Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)
Ngatino bercerita, semenjak dipaksa bekerja dengan skema seperti itu. Belasan rekannya terpaksa mengundurkan diri karena tekanan psikologi karena kehilangan penghasilan yang menjadi pemasukan pasif mereka.
Memang, cara tersebut juga menjadi penawaran dari pihak perusahaan agar mereka yang berstatus karyawan tetap bisa mengundurkan diri dengan kompensasi hanya Rp10 juta.
"Kalau yang di-PHK sih engga ada, tapi kemarin ada 12 orang memang bukan PHK, tapi mengundurkan diri karena ga kuat. Dan mereka dikasih uang jasa Rp10 juta," kata dia.
Kata Ngatino, perusahaan pun memberi alternatif solusi jika ingin kembali bekerja normal mereka yang karyawan tetap harus mengundurkan diri terlebih dahulu. "Maunya perusahaan seperti itu, kalau mau dikasih 10 juta silakan, bisa masuk lagi (melalui) outsourcing gitu," ungkapnya.
Tapi, kata dia, mereka tetap bertahan. "Cuma orang kan dikasih penghasilan seperti itu lama-lama ga kuat juga kan. Takutnya, yang lain atau saya pun lama-lama ga kuat juga kan," tuturnya.
Sebab, kata Ngatino, jika mengikuti aturan, perusahaan jika melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ke karyawan tetap harus memberi pesangon sebesar Rp160 juta untuk Ngatino yang bekerja selama 21 tahun saja.
"Saya kerja 21 tahun. Kalau sesuai aturan bisa dapat Rp160 juta pesangonnya. Mereka hanya menyediakan Rp10 juta untuk satu orang," kata dia.