Tutup Telinga Jalani Hidup, Pengidap HIV/AIDS Tangerang Lawan Stigma 

Salah satu pengidap HIV, AJ, jalani hidup dan berbahagia

Tangerang, IDN Times - Saat IDN Times pertama kali bertemu AJ,  dia tak tampak seperti pasien dan pengidap human immunodeficiency virus (HIV).  Dia tak tampak lemah, lesu, atau pun kondisi lain yang membuat orang sekitarnya khawatir. 

AJ merupakan salah satu dari ratusan warga Kota Tangerang yang mengidap HIV. Kepada IDN Times, AJ bercerita bagaimana dia terkena penyakit yang menyerang kekebalan tubuh itu. 

"Gua dulu narkoba jenis putau, dan gua divonis HIV 2008 sampai sekarang berarti gua 13 tahun, gua (masih) hidup," kata AJ.

Sebagai warga di negara yang memiliki adat khas ketimuran, AJ dan pengidap HIV/AIDS lainnya mendambakan kesehatan mental--selain fasilitas kesehatan mumpuni. Salah satu alasannya, mereka harus menjalani hidup dengan penyakit yang dicap buruk di khalayak.

Baca Juga: Sariawan Gejala Umum HIV/AIDS, Dokter Gigi Jadi Pendeteksi Awal HIV 

Dari keputusasaan karena terkena HIV, AJ akhirnya bisa hidup bahagia

Tutup Telinga Jalani Hidup, Pengidap HIV/AIDS Tangerang Lawan Stigma Ilustrasi: Petugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Saat mengetahui tubuhnya terjangkit HIV pada 2008, AJ sempat kehilangan semangat untuk menjalani hidup. Bahkan, opsi "mengakhiri hidup" sempat terpikir untuk menuntaskan keputusasaannya.

"Di situ gua drop, karena nganggep HIV virus mematikan. Satu hari gua tunggu, gak mati. Dua hari, gua tunggu ga mati," kata dia.

Dari titik penantian kematian itu, justru semangat perlahan timbul dalam benak AJ. Setelah bergumulan batin yang begitu hebat, AJ sampai pada satu titik bahwa HIV merupakan penyakit yang harus 'dikelola'.

"Kalau kita me-manage diri sendiri, pasti kita bisa hidup sehat lagi dan langgeng," kata dia. 

Rasa terkucil karena stigma buruk di tengah masyarakat dan rasa keterasingan berangsur sirna, terutama setelah dia mendapat dukungan moril dari sesama pengidap HIV.

"Gua bergaul dengan teman-teman komunitas, gua tetap berobat gua tetap semangat. Sekarang ini gua punya istri gua punya anak gua punya kerjaan, alhamdulillah," kata dia. 

Dia pun mematahkan anggapan banyak orang yang menyebut, pengidap HIV tidak bisa kerja, tidak bisa nikah, bahkan tidak bisa punya anak. "(Gak) terbukti," kata dia.

Sebagaimana diketahui, semenjak obat ARV atau antiretroviral untuk para pengidap HIV/AIDS beredar di Indonesia, banyak orang yang mengonsumsinya demi mengurangi risiko penularan.

Dalam penelitian yang dibiayai National Institutes of Health (NIH), ARV bisa menekan penularan HIV kepada pasangan yang sehat hingga 96 persen.

"Di masyarakat umum, (pengidap) HIV masih menjadi label kotor. Temen-temen HIV sekarang stigma masih seperti itu. Adanya teman-teman pendamping sebaya untuk mengangkat moril teman-teman agar dia ga terpuruk. Mereka akan didampingi untuk ARV," kata dia.

Sulit hilangkan stigma, sebab warga malu lakukan tes

Tutup Telinga Jalani Hidup, Pengidap HIV/AIDS Tangerang Lawan Stigma ANTARA FOTO/Fauzan

AJ kini merupakan satu dari empat pendamping sekitar 133 pasien HIV/AIDS di Kota Tangerang. Setiap hari, dia melakukan upaya pendampingan kepada para pengidap, dengan mengingatkan mereka untuk minum obat, mengantar cek kesehatan, dan penguatan mental.

Sebagai pengidap, dia mengakui bahwa memang  mengubah stigma buruk para pengidap HIV di tengah masyarakat sangat sulit, bahkan mustahil. Salah satu "cap" yang kerap dia dan pengidap HIV lainnya dapatkan adalah "manusia kotor".

Menutup telinga, menurut AJ, merupakan salah satu cara melawan stigma itu sendiri. "Sekarang sudah ada keseteraan di Dinas Kesehatan. Sudah dibantu oleh pemerintah daerah setempat cuma di masyarakat ada adat ketimuran yang ga bisa kita pahami," kata dia.

Sementara itu, Direktur RSUD Kota Tangerang Taty Damayanty mengungkap, ada 500 lebih pengidap HIV/AIDS yang sudah menjalani perawatan di RSUD Kota Tangerang sejak Oktober 2018. Dari jumlah itu, 60 persen merupakan ibu rumah tangga yang tertular dari suami mereka. 

Sedangkan kebanyakan lelaki mayoritas terpapar akibat hubungan seks berisiko antara lelaki sesama lelaki (LSL). Karena akibat itu, para ibu rumah tangga menjadi salah satu golongan yang rawan terpapar HIV/AIDS.

"Kalau dulu LSL dulu kan murni ya gay. Kalau ini gak, sudah beristri gitu yah. Jadi memang faktor risiko orang yang rawan itu kan seperti itu yah LSL atau yang penjaja seks, kemudian yang kerja-kerja di tempat hiburan," kata Taty kepada IDN Times, beberapa waktu lalu.

Fasilitas kesehatan mumpuni jadi dambaan

Tutup Telinga Jalani Hidup, Pengidap HIV/AIDS Tangerang Lawan Stigma RSUD Kota Tangerang (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Selain dukungan moril, para pengidap HIV juga memerlukan fasilitas kesehatan yang cenderung khusus bagi pasien HIV/AIDS. Fasilitas ini juga penting bagi mereka yang mau skrining diri sendiri.

Beruntung bagi AJ dan rekan komunitasnya. RSUD Kota Tangerang mulai memberikan pelayanan kesehatan yang baik, melalui fasilitas poli khusus HIV. 

Hal itu merupakan upaya pemerintah Kota Tangerang untuk memberikan pemerataan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat. Sebab, mereka yang divonis HIV/AIDS biasanya butuh ada orang yang bisa mendengarkan dan mendampingi mereka.

"Biasanya kalau orang sudah terdiagnosa dengan HIV/AIDS, kan ya pasti ada rasa ingin menghabisi dirinya. Jadi di sinilah kita buka untuk pengobatan-ARV nya. Kemudian juga konseling-konseling," kata Taty Damayanty.

RSUD Kota Tangerang pun melengkapi fasilitasnya. Salah satunya adalah fasilitas persalinan ibu hamil yang mengidap HIV. Hal itu guna mencegah anak di kandungannya ikut terpapar HIV.

"Jadi biasanya, selain kita mengedukasi untuk terus meminum obat juga lahirannya tekniknya beda, wajib caesar. Nah ini tadi tuh kita juga menyediakan fasilitas pasien yang lahiran. Karena kalau dia lahir secara normal itu berisiko tinggi anak akan tertular," jelas Taty.

Baca Juga: Dari 2018, RSUD Kota Tangerang Sudah Rawat 500 Orang Pasien HIV 

Jumlah pengidap HIV merupakan fenomena gunung es

Tutup Telinga Jalani Hidup, Pengidap HIV/AIDS Tangerang Lawan Stigma Ilustrasi: Petugas melakukan tes HIV pada darah seorang warga saat pemeriksaan HIV secara gratis di halaman Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/11/2019). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) memperkirakan orang yang hidup dengan penyakit Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia mencapai 543.100 jiwa pada tahun 2020.

Sementara itu, salah satu dokter RSUD Kota Tangerang yang menangani pasien HIV, Rani Handayani menjelaskan, mayoritas pengidap HIV yang ia tangani adalah pria di usia produktif.

Rani menyebut, angka pasien HIV di Kota Tangerang sendiri merupakan fenomena gunung es.

"Dari 500 itu sebenarnya populasi (pasien) yang paling banyak adalah LSL. Untuk ibu hamil masih di bawah. Tapi walaupun begitu fenomena gunung es itu masih tetap ada. Karena dari kemenkes juga ibu rumah tangga masih mendominasi kasusnya," kata dokter spesialis penyakit mulut ini.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya