mesti ke Duri dulu, lagian di KRL sering berjubel," kata Asep.

Jika mengutip pepatah, kata Asep, trayek bus Pusaka seperti hidup segan, mati pun tak mau.

Kata Asep, tren menurunnya jumlah penumpang trayek ini terjadi dari 2017. Lalu pandemik membuat semua kondisi semakin ambyar. PO satu persatu berguguran hingga kini bus-bus itu dimiliki oleh orang perorangan.

"Selagi ada penumpang anterin kalo engga ada ya sudah mereka diam saja di Pool. Lagi pula sudah perorangan sih, dulu kan PO," kata dia.

Asep menyebut, solusi menghidupkan jalur ini adalah merintisnya dari awal kembali.

Baca Juga: Dinas LH Tangerang Hentikan Operasi Pabrik PT Sinar Logam Indonesia

Kalau ada kajian, intervensi pemerintah bisa menjadi salah satu solusi

Mati Suri Bus Pusaka, Penghubung Tangerang Serpong Bogor yang LegendUji coba bus listrik Transjakarta X Higer berpelanggan (dok. Transjakarta)

Pengamat transportasi publik, Azas Tigor Nainggolan menyebut, solusi penanganan kemacetan adalah perbaikan transportasi publik. Perusahaan transportasi publik, termasuk bus, harus berbenah dan memperbaiki diri dan layanan. 

"Persoalan di angkutan umum itu adalah penumpang. Penumpang tidak ada, ya mereka kembang-kempis. Bisa bangkrut seperti sekarang," kata Tigor kepada IDN Times.

Selain itu, dia juga meminta ada kajian khusus bagi trayek angkutan umum, termasuk bus Pusaka, yang kini kehilangan penumpang. Jika memang trayek ini vital, pemerintah harus turun tangan dan memberi perhatian karena trayek itu bisa menghubungkan kawasan penting. Dia meminta pemerintah lakukan intervensi.

"Apa intervensinya? Mereka dikasih penumpang. Service-nya PO PO yang ada itu dibeli (oleh pemerintah). Kendaraan publiknya harus diperbaiki sistem layananya supaya dia jadi pilihan, soalnya sekarang adalah, bagaimana memeprbaikinya begitu kan," kata Tigor.

Kata Tigor, upaya intervensi yang bisa dilakukan adalah kerja sama antara pemerintah daerah yang dilewati jalur bus itu dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

"Nah pemdanya itu berkoordinasi dengan BPTJ gimana memperbaiki layanan ini. Koordinasi mereka dengan BPTJ," kata Tigor.

Baca Juga: [FOTO] Jalur Kereta Jakarta-Rangkasbitung-Labuan, Dulu dan Kini

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya