Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang 

Ini asal-muasal kata "benteng"

Tangerang, IDN Times - Kata "Cina Benteng" cukup familiar di telinga mereka yang tinggal di Tangerang hingga Jakarta. Kata ini melekat pada orang-orang Tionghoa yang ada di Tangerang serta seluruh jajanan kuliner mereka yang sangat khas di pecinan Pasar Lama Tangerang, Banten.

Masyarakat Cina Benteng yang hidup di tepian Sungai Cisadane tersebut pernah mendominasi dalam ekonomi dan budaya di wilayah yang kini disebut Tangerang. Namun, kini, kelompok masyarakat ini tak terlepas dari kemiskinan.

 Zaman berubah, orde baru berkuasa, proses asimilasi sempat menghitamkan kulit mereka.

Baca Juga: Festival Cisadane, Destinasi Wisata Tahunan di Kota Tangerang 

1. Sejarah Cina Benteng dan kaitannya dengan Benteng Makasar milik VOC

Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang (Kali Cisadane zaman Hindia Belanda) Dok. Universitas Leiden

Secara historiografi, orang Cina Benteng merupakan sebutan untuk etnis Tionghoa yang berada di kawasan Tangerang, khususnya yang berada di pesisir Sungai Cisadane.

Penamaan ini tidak terlepas dari bermukimnya orang-orang Tionghoa di kawasan Benteng (port) Makasar milik VOC (perusahaan dagang milik Belanda) yang berada di kota Tangerang, sebagai basis pertahanan menghadapi kesultanan Banten.

2. Ciri khas Cina Benteng, kulit lebih gelap, tidak sipit, dan berkulit sawo matang

Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang IDN Times/Muhamad Iqbal

Berbeda dengan warga keturunan Tionghoa pada umumnya yang berkuit kuning langsat, masyarakat Cina Benteng memiliki ciri khusus. Mereka berkulit sawo matang dan tidak sipit. Hal ini karena ada perpaduan atau hasil perkawinan antara etnis Tionghoa asli dengan orang pribumi.

Pegiat sejarah Cina Benteng Fendi Frangklin mengatakan, semakin berkembangnya zaman saat itu, Cina Benteng tidak hanya berada di kawasan Tangerang, tapi juga kawasan di luar Tangerang seperti Bogor dan sebagainya.

"Banyak yang meyakini bahwa Cina Benteng tersebar luas karena ada tragedi pembantaian etnis Tionghoa (oleh Pemerintah Hindia Belanda) pada tahun 1740, atau yang terkenal dengan tragedi Kali Angke," kata Fendi yang juga etnis Tionghoa Cina Benteng, Selasa (30/7).

3. Pembantaian etnis Tionghoa membuat Cina Benteng semakin berbaur

Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang Dok. Perpustakaan Universita Leiden

Pasca-pembantaian yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda terhadap etnis Tionghoa tersebut, orang-orang yang beretnis Tionghoa mencoba melarikan diri ke dalam hutan dan perkampungan. Di sana lah mereka bersembunyi hingga menetap.

Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang beretnis Tionghoa ini kembali berbaur bahkan banyak yang menikahi orang pribumi. Karena itu, munculah istilah Cina peranakan atau keturunan Cina.

4. Asal Usul Cina Benteng: Tjen Tji Lung dan 9 gadis yang terdampar

Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang IDN Times/Muhamad Iqbal

Banyak sekali versi tentang asal-usul Cina Benteng ini. Namun, versi yang paling terkenal adalah versi yang menyebutkan bahwa pada 1407, rombongan Tjen Tjie Lung atau Halung mendarat di daerah Teluk Naga, pantai utara Tangerang.

Pada awalnya, mereka akan berlayar ke Jayakarta (sekarang Jakarta). Namun, kapal mereka mengalami rusak parah sehingga rombongan tersebut terdampar di Teluk Naga.

"Saat itu, Sanghyang, salah satu perwira militer dari Kerajaan Pajajaran menemui rombongan Halung yang memiliki 9 gadis. Sanghyang pun berniat untuk menikahi gadis-gadis tersebut dengan mas kawin sebidang tanah," kata Fendi.

Setiap gadis, lanjut Fendi, diberi sebidang tanah, otomatis rombongan Halung yang memiliki 9 gadis akan diberi 9 bidang tanah. Sembilan bidang tanah tersebutlah yang kini terkenal dengan nama Petak Sembilan, Tangerang.

Halung menyetujui tawaran tersebut, sehingga rombongan dapat menetap di sebidang tanah yang diberikan oleh Kerajaan Pajajaran.

5. Keberadaan Cina Benteng dari utara di Kota Tangerang hingga Serpong di selatan Tangerang

Cina Benteng dan Legenda Tjen Tji Lung di Tangerang IDN Times/Muhamad Iqbal

Lama menetap, rombongan Halung pun tertarik dengan gadis-gadis pribumi, sehingga menikahlah mereka dengan gadis-gadis tersebut.

Hasil pernikahan itu melahirkan percampuran etnis antara Tionghoa dan pribumi. Pernikahan tersebut semakin meluas, sehingga terbentuklah permukiman baru.

Keberadaannya meluas dari mendirikan Desa Pangkalan, hingga membuka lahan baru di kawasan Pasar Lama, Pasar Baru, dan Serpong dengan bukti keberadaan tiga Klenteng Tua di Tangerang, yaitu Boen Tek Bio, Boen San Bio, dan Boen Hay Bio di Serpong, Tangerang Selatan.

Baca Juga: Yuk, Berakhir Pekan di 4 Tempat Wisata Hits Kabupaten Tangerang Ini

Topik:

  • Sunariyah
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya