Airin Rachmi Diany Dorong Peran Pemuda dalam Kepemimpinan Daerah (Doc.Fikri Assadi)
Yang pasti gini saya kan harus berhitung. Pada saat saya membuat (program), apa yang saya temukan di lapangan saya harus cari solusinya untuk dalam rangka pemberian pelayanan publik kepada masyarakat, tapi pada saat kami memberikan solusi kan kami harus punya uang.
Nah saya sudah menghitung sekarang APBD di Banten itu Rp12 triliun, sedangkan jumlah penduduknya 12 juta. Nah dari PAD-nya itu Rp8 triliun lebih, dari Rp8 triliun lebih itu dana bagi hasil itu Rp4 triliun lebih untuk kabupaten kota. Bahkan secara aturan yang baru itu sudah enggak boleh lagi disimpan di dana kasnya provinsi, kalau sudah ada langsung otomatis harus dibagikan, berarti sebetulnya PAD murni kita hanya Rp4 triliun.
Saya hanya membayangkan secara logikanya bahwa saya di Tangsel 2021, saya tinggalkan waktu 2011, kan Tangsel APBD-nya Rp1,2 triliun dengan (jumlah) penduduknya 1,2 juta, PAD-nya Rp5 miliar, 2021 saya tingkatlkan APBD-nya hari ini, eh kurang lebih 2021 ya Rp4 triliun PAD-nya Rp2 triliun penduduknya 1,6 juta.
Nah hari ini Banten ada 12 juta penduduk, tapi PAD-nya yaitu sekitar Rp4 triliun, nah ini PR bagi saya bagaimana saya harus membuat inovasi agar kita punya potensi pendapatan.
Nah setelah diskusi, kami baca literasi dan yang lainnya, ternyata dari transaksi karbon ini pun juga bisa menjadi potensi pendapatan yang sudah kami hitung ke ahlinya sekitar Rp100 sampai dengan Rp300 miliar, bahkan kami juga akan mencoba untuk potensi pendapatan itu di pajak permukaan air tanah karena kebetulan kita punya Waduk Karian kita punya Waduk Sindang Heula.
Saya keliling di seluruh kabupaten kota mereka kesulitan persoalan air bersih, kenapa tidak kita dorong itu sehingga kita punya potensi pendapatan tanpa menjadi beban pajak itu menjadi beban masyarakat.
Seperti apa konsep Anda soal penjualan karbon? Apakah melihat contoh di Kalimantan Timur menguatkan konservasi hutan?
Kami banyak belajar dari Kalimantan Timur, terus terang jadi kita punya Taman Nasional Hunung Halimun Salak, kita punya Geopark, kita punya Ujung Kulon, yang itu tentu kami akan hitung segala macamnya.
Kan sekarang juga sudah ada organisasi kan baik yang dilakukan oleh pemerintah, Kementerian lingkungan Hidup maupun secara NGO dan tentu kami berharap bisa seperti yang dilakukan di Kalimantan Timur bagaimana bertransaksi karbon.
Penjualan karbon perlu melibatkan masyarakat sipil, bagaimana Anda melakukannya?
Jadi bukan hanya aset-aset yang punya kita saja tapi juga aset-aset yang ada, yang milik masyarakat, dengan ketentuan dan regulasi yang harus kita ikuti karena kan di situ juga kan ada aturan ada hitungan dan yang lainnya, ada prosedurnya.
Intinya, kami akan mengikuti dan kami akan sosialisasikan kepada masyarakat sehingga lahan-lahan tersebut bukan hanya punya lahan milik pemerintah Provinsi Banten, tapi juga milik masyarakat.