Puluhan Sudah Bangkrut, Warteg di Tangerang Bertahan di Masa Pandemik

Mereka yang bertahan hanya memutar modal usahanya

Kota Tangerang, IDN Times – Perpanjangan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali hingga 8 Februari 2021 membuat nasib pemilik usaha warung tegal (warteg) di Kota Tangerang semakin terhimpit.

Musababnya, pembatasan jam operasional membuat mereka semakin sulit menjual dagangan mereka secara optimal.

Baca Juga: Kasus COVID-19 di Banten Terus Melonjak, Gubernur: PPKM Belum Optimal

1. Pandemik menurunkan jumlah pelanggan

Puluhan Sudah Bangkrut, Warteg di Tangerang Bertahan di Masa PandemikIlustrasi warteg (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Mughni, Ketua Komunitas warung Nusantara (Kowantara) Tangerang menyebut, sedari awal pandemik COVID-19 melanda Indonesia pelanggan warung makan berkurang drastis.

“Sangat berdampak sekali ada perpanjangan PPKM,” kata Abdul Mughni, Kamis (28/1/2021).

2. Mereka bertahan agar terus memutar modal usahanya

Puluhan Sudah Bangkrut, Warteg di Tangerang Bertahan di Masa PandemikIlustrasi warteg (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)

Pria pemilik warteg ini mengaku, omzet yang yang didapat selama pandemik COVID-19 berkurang drastis hingga 50 persen lebih dari hari biasanya. Di masa sulit ini, kata dia, para pedagang sulit hanya bertahan agar modal usahanya terus berputar.

“Kita hanya berusaha tetap bertahan sampai keadaan kembali normal, minimal bisa untuk menutupi biaya operasional,” katanya.

3. Puluhan warteg di Kota Tangerang bangkrut

Puluhan Sudah Bangkrut, Warteg di Tangerang Bertahan di Masa PandemikIlustrasi warteg (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Berdasar data pada komunitasnya, diperkirakan ada 20 ribu lebih warteg di Jabodetabek terancam gulung tikar. Namun, menurut Mughni hal itu baru perkiraan atas apa yang akan terjadi ke depan. Di Kota Tangerang sendiri puluhan warteg telah bangkrut.

“Kalau yang sudah tutup di wilayah kota Tangerang baru jumlahnya puluhan ya. Di bawah 50an,” ungkapnya.

Tutupnya warteg disebabkan beberapa faktor. Habisnya masa kontrak, adanya kenaikan harga kontrak yang tidak sesuai dengan kondisi saat ini hingga faktor kalah bersaing dengan menjamurnya warteg modern yang disokong pemodal besar.

“Dan karena penurunan omset yang drastis, yang tidak bisa untuk menutupi biaya operasional dan kontrakan,” katanya.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya