Seniman Tangerang: Hapus Mural Beralasan Vandal, Salah Kaprah!

Mural sempat jadi alat perjuangan di zaman revolusi

Kota Tangerang, IDN Times - Belakangan waktu, mural-mural berisi kritikan di wilayah Tangerang muncul dan tumbuh subur. Hadirnya mural-mural itu linier dengan upaya pemerintah yang menghapusnya.

Tokoh seniman Kota Tangerang, Edy Bonetski menilai tindakan pihak-pihak yang menghapus mural dengan dalih 'mural merupakan tindakan vandal' adalah salah kaprah.

"Kalau bicara itu disebut vandal, buka lagi deh di kamus, Wikipedia atau di Google, vandal itu tindakan yang merusak bangunan-bangunan seni tanpa akal sehat," kata Edy kepada IDN Times, Rabu (1/8/2021).

Baca Juga: Lagi! Mural Berbau Kritikan Muncul di Kota Tangerang

1. Di Tangerang, mural pernah jadi bahan perjuangan di masa revolusi

Seniman Tangerang: Hapus Mural Beralasan Vandal, Salah Kaprah!Mural di tepian Sungai Cisadane, Tangerang tahun 1946 (Dok. ARSIP NASIONAL)

Edy mengatakan, ekspresi kesenian melalui mural di Kota Tangerang memang ramai saat mural Tuhan Aku Lapar, 404 Not Found dan sebagainya.

Namun, imbuhnya, mural sebetulnya sudah hadir jauh waktu sebelumnya, yakni tahun 1946 di era perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.  Waktu itu, para seniman mural membuat mural dengan pesan yang menggelorakan perjuangan.

"Di Tangerang sudah ditemukan mural tahun 46' bulan Juli, tulisannya jangan jual apapun kepada musuh-musuh republik, itu mural zaman revolusi," kata Edy.

Mural sendiri ramai di dekade 2000'an hingga 2011 melalui gelaran pameran seni jalanan.

"Jauh hari sudah berlangsung dari 2002, 2005, 2011 kita membuat pameran street art Tangerang pertama di Tanah Gocap tepian Sungai Cisadane tepatnya Rumah Belajar Keluarga anak langit," kata dia.

Baca Juga: Mural Mirip Presiden Jokowi 404 Not Found Muncul di Kota Tangerang

2. Pihak terkait harus sediakan ruang ekspresi seniman

Seniman Tangerang: Hapus Mural Beralasan Vandal, Salah Kaprah!Mahasiswa jurusan seni yang tergabung dalam Komunitas Mural-Marul melukis mural di Kota Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (13/8/2020). Mereka mengampanyekan penggunaan masker kepada masyarakat selama pandemi COVID-19 (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)

Edy mengatakan, semestinya pihak terkait menyediakan ruang untuk para seniman untuk berekspresi. Bukan malah sebaliknya.

"Kemudian sampai hari ini mural dan grafiti yang menjadikan kanal-kanal kreatif harus disediakan infrastrukurnya," kata dia.

Sesungguhnya, kata Edy, di 2017 Undang-Undang Pemajuan kebudayaan sudah disahkan. Hal itulah yang harus menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyiapkan wadah kesenian.

"Mural penanda, bagaimana hari ini seni publik estetika ruang harus didedahkan secara seksi eksotis dan menyehatkan ragawi jiwa anak muda," kata Edy.

3. Bahkan mengkritik Tuhan dalam kesenian, seperti Iwan Fals, boleh-boleh saja

Seniman Tangerang: Hapus Mural Beralasan Vandal, Salah Kaprah!Instagram/iwanfals

Jadi, kata Edy, apa yang dilakukan oleh para seniman di Kota Tangerang dengan tindakan estetis di ruang publik berupa grafiti dan mural merupakan peristiwa ekspresi.

"Peristiwa ekspresi ini bisa dilihat di lagu Iwan Fals Hey Tuhan. Iwan memprotes Tuhan, bisa aja kok boleh di kesenian mah, Ebiet G Ade ngomong mungkin Tuhan mulai bosan, Iwan bahkan nyanyi manusia setengah dewa, itu bagian dari bentuk ekspresi yang dilindungi oleh UU Pemajuan Kebudayaan," kata dia. 

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya