Peninggalan jalur nonaktif Rangkasbitung-Labuan (Dok. Pribadi/Yusril Rizky Pratama)
Sebelumnya, Nurcahyo Mukardi--akademisi yang dilibatkan dalam proyek reaktivasi jalur KA nonaktif Rangkasbitung-Labuan dan Saketi-Bayah-- mengungkap bahwa jalur bersejarah tersebut sudah siap secara Amdal sejak tahun 2018.
Khusus pada jalur KA Rangkasbitung-Labuan, railbed atau jalur rel dianggap masih sangat mumpuni untuk kembali diaktifkan. Apalagi bentuk railbed dan bekas-bekas jalur tersebut masih jelas.
"Lahan yang dimiliki dari zaman Belanda itu sudah dinyatakan cukup, untuk pembebasan lahan dalam arti tanah baru diakuisisi itu tidak ada, yang ada menertibkan kembali lahan sudah dari pemukiman berdiri di atasnya," kata Nurcahyo kepada IDN Times, Jumat (13/1/2023).
Staf pengajar Politeknik Negeri Bandung pada Departemen Teknik Kimia ini mengungkapkan, sebetulnya tak ada kesulitan jika nantinya proyek fisik dilakukan. Hanya saja, ada beberapa titik jalur yang kini menjadi jalan raya di wilayah Rangkasbitung.
"Karena railbed Rangkasbitung-Labuan sudah jelas, maka tidak perlu lagi merancang jalur. Rancangan jalurnya itu saja, tapi pas di tengah kita baru tahu ada sebagian jalur di Rangkasbitung yang menjalan besar sehingga harus direlokasi," kata dia.
Nurcahyo mengungkapkan, jalur ini kemungkinan belum langsung dielektrifikasi dan kalaupun direaktivasi kereta pada jalur ini standar dengan lokomotif diesel.
"Desain tekanan gandanya 15 ton kok. Memang ada konsep feeder untuk Rangkasbitung, tapi waktu itu ada ide begini, fungsi Labuan dan Tanjung Priok itu rupanya dua sentra ikan yang saling bergantian. Kereta ini bisa angkut barang," kata dia.
Dijelaskan Nurcahyo, setelah Amdal sudah diselesaikan maka tahap selanjutnya adalah pembebasan lahan, relokasi pemukiman, dan diikuti dengan konstruksi fisik.