Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman Banten, Zainal Muttaqin mengatakan, pelanggaran ini akan sangat mempengaruhi standar pelayanan sekolah. Siswa menjadi pihak yang dirugikan karena tidak bisa menerima proses pembelajaran yang ideal akibat kelas yang overload.
“Ada sekolah yang memaksakan sampai lebih 50 siswa per kelas. Bahkan, ada sekolah akhirnya menggunakan ruang laboratorium atau perpustakaan sebagai kelas,” kata dia.
Zaenal mengungkapkan, kesemrawutan penyelenggaraan PPDB terjadi lantaran pejabat di Banten--mulai dari aparat penegak hukum hingga instansi yang berkaitan langsung dengan PPDB--belum punya komitmen asas pelaksanaan yang objektif, transparan, akuntabel dan non-diskriminasi.
Akhirnya terjadi penyelewengan wewenang, praktik pungli, hingga menambah jalur penerimaan di luar PPDB untuk mengakomodir siswa-siswa pihak yang punya kepentingan politik maupun materil.
“Banyak orangtua jadi korban ketika mereka harus bayar sejumlah uang agar anaknya masuk. Ini bukti permisifnya Dindik atau sekolah terhadap praktik yang melanggar ketentuan dan asas PPDB,” katanya.