IDN Times/Maya Aulia Aprilianti
Sementara itu, Made Agus Mahendra Inggas, dokter spesialis bedah saraf Siloam Hospital Lippo Village mengatakan, proses pemasangan elektroda pada pasien diawali dengan pemeriksaan MRI. Pasalnya, hal tersebut membantu dokter menentukan area yang akan diberikan stimulasi.
"Prosedur berikutnya adalah pemasangan frame penyangga kepala, ini akan membantu mengamankan kepala pasien agar dapat dilakukan pemetaan otak yang lebih tepat," jelasnya.
Setelah frame dipasang, dokter akan melakukan pemetaan otak, hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi trajectories, di mana untuk menentukan rute yang tepat untuk memasukkan elektroda ke otak sehingga dapat dilakukan stimulasi. Prosedur ini dilakukan dengan pasien yang sadar penuh sehingga bisa diketahui perubahan terhadap pasien.
"Dokter akan memasukkan elektroda DBS ke otak melalui lubang kecil pada tengkorak. Elektroda kemudian dipasang melalui sebuah tabung khusus yang memungkinkan dokter untuk memasang elektroda tersebut dengan tepat dan terkendali," ungkapnya.
Setelah elektroda dipasang, dokter akan mengaktifkan stimulator yang berperan untuk mengirimkan sinyal elektrik yang melalui elektroda ke otak dan mempengaruhi sistem saraf yang mengendalikan gerakan.
"Dokter akan menentukan frekuensi optimal dan arus listrik yang diperlukan untuk mengendalikan gejala Parkinson," jelasnya.
Selanjutnya, pasien akan dimasukkan ke ruang pemulihan untuk dipantau oleh dokter dan tim medis. Pasien akan menjalani beberapa sesi pemrograman dan disarankan untuk melakukan beberapa aktivitas fisik saat tangan dan kaki distimulasi oleh DBS.
"Berdasarkan data, tingkat keberhasilan prosedur ini sebesar 70-80 persen, namun tidak semua rumah sakit bisa melakukan tindakan ini, Siloam Hospital Lippo Village salah satu yang memiliki fasilitas dan kompetensi tenaga medis," ungkapnya.