Ketupat Sayur Imlek di Tangerang dan Sejarah Singkat Cina Benteng

Kelenteng dan Masjid Kalipasir simbol kerukunan di Tangerang

Kota Tangerang, IDN Times - Hiruk pikuk di gang-gang sempit di kawasan pecinan Pasar Lama, Kota Tangerang begitu terasa saat Tahun Baru Imlek. Bukan hanya warga keturunan Tionghoa saja yang datang untuk menyaksikan meriahnya tradisi Imlek yang jatuh pada hari ini, Sabtu (25/1), tapi juga masyarakat umum dari berbagai daerah.

Lampu hias dan lampion di kawasan Pasar Lama semakin menambah keindahan Kota Tangerang pada malam hari. Selain bisa menikmati aneka kuliner ala Tionghoa dan tradisional lainnya, pengunjung Pasar Lama juga bisa berfoto ria di bawah lampu-lampu yang bergantungan.

“Saya main ke Pasar Lama sambil makan sekalian lihat kemeriahan jelang Imlek,” ujar Farhan, warga Parung Panjang, Bogor, saat ditemui pada Jumat (24/1).

Baca Juga: Tahun Baru Imlek, Jakarta Akan Diguyur Hujan

1. Imlek Cina Benteng jadi destinasi wisata di Tangerang

Ketupat Sayur Imlek di Tangerang dan Sejarah Singkat Cina BentengImlek di Kota Tangerang 2020 (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Warga lainnya asal Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Hendra Jaya, mengaku takjub dengan pemandangan di sekitar Pasar Lama pada malam hari saat perayaan Imlek. Semarak perayaan ini semakin mempertontonkan bahwa Imlek bukan hanya eksklusif untuk warga Tionghoa, tapi juga bisa dinikmati semua elemen masyarakat.

Di Kota Tangerang, imlek sendiri menjadi acara keagamaan yang cukup meriah dirayakan. Penyebabnya, warga peranakan Tionghoa di Kota Tangerang merupakan komunitas warga yang menjadi salah satu ikon kota yang wilayahnya terbelah aliran sungai Cisadane.

Komunitas warga Tionghoa Tangerang yang mendiami pesisir Sungai Cisadane ini dikenal dengan sebutan Cina Benteng. Komunitas ini merupakan wujud akulturasi yang nyata antara kaum peranakan dan warga lokal. Secara turun-temurun, mereka berbaur dan menyatu dengan kehidupan dan budaya lokal, tanpa melupakan tradisi leluhur.

2. Cerita sejarah Cina Benteng, penghuni pesisir Cisadane dari Bogor hingga Tangerang

Ketupat Sayur Imlek di Tangerang dan Sejarah Singkat Cina BentengImlek di Kota Tangerang 2020 (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Banyak literasi yang yang menyajikan sejarah asal-usul komunitas Cina Benteng. Seperti yang diungkapkan pemerhati dan budayawan Tionghoa, Oey Tjin Eng yang menyebut istilah benteng adalah sebutan lain dari Tangerang lama, sebelum memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang. Di situ terdapat benteng pertahanan yang dibangun Belanda di tepi Sungai Cisadane. Benteng ini untuk menahan serangan Kerajaan Banten.

Oey Tjin Eng, menjelaskan, sebagian peranakan Cina di Tangerang menyebut mereka Cina Benteng. Sebagian lagi menyebut dirinya Cina Udik, terutama yang tinggal di pedesaan atau perkampungan yang jauh dari pinggir aliran Sungai Cisadane, seperti di perbatasan Bogor dan Tangerang, Panongan, Curug, dan Legok yang masuk Kabupaten Tangerang.

3. Sudah berbaur dan terasimilasi warga lokal, komunitas Cina Benteng masih memegang erat budayanya

Ketupat Sayur Imlek di Tangerang dan Sejarah Singkat Cina BentengImlek di Kota Tangerang 2020 (IDN Times/Muhamad Iqbal)

Oey Tjin Eng memaparkan, meski sudah berbaur dengan kehidupan masyarakat lokal, namun dalam kesehariannya, orang Cina Benteng ini masih menunjukkan sifatnya yang asli. Setiap rumah masih ditemukan tempat persembahyangan dan meja abu atau altar nenek moyang.

Mereka juga masih mengusung tata cara upacara perkawinan dan kematian, serta tetap mempertahankan tradisi leluhur seperti Cap Go Meh, Pek Cun (Peh Cun dalam dialek Betawi), Tiong Ciu Pia (kue bulan), dan Pek Gwee Cap Go (hari kesempurnaan).

Kesenian tradisional seperti musik gambang kromong di setiap pesta perkawinan adat, ulang tahun kelenteng atau sejit, dan upacara kematian juga masih dipertahankan. Identitas etnis inilah yang menyangkut pada penggunaan simbol-simbol dari segala aspek budayanya, untuk membedakan diri mereka dengan kelompok lainnya.

Oey Tjin Eng menerangkan, beberapa simbol akulturasi pun muncul dalam kuliner. Orang Cina Benteng selalu menghadirkan ketupat saat persembahyangan, terutama saat Imlek. Ada juga lontong, lepet, dan beragam kudapan lainnya.

“Ketupat itu kan masakan lokal. Akan tetapi, makanan itu selalu ada saat persembahyangan Imlek. Kalau lontong, adanya pada Cap Go Meh, makanya namanya Lontong Cap Go Meh,” jelas Oey Tjin Eng.

4. Peninggalan leluhur Tiongkok yang merupakan simbol kerukunan beragama di Tangerang

Ketupat Sayur Imlek di Tangerang dan Sejarah Singkat Cina BentengIDN Times/Muhamad Iqbal

Di Kota Tangerang, selain kehadiran kelompok etnis Cina Benteng, juga terdapat sejumlah bangunan peninggalan leluhur Tiongkok yang merupakan simbol kerukunan beragama, dan menjadi tujuan wisata keagamaan dan pendidikan di kawasan Pasar Lama. Seperti Kelenteng Boe Tek Bio, Masjid Kalipasir, dan Museum Benteng Heritage.

Di belakang Pasar Lama, tepatnya di Jalan Kali Pasir, ke arah Sungai Cisadane, bisa ditemukan sebuah tangga berwarna merah. Tangga yang bernama Toa Pekong Air atau Prasasti Tangga Jamban itu berada persis di tepi Sungai Cisadane.

“Ini tempat persembahyangan orang Ciben (Cina Benteng). Kalau Imlek, di sini (Toa Pekong Air) pasti ramai sekali. Di altar persembahyangan, banyak buah-buahan untuk sembahyang,” kata Surya (50), seorang warga di lokasi.

Toa Pekong Air adalah dermaga tua yang dibangun ratusan tahun lalu, saat kepemimpinan Kaisar Thong Tjien dari Dinasti Ching. Sebuah prasasti yang bertuliskan aksara Mandarin berangka tahun 1873, tersimpan di tempat ini.

Pemugaran Toa Pekong Air dilakukan oleh Perkumpulan Boen Tek Bio, Agustus 2010. Sebagai dermaga, dulu tempat ini menjadi tempat berlabuh perahu-perahu kecil yang ingin menyeberangi Sungai Cisadane untuk beribadah ke Kelenteng Boen Tek Bio.

Oey Tjin Eng mengatakan, sebenarnya di pinggir Sungai Cisadane, tak jauh dari Kelenteng Boen Tek Bio dan Masjid Kali Pasir, terdapat dua tangga yang berbeda, berjarak sekitar 100 meter. Satu tangga jamban dan satu lagi Tangga Ronggeng lokasi itu, tepat berada di titik pinggir sungai yang berada di ujung jalan dari depan Kelenteng Boen Tek Bio.

“Tangga Ronggeng sudah enggak ada lagi, ditutup oleh pemerintah karena ada pembangunan (turap pinggir kali),” kata Oey Tjin Eng.

Dinamakan Tangga Jamban karena di lokasi itu pernah menjadi tempat warga mencuci dan ada MCK. Kini, tangga itu disebut Dermaga Pek Cun (dalam dialek Betawi disebut Peh Cun). Tempat penyelenggaraan Peh Cun (tanggal 5 bulan 5 dalam kalender Cina).

Tangga Jamban berfungsi untuk menambatkan perahu-perahu kecil yang membawa penduduk Pasar Lama Tangerang menyeberangi sungai atau sebaliknya. Adapun nama Tangga Ronggeng berasal dari tempat mandi para perempuan telanjang. 

Baca Juga: 5 Tradisi Imlek dan Maknanya, Sudah Tahu?

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya