Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Vape Sama Bahayanya dengan Rokok Konvensional

Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Lippo Village, Allen Widysanto (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Tangerang, IDN Times - Tren Vape atau rokok elektrik saat ini sedang menjamur, khususnya di kalangan anak muda. Alasannya, Vape sempat digadang-gadang bisa menggantikan rokok konvensional namun lebih sehat dan tidak berbahaya bagi kesehatan.

Namun, Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Lippo Village, Allen Widysanto mengungkapkan, hal tersebut tidaklah benar. Vape tetap memiliki bahaya yang sama bahkan lebih besar dari rokok konvensional.

"Vape itu bisa menyebabkan popcorn lung, jadi saat difoto toraks akan terlihat seperti popcorn bronkiolus dan itu malah lebih berbahaya," kata Allen.

1. Vape menyebabkan penggunanya memiliki paru-paru yang rusak

Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Lippo Village, Allen Widysanto (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Allen mengungkapkan, penggunaan Vape bisa menyebabkan bronkiolus atau saluran udara terkecil meradang dan menyebabkan kerusakan permanen fungsi paru-paru. Hal ini, akan membuat penderitanya tetap hidup lama namun terasa menyiksa dan menyakitkan.

"Pengguna Vape bisa hidup lebih lama dari pada pengguna rokok konvensional, tapi akan tersiksa karena saluran bronkiolusnya meradang sementara rokok konvensional lebih besar berpotensi terkena kanker paru," jelasnya.

Hal tersebut lantaran, adanya paparan bahan kimia seperti diasetil dan 2,3-Pentanedion. Apalagi, Vape juga biasanya mengandung perisa yang mengandung senyawa lain, misalnya logam berat seperti kadmium, arsenik, merkuri, dan nikel yang merupakan agen karsinogenik.

"Apalagi jika penggunaanya berkepanjangan," jelasnya.

2. Ini gejala popcorn lung dan kanker paru

Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Lippo Village, Allen Widysanto (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Allen mengungkapkan, gejala dari popcorn lung maupun kanker paru memang tidak khas. Yakni, batuk pilek berulang, nyeri dada dan sesak napas, maupun batuk darah.

"Lalu, juga ada demam, lemas, penurunan berat badan, berkeringat pada malam hari, sulit tidur, iritasi hidung, mata, dan mulut," ungkapnya.

Allen menuturkan, sekitar 75 persen pasien sudah dalam stadium lanjut atau stadium III/IV pada saat didiagnosis. Di negara maju, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah sekitar 15-18 persen.

"Namun, pada pasien yang didiagnosis dini pada stadium 0 atau I dan menjalani reseksi bedah, tingkat kelangsungan hidup di atas 70 persen hingga 100 persen," tuturnya.

3. Deteksi dini penting untuk menghindari popcorn lung dan kanker

Dokter Spesialis Paru Siloam Hospitals Lippo Village, Allen Widysanto (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Allen menuturkan, untuk memastikan adanya popcorn lung maupun kanker paru, deteksi dini diperlukan bagi yang memiliki resiko. Misalnya saja, perempuan bangsa Asia Timur, memiliki riwayat vape/rokok lebih dari 30 bungkus pertahun, yang sudah berhenti merokok kurang dari 10 tahun, memiliki keluarga atau berada di lingkungan perokok.

"Orang dengan faktor resiko tersebut, harus memeriksakan diri sebelum timbulnya gejala," jelasnya.

Salah satu alat yang bisa digunakan di Siloam Hospital Lippo Village yakni Low Dose CT (LDCT). Alat pemindai CT dada ini dilakukan pada pengaturan tertentu untuk mengurangi paparan radiasi dibandingkan dengan CT dada standar, yakni lebih rendah 22 persen dari CT standar.

"LDCT dengan algoritma ASIR efektif dalam mendeteksi lesi kecil yang tidak terdeteksi oleh rontgen dada dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi masing-masing 84,9 persen dan 100 persen," jelasnya.

Penggunaan LDCT juga direkomendasikan untuk skrining dan tindak lanjut massa dan nodul paru, terutama pada pasien yang akan menjalani CT dada secara berkala.

"Prosesnya pun cepat hanya 25 detik," ungkapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us