Warisan Perilaku Kolonialisme Belanda yang Masih Melekat di Indonesia

Warisan buruk ini masih membelenggu hingga hari ini

Serang, IDN Times - Sejarawan Bonnie Triyana mengungkapkan masih terdapat perilaku kolonialitas yang melekat di tengah kehidupan masyarakat. Meski kolonialisme sudah berakhir seiring hengkangnya kekuasaan Belanda di Indonesia, tapi perilaku tersebut masih membelenggu dalam kehidupan sehari-hari.

Hal itu diungkapkan pria asal Lebak itu dalam pidato kebudayaan yang disampaikan di hadapan ratusan warga yang hadir dan berkumpul di Pendopo Museum Multatuli, Jumat malam (16/6/2023). 

"Kolonialitas sebagai sebuah konsep untuk menggambarkan dampak sosial, budaya, dan epistemik, mengacu pada cara-cara warisan kolonial yang berdampak pada sistem budaya dan sosial serta pengetahuan dan produksinya," katanya.

Dalam catatan Bonnie, paling tidak ada beberapa hal dalam kehidupan sehari-hari yang masih terwarisi dampak kolonialisme di berbagai bidang.

1. Bonnie menilai, ini warisan kolonial dalam bidang pendidikan

Warisan Perilaku Kolonialisme Belanda yang Masih Melekat di IndonesiaIlustrasi siswa sekolah (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Di sektor pendidikan, misalnya. Bonnie mengutarakan, pemerintah kolonial menyediakan pendidikan tidak untuk semua golongan, melainkan hanya kepada kaum bangsawan yang semenjak kedatangan kolonialisme ke Indonesia, menjadi rekan sejawat dalam memerintah negeri ini.

"(Saat ini) Hanya golongan elite yang mampu mengakses pendidikan bermutu tinggi tersebut hari ini, seperti golongan bangsawan di masa lalu," jelasnya.

Baca Juga: 8 Hal yang Bisa Kamu Lihat di Museum Multatuli, Wisata Sambil Belajar

2. Budaya feodalisme dalam sistem politik dan demokrasi

Warisan Perilaku Kolonialisme Belanda yang Masih Melekat di IndonesiaKetua DPR RI Puan Maharani melantik 4 anggota Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-25 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 di ruang rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (14/6/2022). (IDN Times/Siti Nurhaliza).

Bidang lain yang masih terwarisi kolonialisme adalah berlangsungnya feodalisme sebagai hal paling erat di sistem politik Indonesia. Sejak terbentuknya VOC pada 1602 mulai berlaku sebutan bupati yang diartikan sebagai sebutan para anggota kelompok elite yang berdinas.

"Mereka dipilih atas hubungan darah, keturunan, dan banyaknya pemberian upeti. Bahkan cara kerja pemilihan ini dibuat oleh petinggi pribumi, sedangkan Gubernur VOC tidak tahu," ungkapnya.

Ternyata feodalisme memang berangkat dari pribumi sendiri yang memiliki keistimewaan atas kekayaan yang dimiliki. "Mereka dipilih atas dasar kepemilikannya, bukan seberapa bagus kinerjanya," tuturnya.

Sementara itu adipati memiliki tugas untuk memantau kegiatan masyarakat dalam sektor agraris dan pemberian upeti. Bahkan mereka juga mengumpulkan upeti dari masyarakatnya. Selain itu, jabatan-jabatan terendah seperti kepala distrik diwajibkan untuk memberikan hadiah kepada atasannya agar jabatannya bisa bertahan.

"Pemberian hak istimewa kepada mereka tidak sepadan dengan kinerja yang dilakukannya. Hal ini memiliki pola yang sama pada saat ini, dengan nuansa feodalisme gaya baru yang hari ini praktiknya bisa kita lihat berkelindan dalam praktik demokrasi elektoral," paparnya.

Bonnie juga menyoroti sektor kesehatan yang sejak zaman Belanda, banyak warga yang belum terpenuhi kebutuhan dasar gizi. Akibatnya, kasus-kasus stunting terus bermunculan. Tumbuh kembang anak pun terhambat.

Demikian halnya dengan diskriminasi rasial yang secara formal sejak 1812 merancang aturan melalui lewat kesepakatan Belanda dan kesultanan untuk melindungi orang Tionghoa dan melahirkan banyak masalah. Belanda juga menganggap orang Jawa sebagai orang yang mendalami sejarah, tetapi tertinggal dalam segi perkembangan ilmiah lewat “mitos pemalas”.

Trauma terhadap paham kiri dan kanan juga jadi hal lain yang disorot Bonnie. Kekerasan sering dilazimkan sebagai resolusi saat merespon segala hal yang terjadi di status quo. Bonnie tegas menolak mitos buruh pemalas.

"Jadi mitosnya, kalau gaji buruh dinaikkan, maka akan semakin malas bekerja," papar Bonnie.

Baca Juga: Stunting di Indonesia, Benang Kusut yang Sulit Diurai

3. Pungutan liar dan budaya setoran ke atasan

Warisan Perilaku Kolonialisme Belanda yang Masih Melekat di IndonesiaIlustrasi (IDN Times/Aditya Pratama)

Selain itu, Bonnie juga memberikan kritik terhadap praktik stratifikasi sosial dan menyebabkan diskriminasi terhadap kelas bawah. Jabatan-jabatan tertinggi terus diisi oleh pihak yang kuat dan mempunyai hak istimewa sedari awal. Ketika mereka sudah berada di strata atas, maka dengan mudahnya membuat kebijakan yang bisa menyengsarakan kelas bawah.

"Seperti pungutan liar dalam sekolah, setoran atau pemberian hadiah kepada atasan, dan gratifikasi," urainya.

4. Pembangunan lebih prioritas di perkotaan

Warisan Perilaku Kolonialisme Belanda yang Masih Melekat di IndonesiaIlustrasi kawasan kumuh (IDN Times/Imam Rosidin)

Terakhir, Bonnie menyorot apartheid dalam pembangunan kota. Bukan rahasia lagi jika pengembang perumahan kelas menengah atas mampu menghadirkan berbagai fasilitas umum dan sosial bagi warganya.

"Jauh lebih baik dari warga yang tinggal di perkampungan tanpa kehadiran berbagai fasilitas sebagaimana yang dinikmati oleh mereka yang hidup di dalam komplek perumahan elite," kata dia. 

Baca Juga: Pemkab Lebak Setujui Kawasan Baduy Tanpa Internet

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya