Ilustrasi media sosial. (dok. samsung.com)
Di tengah kecanggihan dan pesatnya teknologi, dunia maya menjadi pedang bermata dua. Dia bisa membawa manfaat, tapi di sisi lain, dunia maya pun menimbulkan bahaya yang merugikan.
Dua tersangka penculikan dan pembunuhan bocah Dewa di Makassar, melihat informasi soal jual beli organ ini situs penyedia layanan beli organ tubuh yang tersedia di mesin pencari asal Rusia, yakni Yandex.
Dosen psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM) Basti Tetteng menyebut kasus tersebut harus jadi perhatian serius semua pihak, terutama orangtua yang masih punya kontrol terhadap anak.
"Ini kasus langka, ada pelaku penculikan disertai pembunuhan dengan bermaksud mengambil dan mau menjual organ tubuh korban," kata Basti dalam keterangannya kepada IDN Times, Kamis (12/1/2023).
Dari kasus tersebut, Basti menegaskan, literasi digital dan internet secara positif menjadi hal penting.
"Literasi internet sudah sangat mendesak dilakukan secara intensif dan massif bagi remaja. Khususnya berkaitan soal konten ancaman pidana bagi penjual ilegal organ tubuh maupun ancaman pidana bagi kejahatan lainnya," katanya.
Basti melanjutkan, kasus pembunuhan itu terjadi, antara lain karena kurangnya pengawasan orangtua terhadap penggunaan internet pada remaja maupun anak. Tidak ada filter atau pembatasan terhadap konten yang bisa mereka serap.
"Tentu hal ini sangat memprihatinkan dan patut menjadi perhatian kita semua. Ini kan pelaku tergiur dengan harga organ tubuh yang relatif tinggi di internet, lalu mereka tega membunuh anak," ungkapnya.
Basti melanjutkan, literasi digital juga perlu dibarengi pembinaan mental, terutama bagi remaja yang mengalami masalah psikologi, seperti stres, galau, atau gelisah.
"(Mungkin) karena faktor ketiadaan atau kemiskinan. Karena kan kebanyakan pelaku kejahatan seperti penjualan organ tubuh secara ilegal dilakukan oleh mereka yang tidak mampu secara ekonomi," kata Basti.
Sebelumnya Kapolrestabes Makassar Kombes Budhi Haryanto mengatakan penculikan dan pembunuhan bocah Dewa dipicu konsumsi konten internet negatif. Kaporestabes menegaskan bahwa dua pelaku tidak punya serta tidak terlibat jaringan penjualan organ tubuh manusia.
Menurut Budhi, kejadian itu juga dipicu latar belakang ekonomi. Dua pelaku yang masih remaja disebut ingin membuktikan kepada orangtuanya bisa mencari uang. "Makanya dilakukan perbuatan tersebut. Perkara ini bukan jaringan penjualan organ tubuh, melainkan karena mengkonsumsi konten internet negatif, sehingga dipraktikkan," ucap Budhi pada konferensi pers, Selasa (10/1/2023).
Indikasi dua pelaku tidak terkait jaringan penjualan organ tubuh adalah mereka tidak tahu mayat korban diapakan. Mereka juga tidak tahu siapa yang bisa membeli, meski korbannya sudah tewas.
"Makanya sempat kebingungan ketika korban sudah meninggal, mau diapai ini. Makanya dibuang," kata Kapolrestabes.
Sementara itu, Kasubdit III Ditreskrimum Polda Bali, AKBP Endang Tri Purwanto menyampaikan agar orangtua tidak terlalu vulgar meng-upload foto-foto aktivitas anaknya di media sosial. Hal itu dapat mengundang pelaku kejahatan karena mereka melihat ada kesempatan.
“Jangan terlalu sering sharing media sosial kehidupan anak-anak kita. Karena dengan kita share di media sosial, akan mudah dibaca dan di situlah terlihat kebiasaan-kebiasaan kita,” ungkapnya.
Pihak kepolisian juga mengingatkan pentingan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) di area aktivitas anak. Cara ini terbukti membantu pengungkapan laporan kejadian.
Dalam berbagai kesempatan, kepolisian juga selalu mengingatkan larangan penyebaran isu tidak benar alias hoaks. Jika tetap membandel, penyebar hoaks bisa dijerat dengan pasal segudang.
Dikutip dari laman Kominfo.go.id, penyebar hoaks bisa dikenakan sejumlah pasal yang ada di KUHP, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.
Penyebar hoaks di dunia maya juga bisa dikenakan ujaran kebencian yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP.
Ujaran kebencian ini meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.
Baru-baru ini, surat edaran Kades dan Sekdes Badrain, Kecamatan Narmada, Lombok Barat mengenai imbauan soal penculikan anak sempat viral dan menyebar di grup WhatsApp dan media sosial pada Februari 2023.
Dalam surat edaran itu, diterangkan bahwa telah terjadi percobaan penculikan atau pencurian anak, pada 1 Februari 2023, pukul 13.30 Wita di Dusun Medain Barat, Desa Badrain, Kecamatan Narmada. Oleh karena itu, sekolah dan masyarakat diimbau untuk mengawasi aktivitas anak di luar rumah.
Surat edaran itu tampak ditandatangani Kades Badrain Romi Purwandi, serta ada stempel Kades Badrain. Keduanya kemudian dipanggil ke kantor polisi karena surat edaran itu dinilai menimbulkan keresahan masyarakat.
"Kemarin kami masih melakukan pendalaman terkait keterangan-keterangan tambahan, disuruh wajib lapor dulu," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol Kadek Adi Budi Astawa, Kamis (9/2/2023).
Kadek menjelaskan, perbuatan Kades dan Sekdes Badran tidak masuk dalam kategori tindak pidana. Termasuk dari tanda tangan kepala desa yang di-scan oleh Sekdes. Namun masih dilakukan pendalaman lagi.
"Kalau dari sisi pemalsuan tanda tangannya sih tidak masuk. Karena sudah ada izin dari yang punya tanda tangan," ungkap Kadek.
Sedangkan dari sisi hoaks isu penculikan anak, terdapat unsur tindak pidana. Akan tetapi, penculikan itu tidak bisa dibuktikan, sehingga, untuk sementara mereka hanya dikenakan wajib lapor kepada polisi.
Berikut merupakan petikan isi pertimbangan UU Perlindungan Anak:
a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;
b. bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia;
Negara ini sudah memiliki berbagai instrumen perlindungan anak, bahkan sejak dalam Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945. Pertanyaannya, bagaimana penerapan di lapangan agar kekerasan terhadap anak bisa ditekan?
Tulis komentar kamu di bawah ya.
Ini merupakan artikel kolaborasi hyperlocals IDN Times dengan tim penulis: Dahrul Amri Lobubun, Rangga Erfizal, M Iqbal, Khusnul Hasana, Muhammad Nasir, Khaerul Anwar, Rohmah Mustaurida, Bambang Suhandoko, Ayu Afria Ulita Ermalia, Dini Suciatiningrum, Tama Wiguna, Muhammad Nasir