Lokasi penambangan emas di TNGHS (IDN Times/Khaerul Anwar)
Saat mengunjungi wilayah Desa Ciladaeun, IDN Times sempat melihat bengkel-bengkel pengolahan emas secara tradisional. Emas-emas itu diambil oleh para penambang emas liar di punggung pegunungan Halimun Salak, tak jauh dari desa.
Pantauan IDN Times, dalam aktivitasnya para penambang tak hanya membuat terowongan tapi juga menebang hutan untuk membuat penahan terowongan yang dalamnya bisa ratusan meter.
Ulah manusia inilah yang menjadi salah satu faktor memperparah banjir bandang Lebak 2020. Dalam kunjungannya ke Lebak usai bencana itu, Presiden Joko "Jokowi" Widodo bahkan menyebut bahwa penambang emas yang membuka hutan dengan menebang pohon itu lah yang jadi penyebab utama bencana kala itu.
Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, banjir dan longsor yang terjadi di Lebak, memiliki penyebab yang sangat erat dengan eksplorasi alam di wilayah itu. Banjir, kata dia, memang muncul utamanya karena curah hujan yang tinggi di lokasi, dan di hulu sungai.
Saat hujan lebat itu, tidak ada pepohonan yang menahan air dan membuat air meresap ke dalam tanah, sehingga dia mengalir sebagai air permukaan.
Saat hujan lebat itu, tidak ada pepohonan yang menahan air dan membuat air meresap ke dalam tanah, sehingga dia mengalir sebagai air permukaan.
Sementara longsor yang berada di kaki gunung itu jauh dari sumber air yang terkena hujan lebat di atas gunung. Longsor itu, Sukmandaru memperkirakan, disebabkan beberapa faktor.
Pertama, curah hujan yang tinggi, "airnya banyak di situ". Kedua, tanah tidak mampu untuk menahan air dalam jumlah besar itu. "Sehingga waktu ada resapan-resapan air atau guyuran hujan, mereka akan mendorong tanah atau batuan yang di atas yang pada kontur lebih tinggi, akan jatuh ke bawah," kata Sukmandaru kepada IDN Times.
Sukmandaru melanjutkan, penambang-penambang ini menambah faktor penggundulan hutan karena mereka harus menebang pohon-pohon untuk aktivitas penambangan liar itu. Dampaknya, air yang harusnya bisa ditahan di atas menjadi mengalir di air permukaan.
Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar memiliki perspektif lain. Dia menilai, para penambang emas liar bermunculan sebetulnya merupakan dampak kegagalan pemerintah dalam memberikan alternatif sumber perekonomian yang baru.
"Tidak ada satu orang pun yang kemudian memilih satu pekerjaan yang dia tahu, dia mendapat keuntungan, tapi di saat yang sama memberikan efek berbahaya untuk dia," kata Melky.
Jika pemerintah hadir di sana, masyarakat akan sadar bahwa tambang itu bukan sumber penghasilan yang menguntungkan, tapi malah akan merugikan dirinya serta anak cucunya. "Mestinya pemerintah menyiapkan sumber alternatif perekonomian kepada masyarakat," kata dia.
Solusinya seharusnya, lanjut Melky, sebelum masuk ke konteks penegakan hukumnya, yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi seluruh persoalan. Lalu yang kedua yang paling penting adalah mesti ada pemulihan. Pemulihan ini terkait dengan kondisi lingkungan atau kondisi sosial akibat konflik.
"Karena ini kan pertarungan mempertahankan perut masing-masing. Yang mestinya dilakukan juga oleh pemerintah adalah memastikan penegakan hukum ini harus berefek jera terhadap perusahaan atau pihak-pihak yang punya kekuatan besar yang terbukti berkontribusi dengan praktek penghancuran yang terjadi di Lebak, Banten," kata dia.