Ilustrasi karya Willem Steelink Jr. tentang suasana pertempuran dalam Pemberontakan Trunojoyo (1674-1680) di Jawa Timur dalam buku cerita De kroon van Mataram (The Crown of Mataram) karya J. Hendrik van Balen yang terbit pada tahun 1890. (Wikimedia Commons)
Berdasarkan tulisan Suharto berjudul Revolusi Sosial di Banten, 1945-1946: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Dampaknya (FIB UI: 1996), semenjak residen Banten era Jepang, Tirtasuyatna melarikan diri dari Banten Jabatan residen menjadi kosong, penunjukan sebagai gantinya belum dilakukan, sedang pejabat tinggi yang ada--yaitu Bupati Serang Raden Hilman Jayadiningrat-- tidak berani mengambil alih tanggung jawab sebagai residen.
Atas desakan Pemuda Angkatan Pemuda Indonedia diadakan perundingan dengan para tokoh masyarakat Kabupaten Serang antara lain KH Akhmad Khatib, KH Syam’un dan Zulkarnain Surya Kartalegawa.
Dalam perundingan itu, para pemuda mengusulkan kepada Pemerintah RI agar segera mengangkat Akhmad Khatib sebagai Residen Banten dan Syam’un menangani urusan militer.
Akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1945, Akhmad Khatib diangkat sebagai Residen Banten oleh pemerintah pusat melalui sebuah telegram.
Setelah Akhmad Khatib diangkat menjadi residen, yang pertama dilakukan adalah menyusun aparat bawahannya. Untuk membantu kelancaran pemerintahan, Khatib menunjuk Zulkarnaen Surya Kartalegawa sebagai wakil residen.
Sedangkan untuk jabatan bupati di daerah itu, Khatib meminta pada para bupati lama untuk sementara tetap dalam jabatannya. Pertimbangannya, dalam masa transisi, para bupati lamalah yang lebih mengetahui administrasi pemerintahan di daerah masing-masing.
Para Bupati itu adalah R Hilman Djajadiningrat sebagai Bupati Serang, Mr Djumhana sebagai Bupati Pandeglang dan R.Hardiwinangun sebagai Bupati Lebak.
Pada suatu hari, sekitar pukul 10.00 pagi, pada waktu di keresidenan berkumpul Akhmad Khatib, Syam’unm dan Abdul Hadi, datang rombongan yang menamakan diri Dewan Rakyat pimpinan Ce Mamat.
Dengan ancaman kasar, mereka memaksa residen untuk membatalkan surat pengangkatan aparat pemerintahan di seluruh Keresidenan Banten dan agar menggantinya dengan orang-orang yang ditunjuk oleh Dewan Rakyat.
Karena serangan yang tiba-tiba dan ancaman itu, Residen terpaksa menyetujui keinginan Dewan Rakyat itu.