Ilustrasi KPPS sedang memeriksa surat suara (ANTARA FOTO/Jojon)
Melihat fenomena ini, Aktivis Hak Asasi Manusia yang merupakan mantan Koordinator KontraS, Haris Azhar mengatakan, terhitung hingga Sabtu kemarin, KPU mencatat ada 440 orang petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal (554 orang jika termasuk petugas Panwaslu dan Kepolisian), 3.788 orang terbaring sakit, dan sekurangnya 7 petugas mengalami keguguran usai bertugas di Tempat Pemungutan Suara pemilu serentak 2019.
"Menurut KPU, usai Pileg 2014 ada setidaknya 144 anggota KPPS yang meninggal dunia. Jumlahnya ini amat jauh di bawah angka korban Pemilu tahun ini. Perlu diingat bahwa pelaksanaan Pemilu 2014 berlangsung tidak serentak. Pileg dilakukan pada 9 April 2014, sedangkan Pilpres menyusul pada 9 Juli. Pemisahan ini tentu berujung pada beban kerja yang berbeda pula," Kata Azhar kepada IDN Times, Senin (13/5).
Celakanya, lanjut Azhar, melihat perbandingan aturan dan ketentuan di 2014 dan 2019, tidak ditemukan perubahan berarti, baik dari jumlah petugas, tugas dan wewenang, jaminan hak, jaminan kesehatan hingga aturan khusus yang dapat melindungi petugas KPPS dari risiko yang mungkin muncul dalam pelaksanaan Pemilu serentak.
"Di sini kita tentu bertanya-tanya. KPU harusnya mengetahui betul bahwa beban tugas KPPS di Pemilu serentak akan berkali lipat lebih berat dari Pemilu 2014. Lantas mengapa tidak ada perubahan signifikan pada peraturan yang menjadi landasan kerja KPPS di lapangan? Mengapa hal krusial ini luput dibenahi sehingga pelaksanaan pesta demokrasi yang seharusnya semarak malah menghasilkan “martir-martir”? Dan yang paling krusial, apakah para peserta pemilu, yang juga anggota parlemen tidak menghitung risiko dan dampak yang akan muncul dalam pemilu serentak ini?" kata dia.