Saling Lempar Argumen, Debat Unhas Vs Unesa Berjalan Sengit

- Debat Liga Debat Mahasiswa IDN Times 2025 antara Tim Unhas dan Unesa dengan topik Subsidi Bahan Bakar Fosil Harus Dihapus Secara Bertahap
- Tim Pro menyoroti beban subsidi terhadap APBN, kurangnya minat investasi energi hijau, dan dampak lingkungan serta menyampaikan solusi penghapusan secara bertahap
- Tim Kontra menilai energi bersih belum efisien, mencabut subsidi akan berdampak luas, dan menawarkan reformasi subsidi serta transisi energi yang bertahap
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Tangerang, IDN Times - Babak perempat final terakhir Liga Debat Mahasiswa IDN Times 2025 yang mempertemukan Tim Universitas Hasanudin (Unhas) melawan Universitas Negeri Surbaya (Unesa) berlangsung sengit, Rabu (28/5/2025).
Laga debat dengan topik atau mosi Subsidi Bahan Bakar Fosil Harus Dihapus Secara Bertahap Untuk Mempercepat Transisi Energi Hijau di Indonesia yang berlangsug secara daring ini diwarnai dengan saling lempar argumen dan bantahan baik dari sisi Unhas yang menjadi Tim Pro maupun Unesa yang menjadi Tim Kontra.
1. Unhas menilai, subsidi migas harus dicabut secara bertahap

Unhas yang diwakili oleh Abd Salam Saputra, Nazal Amim Firdaus dan Muhamad Hafizh Hawari membuka debat dengan pernyataan bahwa subsidi membebani Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), mengurang kapasitas fiskal dan membuat minat investasi energi hijau di Indonesia berkurang.
"(Subsidi) membuat energi alternatif selalu kalah secara kompetitif di pasaran, karena harga dari bahan bakar fosil di pasaran sangat murah, bahkan lebih murah dari biaya produksinya," ungkapnya.
Selain soal ekonomi, Tim Pro juga menyoroti dampak lingkungan, seperti polusi udara akibat bahan bakar fosil yang membuat kualitas kehidupan manusia Indonesia berkurang. Selain itu, dampak nyata lainnya yakni kenaikan suhu bumi yang mengakibatkan masalah di pertanian dan berkurangnya peghasilan nelayan.
Tim Pro dalam paparannya juga menyampaikan solusi penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap. Menurutnya, penghapusan subsidi secara bertahap bisa dimulai dari wilayah metropolitan atau perkotaan.
"Masyarakat bisa melakukan subtitusi secara mudah di wilayah perkotaan yang secara fasilitas sudah terpenuhi," ungkapnya.
Selain itu, mereka juga menyoroti subsidi terhadap bensin dan solar yang berdasarkan berbagai data dilakukan dengan tidak tepat sasaran. Solusinya, menurut mereka, penghapusan subsidi dilakukan secara proporsional seperti menjamin kelompok rentan yang masih bergantung terhadap bahan bakar fosil.
2. Unesa menggaungkan reformasi subsidi

Di lain sisi, Tim Kontra dari Unesa yang digawangi oleh Andras Salmany Ramdan, Muhammad Chairil Umam dan Putri Annisya Faradibah berpendapat, bahwa argumen Tim Pro soal penghapusan subsidi dan langsung beralih ke energi bersih, tidak realistis.
"Indonesia masih bergantung masih sangat bergantung terhadap bahan bakar fosil, karena energi bersih belum efisien dan belum mudah tersedia" ungkapnya.
Tim Kontra menyatakan, jika pencabutan subsidi secara gegabah akan membuat dampak sosial dan ekonomi secara meluas. Mereka mencontohkan, pada tahun 2005 pemerintah menaikan BBM sebesar Rp500 rupiah dan langsung berdampak pada inflasi sebesar 30 persen lebih.
"Saat ini energi hijau di indonesia belum bisa diandalkan. Masyarakat yang tak punya alternatif akan mengalami perubahan kehidupan yang signifikan," ungkapnya.
Tim Kontra menawarkan solusi dengan reformasi subsidi, yakni pemerintah melakukan perbaikan subsidi agar tepat sasaran dan melakukan transisi energi secara bertahap. Sebab menurut mereka, transisi energi jangan sampai membuat masyarakat menderita.
"Solusinya adalah memberi insentif ke investasi energi terbarukan bukan mencabut subsidi bahan bakar fosil," ungkapnya.
Transisi energi harus berkeadilan, subsidi dicabut yang merasakan dampaknya langsung adalah masyarakat kecil atau miskin. Kami tidak menolak energi hijau, tapi kami menolak transisi yang tidak berkeadilan," ungkapnya.