Sampah di TPA Cipeucang Tangsel (IDN Times/Muhamad Iqbal)
Sementara di Kota Tangsel, wacana pembangunan PSEL sebagai solusi persoalan habisnya daya tampung TPA Cipeucang sudah ada dari era Wali Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany yang memimpin Tangsel hingga tahun 2021. Di zaman Airin, proyek tersebut tak pernah terwujud, hingga pada tahun 2024 di era Benyamin Davnie proyek tersebut kembali mencuat.
Progres proyek ini ditandai dengan surat penetapan pemenang lelang proyek telah diterbitkan oleh Pemkot Tangsel pada 21 Maret 2025. Wakil Wali Kota Tangsel, Pilar Saga Ichsan menyatakan, PSEL Tangsel akan dibangun di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan diproyeksikan mampu mengolah 1.100 ton sampah per hari, terdiri dari 1.000 ton sampah baru dan 100 ton sampah lama.
Teknologi yang digunakan berstandar Eropa, ramah lingkungan, tanpa bau, tanpa limbah, serta menghasilkan listrik sebesar 19,6 megawatt per jam yang akan dijual ke PLN.
Selain mendukung energi terbarukan, proyek ini juga menjawab tantangan pengelolaan sampah di Tangsel yang terus meningkat hingga 3,2 persen per tahun, lebih tinggi dari rata-rata nasional.
"Jadi kami juga mengantisipasi dalam beberapa tahun kemudian ini mungkin ada eskalasi, kita ada penambahan kapasitas kembali, tapi kita sudah hitung semuanya," kata dia.
Adapun mengenai skema pembiayaan PSEL mengacu pada aturan Kementerian Keuangan, dengan maksimum tipping fee Rp500.000 per ton. Namun hasil kajian menyebutkan kebutuhan biaya pengolahan mencapai Rp529.000 per ton. Skema pembagian antara pusat dan daerah akan difinalisasi usai studi kelayakan selesai.
Sebagai solusi jangka pendek sebelum PSEL beroperasi, Pemkot Tangsel juga telah menyiapkan lokasi pembuangan sementara di kawasan Cipeucang dan menjalin kerja sama pembuangan sampah dengan daerah lain seperti Pandeglang, Lebak, Tangerang, hingga wilayah Jawa Barat.