Sifan menegaskan bahwa akar dari korupsi dana hibah ponpes terletak pada persetujuan anggaran dan juga calon penerima yang tidak diverifikasi terlebih dahulu.
"Dengan demikian, perlu dibuka pengusutan kembali terkait pihak-pihak yang terlibat," katanya.
Sifan mendorong Kejagung kembali mengusut semua pihak yang terlibat dalam kasus korupsi dana hibah Ponpes 2020."supaya menciptakan pemerintahan Banten yang bebas dari KKN," katanya.
Sementara itu Deputi Direktur Pattiro Banten, Amin Rohani, mengatakan turut prihatin atas dugaan keterlibatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten dalam kasus Hibah Pondok Pesantren 2020. Dalam konteks ini, perlu melihat beberapa aturan yang relevan, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU 23/2014) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 33 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Berdasarkan UU 23/2014, Sekretaris Daerah (Sekda) mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu kepala daerah (gubernur/bupati/walikota) dalam koordinasi penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan," katanya.
Sementara itu, Permendagri Nomor 33 Tahun 2019 menegaskan peranan Sekda sebagai Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). TAPD bertanggung jawab menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang mencakup komponen hibah, seperti halnya hibah Pondok Pesantren.
"Oleh karena itu, dugaan keterlibatan Sekda dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai akuntabilitas dan transparansi dalam proses perencanaan anggaran," katanya.
Dalam konteks ini, sangat penting untuk mendalami dugaan keterlibatan Sekda yang saat itu dijabat Al Muktabar terkait penyimpangan dalam proses perencanaan hibah Pondok Pesantren 2020. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah dan masyarakat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang serta memastikan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan.
"Dengan mempertimbangkan ketiga aspek ini, kita dapat meningkatkan tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan, partisipatif, dan akuntabel, yang pada gilirannya dapat mengurangi risiko penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan kepercayaan masyarakat," katanya.