Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(IDN Times/Muhammad Iqbal)

Serang, IDN Times - Badan Pengawas Obat Makanan (BPOM) menyebut, ada tiga perusahaan yang diduga melakukan tindak pidana dalam memproduksi obat cair berbahaya untuk anak. Ketiga perusahaan itu adalah PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industry, dan PT Afifarma. 

Sejumlah produk dari ketiga perusahaan itu diduga mengandung etilen glikol (EG) dan dietilen (DEG) glikol yang melampaui ambang batas. BPOM sudah memerintahkan penarikan produk, penyegelan bahan baku, penyitaan produk, dan dokumen perusahaan-perusahaan terkait kasus ini.

"Berdasar hasil pemeriksaan, produk perusahaan tersebut didapati adanya kandungan bahan pelarut Propylene Glicol, produk jadi serta bahan pengemas yang diduga terkait dengan kegitan produksi sirop obat mengandung EG dan DEG yang melebihi ambang batas," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito, Senin (31/10/2022).

1. Saksi sudah diperiksa terkait obat berbahaya ini

(IDN Times/Muhammad Iqbal)

BPOM bekerja sama dengan Bareskrim Polri berkolaborasi dalam pengungkapan kasus yang bermuara pada dugaan tindak pidana ini.

Dalam operasi bersama, Bareskrim Polri dan BPOM, juga telah memeriksa saksi-saksi dari perusahaan dan perusahaan di Indonesia sebagai distributor bahan baku pelarut yang berasal dari Do Chemical Thailand.

"Juga saksi ahli pidana, kami mintai keterangan," kata Penny.

2. Ini ancaman hukumannya

(IDN Times/Muhammad Iqbal)

Berdasarkan pemeriksaan tersebut, Kata Penny, patut diduga telah terjadi tindak pidana yaitu; pertama, produksi atau mengedarkan farmasi tidak memenuhi standar atau persyaratan khasiat atau kemanfaatan dan mutu sebagaimana UU N0 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan diancam pidana paling lama 10 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

"UU No 8 tentang Perlindungan Konsumen penjara 5 tahun denda paling banyak Rp2 miliar," ungkapnya.

3. Terbukti ada kematian, penyidik akan menambah pasal jeratan

(IDN Times/Muhammad Iqbal)

Selain itu, kata Penny, tak menutup kemungkinan akan pasal tambahan jika terbukti adanya kematian dari konsumsi obat yang diproduksi perusahaan-perusahaan tersebut.

"Modus operandi yang dilakukan, yakni memproduksi obat dengan menggunakan bahan tambahan yang tidak memenuhi persyaratan bahan baku obat, sehingga produk yang dihasilkan tak memenuhi standar," kata Penny.

"Melewati ambang batas kandungan yakni 48 gram permililiter yang seharusnya 0,1 gram per mililiter," sambungnya.

Editorial Team