Di tengah kegaduhan itu, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banten selaku penyelenggara seleksi dan Dinas Kesehatan Banten yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan dua rumah sakit itu, terkesan saling lempar tangungjawab atas kekisruhan rekrutmen pegawai tersebut.
BKD Provinsi Banten mengklaim pihaknya sudah melaksanakan proses seleksi pegawai sesuai ketentuan. Meskipun begitu, mereka tidak menampik adanya kekeliruan dalam proses pemberian nilai afirmasi kepada peserta.
Alhasil, BKD mengoreksi nilai afirmasi kepada 159 peserta yang diumumkan pada 9 Mei 2025 lalu. Dari 159 peserta itu, 46 diantaranya terdampak dengan nilai mereka tergeser oleh peserta lainnya dan terancam gugur.
"Tentu kami punya aturan main, bahwa jika ada sesuatu hal yang tidak selaras aturan main, sesuai pengumuman ketentuan, kalau ditemukan dokumen yang tidak sesuai dipersyaratkan, walaupun sudah lulus, itu dibatalkan. Jadi pijakan kami asas keadilan," kata Kepala Bidang Pengadaan, Pemberhentian, Kinerja, dan Disiplin pada BKD Banten, Aan Fauzan Rahman.
Mengenai pegawai yang sudah tanda tangan kontrak, tapi dibatalkan, menurut dia, itu bukan ranah BKD, melainkan ranah Dinkes Banten. "Khususnya pihak RSUD sebagai pihak pelaksana," kata dia.
Untuk pemberkasan sampai penandatangan kontrak, imbuhnya, itu ranah Dinkes dan rumah sakit.
Pihaknya mengakui sudah mewanti-wanti Dinkes Banten untuk tidak melakukan kontrak kerja terlebih dahulu, sebelum proses rekrutmen pegawai clear 100 persen. "Karena kami ingin menghindari adanya rekan-rekan yang sudah bekerja, tapi ternyata tersanggah, dan akhirnya gugur. Kan ga enak," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti tidak ingin disalahkan atas kegaduhan itu. Ia pun enggan mengomentari terkait adanya kekisruhan rekrutmen pegawai di dua RSUD milik Pemprov Banten tersebut.
"Bukan urusan gue," kata Ati sambil pergi menghindari pertanyaan wartawan.