Menanggapi pernyataan kuasa hukum Timothy, korban SF mengaku heran. Karena ia mengaku sudah kenal cukup lama dengan orang yang dituding telah menipunya.
Ia menceritakan, penipuan yang menimpa dia bermula ketika ia mengenal Timothy pada Agustus 2018.
Saat itu, Timothy kerap menceritakan kesuksesannya dalam mengelola dana investasi di perusahaan Black Boulder Capital. Hal itu dibuktikan dengan maraknya pemberitaan tentang Timothy Tandiokusuma yang telah berhasil mengelola dana investasi hingga Rp1,2 Triliun.
Desember 2018, SF akhirnya melakukan Kontrak Perjanjian Investasi yang pertama dengan Timothy. Dalam kontrak selama 1 tahun itu, korban mengeluarkan dana kelolaan Rp1,2 miliar yang kemudian terus bertambah hingga di bulan April 2020 nilai investasinya sudah mencapai Rp13,2 miliar, belum termasuk bunga yang dijanjikan, yaitu sebesar hampir Rp7 miliar.
Kepercayaan SF mulai pudar setelah kewajiban Timothy membayar bunga investasinya terhenti di bulan November tahun 2019 silam. Timothy juga mengirimkan surat kepada para investor mengenai kondisi bisnis saat pandemik COVID-19.
Dalam surat itu ia mengajukan permohonan auto extend kontrak-kontrak yang habis di bulan Maret 2020. Kemudian 6 lembar cek jaminan pembayaran pokok investasi yang diberikan Timothy juga tidak bisa dicairkan karena nasabah pemberi cek ternyata telah diblacklist bank yang bersangkutan.
"Makanya saya heran kok pengacaranya tidak mengenal kliennya sendiri. Timothy Tandiokusuma yang saya kenal itu yah CEO-nya Black Boulder Capital. Orang yang sama. Padahal di media massa kan sudah banyak beritanya. Di Youtube juga ada wawancara dia. Kalau gak salah judulnya ‘Anak Rantau yang punya 15 perusahaan, dan aset 1 Triliun’ loh’,” kata SF dalam keterangan tertulis.
Karena itu ia menyayangkan pengakuan pengacara Timothy yang seakan belum mengenal betul kliennya. Padahal jika saja ia banyak membaca berita di media massa, tentu saja ia pasti mengenali wajah Timothy Tandiokusuma, CEO Black Boulder Capital.