Koalisi Guru Banten Tolak Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemik 

Zonasi penyebaran tidak bisa jadi patokan keamanan

Serang, IDN Times - Koalisi Guru Banten (KGB) menolak kebijakan membuka sekolah tatap muka di tengah pandemik virus corona atau COVID-19. Koordinator KGB Deny Surya Permana mengatakan, kasus baru COVID-19 di sekolah menunjukkan bahwa meskipun menggunakan protokol kesehatan, transmisi tidak dapat dihentikan selama COVID-19 masih beredar di masyarakat.

"Pembukaan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah bakal meningkatkan kerentanan guru, tenaga kependidikan, siswa, dan keluarganya dari paparan virus corona," kata Deny melalui pers rilis, Senin (16/8/2020).

Baca Juga: Sempat Dibuka 2 Hari, Belajar Tatap Muka di Cilegon Ditutup Kembali  

1. Zona kuning dan hijau tidak jadi patokan keamanan penularan

Koalisi Guru Banten Tolak Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemik IDN Times/Khaerul Anwar

Deny menambahkan, zonasi hijau dan kuning yang dijadikan dasar membuka sekolah tidak bisa menjadi patokan keamanan dari penularan COVID-19. Hingga saat ini pemerintah belum mampu memenuhi standar minimal jumlah tes yang dianjurkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu melakukan tes terhadap satu orang per 1.000 penduduk setiap minggu di semua daerah secara merata.

"Pemerintah juga tidak memberikan informasi yang transparan tentang jumlah orang yang dites ditiap daerah. Padahal, tes dan pelacakan kontak yang cepat dan transparan, menjadi kunci penting mengetahui skala penularan sesungguhnya di komunitas. Tidak terpenuhinya data dan informasi jumlah tes ini, menyebabkan pendekatan zonasi rentan memicu kekeliruan," katanya.

Baca Juga: Swab Test COVID-19 di Banten Baru Capai 47 Ribu Sampel 

2. Kendala belajar jarak jauh tidak bisa ditukar dengan mempertaruhkan kesehatan

Koalisi Guru Banten Tolak Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemik Sekolah di Lebak mulai berlakukan belajar tatap muka (ANTARANews)

Pembelajaran jarak jauh yang kini diterapkan memang sarat kendala. Namun, kata dia, kendala-kendala itu tidak bisa ditukar dengan mempertaruhkan kesehatan siswa beserta guru dan tenaga kependidikan lainnya.

Salah satu alasan pembukaan kembali sekolah antara lain adanya kendala koneksi internet, ketidakoptimalan dalam proses belajar dari rumah, hambatan pendampingan orang tua dan tertinggalnya materi pembelajaran siswa. Alasan-alasan ini, menurutnya menunjukkan bahwa Menteri Pendidikan tidak mendahulukan perlindungan kesehatan siswa.

"Mendikbud mempertaruhkan kesehatan dan jiwa siswa dan guru dan tenaga kependidikan lainnya untuk mengatasi hambatan akses internet, kejenuhan belajar di rumah dan sebagainya. Ini merupakan langkah yang tidak bijak dan tidak etis," katanya.

3. Anak-anak berisiko tertular dan menularkan COVID-19

Koalisi Guru Banten Tolak Sekolah Tatap Muka di Masa Pandemik ANTARA FOTO/Septianda Perdana

Deny menambahkan, banyak kajian menunjukkan, anak-anak juga sangat rentan tertular dan juga menularkan ke orang lebih tua. Analisis WHO terhadap sekitar 6 juta kasus infeksi secara global menemukan proporsi orang berusia 15-24 tahun yang tertular COVID-19 naik menjadi 15 persen pada 12 Juli dari sebelumnya 4,5 persen pada 24 Februari.

Sedangkan anak-anak berusia 5-14 tahun yang terinfeksi naik menjadi sekitar 4,6 persen terinfeksi, dari sebelumnya hanya 0,8 persen. Indonesia termasuk negara dengan jumlah kasus COVID-19 pada anak-anak dan tingkat kematian karena COVID-19 lebih tinggi dari kebanyakan negara lain.

"Data Satgas Penanganan COVID-19, jumlah anak usia 0 -5 tahun yang positif di Indonesia sebanyak 2,4 persen dan usia 6-18 tahun 6,8 persen. Total anak-anak usia 0-18 tahun yang terinfeksi 9,2 persen.

Data WHO juga menunjukkan, dari 9.300 anak-anak usia 0-18 tahun di Indonesia yang positif COVID-19, sebanyak 105 di antaranya meninggal dunia. Ini berarti tingkat kematiannya sekitar 1,1 persen," katanya.

Baca Juga: Kota Tangsel Juara MTQ Tingkat Banten, Sabet 3 Kategori Sekaligus

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya