TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Aroma Pungli hingga Patgulipat KK di PPDB 2023 Berulang, Sampai Kapan?

KPK berencana akan memberi masukan untuk PPDB lebih baik

Petugas Dinas Pendidikan Kota Serang (kiri) menerima keluhan orangtua calon siswa baru pada PPDB Kota Serang (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Serang, IDN Times - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 baru saja rampung. Namun pelaksanaannya tidak lebih baik dari tahun lalu. Sejumlah persoalan krusial masih terjadi. Seperti tahun lalu, aroma jual beli kursi hingga manipulasi kartu keluarga masih bermunculan.

Indikasi jual beli kursi itu diungkap, salah satunya, oleh Ombudsman Perwakilan Banten. Dari laporan yang mereka terima, satu kursi kosong sekolah di Banten dibanderol sekisar Rp5-8 juta, khususnya tingkat SMA.

Tapi tentu saja tak ada asap tanpa api. "Dana itu diminta dari orangtua untuk dapat memasukkan peserta didik ke sekolah negeri yang dituju," demikian keterangan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Fadli Afriadi, 12 Juli lalu.

Dikonfirmasi, Pj Gubernur Banten Al Muktabar justru meminta Ombudsman untuk menunjukkan bukti-bukti sahih.

"Di mana? Siapa? Kan harus jelas. Pada sekolah mana? Apa SMA, SMK, SKH, atau SMP kan itu general. Kalau itu kan perlu fokus. Kan SMP juga PPDB. Jadi kita menerima laporan yang disampaikan oleh publik, tentu dengan bukti yang konkrit," katanya.

Masih di Banten, Kasi Intelijen Kejari Kabupaten Tangerang Ate Quesyini juga menerima pengaduan soal jual beli kursi saat PPDB di salah satu SMA negeri. "Laporan itu antara Rp2,5 juta hingga Rp5 juta per orangtua siswa," katanya.

Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Tangerang, Ubaid Matraji, menilai praktik jual beli kursi pada PPDB, khususnya di tingkat SMA negeri, terjadi secara sistematis.

"Karena sistemnya masih mendukung jual beli kursi dan kecurangan lain. Dengan sekarang ini, PPDB akan selalu curang karena orang disuruh rebutan," kata Ubaid kepada IDN Times, Jumat 21 Juli 2023.

Rebutan kursi terjadi lantaran pemerintah belum bisa menyediakan jumlah yang sesuai dengan angka yang dibutuhkan rakyat. "Ibarat kata, yang mau makan ada 1.000 orang ya sediakan hidangan sejumlah orang tersebut. Kalau hanya menyediakan 300 porsi, ya pasti rebutan. Itulah gambaran yang terjadi PPDB saat ini," kata dia.

Selama sistem yang diciptakan membuat orang "rebutan," dia menilai, pelibatan penegak hukum pun akan sia-sia. "Karena ini adalah rebutan hak, semua orang merasa berhak, tapi negara malah tidak memberikan jaminan pelayanan," kata dia.

Ubaid menilai, persoalan ini merupakan pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.

Baca Juga: Ombudsman Ungkap Praktik Jual Beli Kursi SMA, Al Muktabar Minta Bukti

Baca Juga: Dugaan Pungli di PPDB SMAN Kabupaten Tangerang Menyeruak

Baca Juga: Disdik Jabar Buka Data Soal 4.791 Peserta PPDB Didiskualifikasi

Kepala Perwakilan Ombudsman Sulawesi Selatan Ismu Iskandar mengungkap, PPDB tahun ini sebetulnya masih mewariskan permasalahan yang sama. "Kurang lebih pengulangan dari tahun-tahun sebelumnya," kata Ismu dalam perbincangan dengan IDN Times, Kamis 20 Juli 2023.

Salah satu fenomena kecurangan yang muncul di Sulsel adalah manipulasi data pada jalur zonasi. Tahun lalu, Ombudsman mengambil sampel di salah satu sekolah berdasarkan laporan yang masuk. 

Dari 13 sampel KK yang diperiksa, Ombudsman menemukan 4 KK yang tidak valid. Ismu mengatakan bahwa KK itu palsu, namun secara sistem jalur zonasi siswa yang bersangkutan tetap dinyatakan lolos berdasarkan sistem. 

Tahun ini, Ombudsman kembali menerima aduan yang sama pemeriksaannya sementara berjalan. Ombudsman mengambil data dari 4 sekolah SMA di Makassar berdasarkan laporan yang masuk.

"Untuk sementara yang divalidasi bersamaan Dukcapil provinsi saat ini sudah ditemukan lagi beberapa data yang sebenarnya tidak memungkinkan untuk masuk jalur zonasi," kata Ismu.

Provinsi Jawa Barat bahkan menemukan 4.791 pendaftar PPDB 2023 yang curang. Pendaftaran ribuan siswa itu pun didiskualifikasi atau dibatalkan.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil alias Emil mengungkap, mereka mendaftar dengan cara-cara ilegal. "Seperti KK (kartu keluarga), domisili yang disiasati, sudah kami batalkan. Memang tidak ada drama-drama yang ekspektasi orang. Ini terstruktur ada tim pengaduan dan kita sudah membatalkan," ujar Emil pada Senin 17 Juli 2023.

Tindakan tegas itu diambil Pemprov Jabar agar menjadi efek jera pada peserta didik yang mencoba menggunakan cara ilegal untuk masuk ke SMA pilihannya. Sebab, aturan PPDB Jabar sendiri sudah sesuai dengan pemerintah pusat.

Kepala Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya mencatat, ada wilayah dengan angka pelanggaran tertinggi, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten Bandung.

"Di Kabupaten Bogor di 1.635, Kabupaten Bekasi 589 dan Kabupaten Bandung 410. Tapi sekali lagi ini menyangkut karena beberapa daerah, tidak berarti banyaknya itu indikasi negatif. Jangan sampai seolah-olah jumlah itu menimbulkan tidak baik," katanya.

Di Lampung, seorang aparatur sipil negara (ASN) bahkan sampai nekat memalsukan dokumen agar bisa memasukkan anaknya ke sebuah SMA negeri. Kasus ini diungkap Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung Febriana.

ASN tersebut memalsukan dokumen dengan mengubah salah satu persyaratan surat untuk diajukan pada sekolah. Dengan demikian, surat tersebut seolah-olah telah mendapat perbaikan dari Disdukcapil Kota Bandar Lampung.

Ternyata, setelah pihak sekolah mengecek dokumen ke Disdukcapil Kota, terungkap tak pernah melakukan perubahan. Inspektur Bandar Lampung, Robi Suliska Sobri mengaku tengah mendalami kasus yang tersebut.

“Yang jelas pelakunya sudah mengaku dan ini (kesalahan) fatal ya. Tapi soal sanksi seperti apa belum ditentukan karena ada tim penyelesaian kasus yang memutuskan itu. Dalam waktu dekat lah ini kita selesaikan,” kata Robi pada IDN Times, Selasa 18 Juli 2023.

Soal apakah ada yang membantu pelaku memalsukan dokumen di disdukcapil kota, Robi belum bisa memastikan.

“Pasti kita gali. Tapi kalau apakah ada oknum di dukcapil sendiri masih belum tahu ya, kita masih belum bisa mengatakan siapa saja yang terlibat,” ujarnya.

Cara lain yang lebih "halus" mengakalinya dengan menumpang KK. Caranya, nama peserta PPDB dimasukkan dalam KK di keluarga yang rumahnya masuk zonasi sekolah yang dituju.

Temuan kasus ini ada di Yogyakarta. "Paling masif tahun ini," Kepala Ombudsman Yogyakarta Budhi Masturi, 13 Juli 2023.

Budhi mengungkap, ada 11 anak yang ketahuan menumpang di dua KK. Ada satu KK dengan enam anak, dan satu KK lagi lima orang anak. "Kami memperoleh KK asalnya, alamat asal orangtuanya, dan umumnya itu berada di luar ring zona sekolah," ujar Budhi.

Gubernur Banten Al Muktabar bahkan menemukan sendiri kasus anak yang menumpang KK ini saat dia mengecek langsung data para pendaftar Jalur Zonasi di SMAN 1 Kota Serang, Rabu 12 Juli 2023.

Al Muktabar mendatangi langsung alamat terdekat yang didaftarkan. Dari empat sampel pendaftar Jalur Zonasi yang dicek, dua di antaranya tidak ditemukan-- yakni pendaftar yang berjarak 101 meter dan 105 meter dari sekolah yang beralamat di Lingkungan Cimuncang, Kota Serang.

Saat ditanyakan kepada RT setempat, pengurus RT tidak mengenali nama-nama calon siswa yang mendaftar tersebut. "Ada beberapa yang kita kunjungi, orangnya tidak ada," kata Al Muktabar.

PPDB 2023 juga diwarnai aroma perjokian. Setidaknya, itu adalah temuan Ombudsman DIY. Modusnya, peserta PPDB dititipkan kepada orang lain, yang pindah tugas. Mereka dijadikan wali anaknya agar anak bisa ikut daftar jalur perpindahan orangtua. "Karena kan bebas memilih, pasti diterima sepanjang kuota masih ada. Kami sebut perjokian wali," ungkap Budhi.

Disebutnya ada empat anak yang diduga sangat kuat melakukan perjokian wali. Menindaklanjuti masalah tersebut Al akan bertemu dengan dinas terkait dan kelurahan untuk lebih memperhatikan perpindahan KK.

Manipulasi data pada jalur zonasi ini juga ditemukan di Sulsel. Tahun lalu, Ombudsman mengambil sampel di salah satu sekolah berdasarkan laporan yang masuk.

1. Patgulipat data, KK, hingga domisili demi lolos PPDB dan masuk sekolah impian

Infografis Jalur PPDB (IDN Times/M Shakti)

2. Jalur Zonasi, siapa yang berhak?

Viral jarak sekolah dengan rumah peserta PPDB di Tangerang (IDN Times/Maya Aulia Aprilianti)

Salah satu warga Bandar Lampung, Desi, tidak bisa menutupi kekecewaannya. Warga Kecamatan Kemiling itu mengaku heran karena anaknya tidak lolos pada pilihan pertama Jalur Zonasi. Padahal jarak rumah ke sekolah pilihan pertamanya itu hanya 807 meter saja.

Anehnya, anaknya justru malah diterima di SMP pilihan kedua dengan jarak tempuh lebih jauh, sekitar 1,5 kilometer (km).

“Saya agak aneh aja, kok di SMP pilihan pertama yang jelas lebih dekat dari rumah malah gak lolos dan diterimanya di SMP pilihan kedua yang lebih jauh. Saya sih menduganya banyak orangtua yang udah 'nembak' pindah alamat KK, padahal rumahnya gak di situ. Tetapi KK anaknya diubah jadi biar masuk zonasi sekolah tujuan,” kata Desi kepada IDN Times, 18 Juli 2023 lalu.

Desi juga menyayangkan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ristek terkait syarat minimal waktu pindah KK anak mendaftar sekolah jalur zonasi, yakni 1 tahun. Sehingga ini bisa membuka peluang orangtua nakal untuk mengubah alamat KK anaknya setahun sebelum pendaftaran sekolah.

“Seharusnya 5 tahun gitu. Kalau cuma 1 tahun kan gampang ngakalinya, pas anaknya kelas 5 SD atau kelas 2 SMP orangtuanya udah bisa ancang-ancang pindahin alamat KK anaknya,” dia menjelaskan.

Plt Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bandar Lampung Mulyadi menjawab, peraturan minimal perpindahan KK anak mendaftar sekolah minimal 1 tahun itu memang sudah diatur secara nasional oleh Kemendikbudristek.

“Masalah tidak diterima (di sekolah pilihan utama) memang ada di sistem jarak. Tapi solusi dari kami adalah dengan memberikan alternatif beberapa sekolah lainnya yang pada jalur zonasi belum terpenuhi semuanya,” imbuhnya.

Rasa tidak puas dengan proses penentuan zona sekolah membuat sebagian orang membawanya ke dunia maya. Viral.

Beberapa waktu lalu, sebuah video pun sempat viral di media sosial, di mana satu warga sampai mengukur jarak sekolah dengan rumah peserta PPDB di Tangerang. Akun Tik Tok Aceng Kruger membagikan rekaman seorang laki-laki yang terlihat mengukur jarak rumah salah satu siswa yang diterima, dari sekolah.

Dalam video tersebut, laki-laki tersebut menanyakan kepada penjual es di sekitar sekolah mengenai nama siswa yang diterima tersebut. "Bu, di sini ada yang namanya Safira? Ini 59 meter harusnya di sini," kata laki-laki tersebut.

Namun, penjual es tersebut mengatakan tak mengenal seseorang yang namanya Safira. Laki-laki dalam video tersebut pun menduga alamat Safira yang disebut hanya 59 meter dari sekolah, adalah fiktif.

Pihak SMA Negeri 5 Kota Tangerang, angkat bicara terkait dengan video viral tersebut. Humas SMA Negeri 5 Kota Tangerang Friantha Rukmawan mengatakan, terkait dengan titik zonasi, secara sistem titik tersebut berada di area tengah lapangan. Yang mana, secara garis perhitungan, sistem akan menarik lurus titik koordinat dengan rumah calon murid.

"Jadi, untuk kasus yang kemarin, kami meluruskan, bila pendaftaran ini melalui sistem, bukan dari kami, dan sistemnya online. Begitupun dengan pengukuran jarak yang ditentukan sistem. Dalam hal ini, titik koordinat pada PPDB zonasi di SMA Negeri 5 Kota Tangerang, ada di area tengah lapangan," katanya, Jumat 14 Juli 2023.

Baca Juga: Membongkar Praktik Siswa Titipan Pejabat Daerah di SMA/SMK Banten

Persoalan krusial selanjutnya adalah "siswa titipan." Kasus ini sebetulnya muncul setiap tahun. Beberapa kepala daerah mengaku mendapat titipan sejumlah siswa saat PPDB, termasuk Gubernur Banten dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Tentu saja, mereka mengaku tidak menanggapi permintaan itu dan mengembalikan proses kepada ketentuan yang berlaku.

Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengaku, mendapatkan titipan 700 siswa baru saat PPDB 2023. Dia mengaku tidak bisa membantu karena sistem zonasi sudah memiliki ketentuan yang harus diikuti.

"Karena kalau banyak yang nitip-nitip, akhirnya susah (jadi masalah). Kalau misalnya semua nitip mau masuk SMA 1 Mataram, sedangkan secara sistem, ada keterbatasan jumlah (siswa) yang harus diterima," katanya.

PPDB jalur zona akan terjadi masalah apabila orangtua ingin anaknya masuk sekolah favorit. Padahal dari sisi zonasi, mereka tidak masuk dalam radius sekolah yang diinginkan. Sehingga, muncul modus menitipkan anak lewat pejabat dan lainnya.

"Kan orang itu padahal tahu itu bukan zonanya tapi karena ingin sekolah favorit, itu saja masalahnya. Coba kalau tertib pada zonasinya, maka akan tertib juga," kata dia.

Fenomena siswa titipan ini juga menjadi temuan Ombudsman Bali. "Adanya pengakuan dari beberapa orangtua yang menyatakan adanya keterlibatan dari anggota dewan. Kemudian juga ada pengakuan dari staf pegawai Dinas Pendidikan Provinsi yang didatangi atau ditelepon oknum anggota dewan," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali, Ni Nyoman Sri Widhiyanti.

Sementara Kepala Ombudsman DIY Budhi Masturi menegaskan, mindset tentang favoritisme sekolah menjadi masalah paling mendasar dari karut marutnya PPDB Sistem Zonasi selama ini. Orangtua melakukan berbagai cara--termasuk yang tidak patut--karena mereka ingin anaknya sekolah di tempat yang mereka anggap favorit. Padahal sekolah yang difavoritkan tidak selalu identik dengan kualitas mutu akademik keluarannya. "Sebuah sekolah difavoritkan anak-anak bisa jadi karena tim basketnya keren, pensinya keren, dan lain-lain," kata Budhi.

Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan juga menggarisbawahi mindset sekolah favorit yang masih belum bisa hilang dari tengah masyarakat.

"Ini pangkal masalahnya karena kualitas sekolah yang masih disparitasnya tinggi. Makanya istilahnya ada favorit, nggak favorit. Itu kan karena itu dia," kata dia saat dihubungi IDN Times, Jumat 21 Juli 2023.

Disparitas tinggi ini terlihat dari mutu yang berbeda-beda antara satu sekolah dengan sekolah lain. Sementara, orangtua atau wali siswa hanya melihat, sekolah mana yang bisa meluluskan siswanya dengan bagus. "Sekolah mana yang persentasenya paling banyak diterima di PTN, misalnya. Ya, (sekolah itu) pasti favorit," kata dia.

Dia lantas mencontohkan SMA Negeri 8 Jakarta yang kerap dianggap sebagai sekolah favorit sejak dulu. "Nah yang SMP 115 (Jakarta), jadi favorit karena sebagian besar diterima di SMA 8. Jalurnya ada gitu ya," kata dia.

Fenomena inilah yang berusaha dipatahkan dengan Jalur Zonasi pada PPDB. "Yang ngerusak (PPDB), orang yang punya resources, ingin masuk sekolah favorit. Itu aja pemainnya," ungkapnya.

Baca Juga: Ombudsman Bali Akui Temuan Calon Siswa Titipan Dewan

3. Siswa titipan dan mindset sekolah favorit yang masih mengakar

SMAN 8 Jakarta kerap dinilai sebagai salah satu sekolah favorit (https://info.sman8jkt.sch.id/)

Baca Juga: Praktik Jual Beli Kursi Sekolah Nihil di Banjarmasin 

Baca Juga: 5.413 Bangku di SMAN Banten Masih Kosong Usai PPDB Berakhir 

4. Deputi Pencegahan KPK: singkronkan data PPDB dengan Dukcapil!

(Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi Pahala Nainggolan) IDN Times/Santi Dewi

Pahala menjelaskan, KPK sempat ikut memantau pelaksanaan PPDB dan Jalur Zonasi pertama kali dilaksanakan. "Sekitar 5 tahun lalu," kata dia. Salah satu yang dilakukan KPK membuka posko aduan. Sejak itu, KPK melihat persoalan PPDB sebetulnya itu-itu saja.

"Sederhana itu, sinkronisasi data! Pemadanan data," kata Pahala. Persoalan ini tidak dilaksanakan dengan benar sehingga menimbulkan persoalan dan benang kusut.

Dia menilai, PPDB masih perlu ada untuk memutus rantai sekolah favorit dan tidak favorit. Meski demikian, PPDB perlu ada perbaikan mendasar. Pertama, pemerataan mutu pendidikan di semua sekolah. Kedua, pemadanan data.

"Kalau semua yang daftar (PPDB) diminta NIK dan KK kan, langsung koneksikan ke (data) Dukcapil, ketahuan ini orang. Misalnya nitip (peserta PPDB) ke kartu keluarga saya, ketahuan," jelasnya.

Petugas pun bisa mengusut siapa orangtua siswa, melalui NIK--dengan bantuan data Dukcapil. "Jadi yang saya sesalkan dari Jalur Zonasi ini, kenapa (panitia PPDB) tidak diwajibkan memadankan data (peserta PPDB) dengan Dukcapil. Dukcapil itu ada di semua kabupaten, kota di Indonesia," kata dia.

Singkronisasi data PPDB dengan Dukcapil, menurut Pahala, bukan hal sulit. "Itu koordinasi secara teknis bisa. Bisa banget, tapi itu tidak dijadikan prosedur standar," ujarnya.

Di sisi lain, sinkronisasi data PPDB dengan Dukcapil bisa mencegah berbagai kecurangan, yang kini justru muncul. Dia lantas mempertanyakan setiap kepala dinas pendidikan di pemerintah daerah yang tidak memadankan data dengan Dukcapil.

Data NIK, menurut dia, sangat mudah dipadankan. Hal ini sudah dilaksanakan PLN untuk data pelanggan yang berhak mendapat subsidi 450 watt. "Pelanggan PLN aja kita padankan, NIK-nya (warga) miskin penerima subsidi 450 watt. Itu 30 juta data dipadankan, 2 minggu kelar. Apa lagi cuma PPDB. Sesederhana itu," tuturnya.

KPK pun berencana untuk membuat program pencegahan tahun depan, sebelum PPDB 2024. "Kita menyurati (pihak berkepentingan), termasuk, jalur mandiri perguruan tinggi. Paling nggak, kita kasih panduan lah, di edaran kepala KPK ke seluruh rektor. Harusnya PPDB sebelum mulai, harus itu juga," dia menambahkan.

Baca Juga: Kasus ASN Palsukan Dokumen PPDB Jalur Zonasi, Inspektur: Untuk Anaknya

Baca Juga: Gubernur NTB Mengaku Dapat Titipan 700 Siswa Baru saat PPDB 2023

5. Keterbukaan pengelola sekolah pun menjadi faktor penting

PPDB di Kota Serang ( ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Satu faktor perbaikan lainnya yang tak kalah penting, menurut Pahala, adalah keterbukaan pengelola sekolah. KPK pernah menyampaikan soal ini kepada sekolah-sekolah.

"Kita dulu bilang gini, 'Pak, dihubungin aja (data) berapa bangkunya dan urutannya (calon siswa). Kelihatan. Jadi kalau ada siswa yang nggak ngambil bangkunya, yang bawah otomatis naik," tutur dia.

Informasi kursi dan siswa yang mendaftar bisa dibuka secara digital sehingga orangtua dan wali siswa bisa memantau pergerakan PPDB di sekolah tersebut. "Kenapa sih nggak dibuka? Saya juga bingung," kata dia.

Soal zonasi, pihak sekolah pun bisa memanfaatkan berbagai aplikasi yang saat ini ada, termasuk Google Maps. "Koneksi juga ke Dukcapil. Koordinat Google Map kurang apa coba? Dan di NIK tuh bisa banget," ujar dia.

Persoalan selanjutnya yang perlu diselesaikan pemerintah terkait disparitas sekolah. Bagaimana caranya agar mutu sekolah bisa sama atau disparitasnya tidak terlalu jauh. "PPDB ini harus dilanjutkan, kalau kita mau, mutu sekolah sama," kata dia.

Baca Juga: Harga Selangit Seragam SMA Negeri, Calon Siswa Pakai Sistem Cadangan

Berita Terkini Lainnya