Di Acara Luhut, Jayabaya Klaim Akan Bangun Pengolahan Limbah Nasional

Pembebasan lahan di Desa Margatirta mendapat penolakan warga

Lebak, IDN Times - Mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya (JB) mengaku memiliki lahan seluas 200 hektare (Ha) yang akan disiapkan untuk menjadi lokasi pengolahan limbah.

“Limbah ini sekarang menjadi isu nasional, dan sangat sulit misalnya Kota Tangsel, DKI, Tangerang, dan Serang. (Mereka) sulit kan? Nah, kita menyiapkan 200 hektare untuk menjadi pengolahan limbah,” kata Jayabaya dalam acara silaturahmi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, di Warunggunung, Lebak, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga: Penguasa Memaksa, Kiamat Kecil di Desa Margarita Lebak

1. Lokasinya di Cimarga, pengolahan limbah ini layani tiga provinsi

Di Acara Luhut, Jayabaya Klaim Akan Bangun Pengolahan Limbah NasionalIIustrasi sampah (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)

Pengolahan limbah yang lokasinya berada di Kecamatan Cimarga akan dikerjasamakan dengan pihak swasta. Diharapkan, dengan pengolahan yang dilakukan, limbah tak lagi menjadi masalah.

Ayah dari Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya ini mengatakan, nantinya tempat pengolahan limbah ini diperuntukkan untuk 3 provinsi. Jayabaya menegaskan, akses menuju lokasi juga akan dibuat akses khusus yang tidak melalui masyarakat.

“Sekarang kita sedang proses izinnya, penataan dan pembersihan lahannya. Mudah-mudahan tahun 2023 sudah bisa jalan,” kata dia.

Jayabaya mengklaim, dengan pembangunan tersebut akan berdampak positif terhadap perekonomian Kabupaten Lebak.

“Pertama masyarakat bisa bekerja, kedua pendapatannya meningkat dan terus juga ada pendapatan daerahnya juga buat Lebak. Yang jelas itu berdampak luar biasa,” kata dia.

2. Jayabaya beli tanah di Desa Margatirta, sebagian warga belum sepakat

Di Acara Luhut, Jayabaya Klaim Akan Bangun Pengolahan Limbah NasionalAksi demo penolakan rakyat Margatirta (Dok. Aliansi Rakyat Margatirta)

Seperti diketahui, Mulyadi Jayabaya membeli lahan di sejumlah kampung di Desa Margatirta. Pada Jumat, 7 Januari 2022, sejumlah alat berat datang ke desa itu dan meratakan tanah di sana. 

Namun, sebagian warga menyatakan, belum sepakat untuk menjual tanah mereka. Sebagian warga menyebut, tak terima tanah mereka dihargai Rp20 ribu per meter persegi (m2).

Kakek E, misalnya, menyatakan keberatannya karena alat berat sudah merusak ladang dan kebun. Satu per satu pohon yang dia tanam, tumbang dan rata dengan tanah. Pohon nangka, rambutan, dan pohon buah lainnya rubuh diterjang alat-alat berat itu. 

Padahal, pohon nangka itu menjadi salah satu sumber penghasilannya. Bingung dan kesal, B mengaku tak berdaya. 

"Saya mah orang bodoh, tapi orang pintar malah bodoh-bodohin saya. Saya mah enggak sekolah, saya mah cuma bisa bertani, biarpun saya enggak sekolah, tapi saya tahu kalau orang-orang pinter lagi mengelabui orang bodoh seperti saya," kata B dengan nada emosi saat ditemui IDN Times. Dia menunjukkan semua ladangnya yang rusak, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Gubernur Banten Resmikan Masjid di Negeri di Atas Awan Lebak

3. Sebanyak 52 warga cemas dengan lahannya

Di Acara Luhut, Jayabaya Klaim Akan Bangun Pengolahan Limbah NasionalSalah satu patok merah di sawah warga Margatira (IDN Times/Muhamad Iqbal

Salah satu pemuda yang juga Koordinator Aliansi Rakyat Margatirta, Ahim, ikut  menentang tindak upaya pembelian paksa dan perusakan ladang tersebut. Menurut Ahim, ada 70 warga yang tanahnya diukur pemerintah desa. 

Dari jumlah ini, ungkap Ahim, warga yang memiliki tanah berupa ladang dan kebun sudah rata. Sementara lahan berupa sawah masih dalam proses pengukuran dan pematokan. 

Namun, kata dia, satu hal yang pasti, sebagian mengaku tidak mendapat pemberitahuan sebelumnya. 

4. Jayabaya: Kami beli tanah yang ditawarkan warga

JB Group merupakan korporasi milik mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Saat dikonfirmasi, Mulyadi Jayabaya melalui juru bicaranya Agus Wisas mengakui, pihaknya lah yang membeli tanah warga di Desa Margatirta.

Namun, Agus menegaskan, pembelian tanah terjadi justru karena ada permintaan warga setempat yang sedang membutuhkan uang.  "Jadi tidak ada niat ngebebasin tanah. Kami investasi. Ada orang datang jual tanah ke kita, dilihat, kita beli lah," kata Agus melalui sambungan telepon, Sabtu (26/3/2022).

Dengan demikian, dia menegaskan bahwa masalah yang muncul saat ini bukanlah sengketa lahan.

Agus juga menilai, kabar soal harga tanah Rp20 ribu per meter itu, tidak tepat. Menurutnya,  harga tanah yang dibeli dari warga di desa itu bervariasi. "Ada yang Rp30 ribu ada yang Rp40 ribu (per meter). Yang pinggir jalan masa sama harganya," kata dia. 

Di sisi lain, pihaknya tidak bisa terbuka ke setiap orang mengenai berapa harga tanah.  "Kenapa? Karena nanti ada kecemburuan. Harganya gak sama," kata dia. 

Soal lahan yang sudah diratakan dengan alat berat dari Jayabaya, menurut Agus, berarti lahan tersebut sudah dibeli. Kalau ternyata sebaliknya, kemungkinan ada kesalahan di pihak pekerja yang mengeksekusi.

"Kalau sudah ada transaksi baru dah (dibuka). Kan bisa lapor, bisa ke pihak berwajib (karena) penyerobotan tanah," kata dia. 

Terkait adanya pertemuan perwakilan warga dengan Nabil Jayabaya, Agus mengaku tidak tahu. "Tapi karena yang belinya Pak Jayabaya, masa datang ke anaknya? Menurut saya, boleh silaturahmi, tapi kan ga solutif. Datang saja tuh ke Warung Gunung (rumah Jayabaya)," kata dia.

Agus memastikan bahwa pembelian lahan yang pihaknya lakukan bertujuan untuk pembangunan jalan yang akan menjadi akses warga dan rencana proyek pengolahan limbah.

"Tanah yang di dalam itu gak ada nilainya, kalau gak dibikin jalan. Makanya, dibikin dulu jalan supaya ada nilainya," imbuhnya. 

Baca Juga: Lebak Ingin Wisata Negeri di Atas Awan Jadi Alternatif Puncak Bogor

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya