Yeni Syafitra Perajin Tas Ecoprint di Tangerang (IDN Times/Muhamad Iqbal)
Mulai dari situlah lulusan sarjana kesehatan masyarakat di Universitas Muhamadiyah Prof Dr Hamka tahun 2008 ini memilih untuk menekuni profesi barunya, yakni sebagai perajin tas. Belakangan dia berinovasi untuk membuat kerajinan berbahan ecoprint.
Saat pandemik COVID-19 melanda dari awal 2019 lalu, Yeni tak ingin kalah dengan keadaan. Dia berinovasi dengan memproduksi masker yang kala itu sangat sulit dicari. Langkah itu membuat usahanya justru mengalami keuntungan dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya.
"Tahun 2019 sampe 2020 pas COVID-19 Rp12 juta dari (sebelumnya) rata-rata Rp6 jutaan," ungkapnya.
Tak hanya sekadar membuat masker, Yeni pun berkreasi pada produk khusus di masa pandemik kala itu, seperti memunculkan motif gambar unik dan menyesuaikan dengan kalangan pembelinya. Per satu masker, Yeni menjualnya kala itu dengan harga Rp15 hingga Rp25 ribu.
Sementara dari sisi produk andalannya yakni tas, Yeni mengakui, bahwa harga produk yang ia tawarkan memang tergolong mahal. Namun ia memastikan bahwa harga itu memang sesuai dengan kualitas produk yang ia buat.
Tahun 2023, Yeni mampu meraup omzet Rp10 hingga Rp20 juta per bulan setelah dipotong biaya produksi dan upah tiga pekerjanya yang mengerjakan kerajinan tas, pouch dan sejenisnya berbahan standar hingga berbahan metode ecoprint.
Ecoprint merupakan teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami seperti daun, bunga, batang, atau bagian tumbuhan lain yang menghasilkan pigmen warna. "Jadi warnanya terefleksi dari daun misal secang, jawale, bentuknya mirip batik tapi bukan," kata Yeni.
Per satu tas, Yeni menjual produknya dengan harga ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Harga produk tergantung spesifikasi yang diinginkan si pemesannya.
"Karena kan caranya handmade yah bikinnya. Jadi kita harus teliti jahitannya, kalau ada yang loncat satu saja kita ulang. Ketahanan produknya insya Allah deh lebih dari lima tahun, soalnya udah dicoba yah sama teman-teman," kata Yeni.
"Tapi kalau sekarang lebih ke souvenir sih ya, misal sekolahan pesan dan Bank Indonesia sering, karena aku binaan Bank Indonesia Banten," sambungnya.