Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Humas BKPP Tangsel
Humas BKPP Tangsel

Intinya sih...

  • Proyek properti dominasi ruang kota

  • Struktur ruang Tangsel terlalu dipengaruhi ekspansi kawasan komersial raksasa

  • Pembangunan properti masif, tapi infrastruktur publik tertinggal

  • RTRW harus memastikan akses publik dan mitigasi bencana

  • Tanpa tata ruang yang kuat, risiko banjir, urban heat island, dan macet akan semakin meluas

  • RTRW harus memperkuat transportasi massal, jalur pedestrian, drainase makro, jaringan situ dan sungai

  • Mendesak Pemkot dan DPRD transparan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangerang Selatan, IDN Times – Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tangerang Selatan kembali menjadi sorotan publik. Pengamat kebijakan publik sekaligus akademisi Universitas Islam Syekh Yusuf (Unis), Adib Miftahul menegaskan bahwa RTRW yang sedang dibahas Pemkot dan DPRD harus benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan pada kepentingan oligarki.

Oligarki yang dimaksud Adib termasuk pengembang properti besar yang selama ini mendominasi arah pembangunan kota. “RTRW itu bukan dokumen untuk memanjakan pemodal besar. RTRW harus dibuat untuk melindungi warga, memastikan keberlanjutan kota, dan mencegah dominasi kepentingan oligarki properti yang selama ini sangat kuat di Tangsel,” ujarnya saat dihubungi IDN Times, Rabu (26/11/2025).

Menurut Adib, RTRW merupakan fondasi utama pembangunan jangka panjang kota, sehingga setiap keputusan tata ruang akan berdampak langsung pada persoalan mendesak warga seperti banjir, kemacetan, ketersediaan ruang terbuka publik, hingga akses hunian yang terjangkau.

1. Proyek properti dinilai terlalu mendominasi ruang

ilustrasi perumahan (pexels.com/Get Lost Mike)

Adib menilai, struktur ruang Tangsel selama satu dekade terakhir terlalu dipengaruhi ekspansi kawasan-kawasan komersial raksasa seperti perumahan premium, pusat bisnis, dan apartemen. Akibatnya, kebutuhan dasar publik seperti ruang hijau, drainase memadai, jalur evakuasi kebencanaan, transportasi publik, dan akses jalan lokal tak berkembang seimbang.

“Selama ini arah pengembangan kota tidak seimbang. Pembangunan properti masif, tapi infrastruktur publik tertinggal. Banjir berulang, kemacetan semakin parah, dan ruang hijau makin menipis. Itu jelas tanda tata ruang kita dikendalikan oleh kepentingan segelintir pemain besar,” katanya.

Adib menegaskan bahwa revisi RTRW harus memperbaiki kesalahan struktural tersebut dan memastikan tidak ada pasal yang membuka celah bagi “pasar bebas ruang” yang menguntungkan korporasi namun merugikan warga.

2. RTRW harus memastikan akses publik dan mitigasi bencana

Banjir di wilayah Tangerang Selatan pada 18 November 2025 ( ANTARA FOTO/Putra M. Akbar)

Ia mengingatkan, bahwa Tangsel adalah kota yang tumbuh cepat, penuh perumahan padat, namun punya ancaman serius, seperti banjir, urban heat island, penurunan muka tanah, dan macet kronis. Tanpa tata ruang yang kuat, risiko itu hanya akan semakin meluas.

“RTRW harus memperkuat transportasi massal, jalur pedestrian, drainase makro, jaringan situ dan sungai, serta ruang terbuka hijau minimal 30 persen. Itu kebutuhan dasar warga Tangsel, bukan keinginan elite,” ujarnya.

Adib juga mengingatkan bahwa publik wajib dilibatkan dalam penyusunan RTRW, bukan hanya pengembang atau asosiasi bisnis. “Partisipasi publik itu penting. Warga punya hak menentukan arah ruang hidupnya. Jangan sampai RTRW hanya jadi ruang lobi pengembang besar, lalu masyarakat hanya menerima dampaknya — banjir, macet, dan lingkungan makin rusak,” tegasnya.

3. Adib juga mendesak Pemkot dan DPRD Tangsel transparan

Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie menjawab kritik artis Leony Vitria soal anggaran (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Adib mendesak, Pemkot Tangsel dan DPRD membuka semua dokumen dan tahapan pembahasan revisi RTRW secara transparan.

“Transparansi itu wajib. Jangan ada pasal yang secara diam-diam menguntungkan satu pihak. Semua perubahan zonasi harus dapat dijelaskan secara ilmiah dan berbasis kepentingan publik,” katanya.

Ia berharap proses revisi RTRW kali ini menjadi momentum memperbaiki arah pembangunan Tangsel agar lebih inklusif, manusiawi, dan berkelanjutan.

“Tangsel ini kota besar, bukan komoditas. Tata ruangnya harus melindungi masa depan warganya, bukan hanya mempercantik laporan investor,” kata dia.

Editorial Team