Terdakwa Korupsi Pengelolaan Sampah Tangsel Gugat Dasar Audit Jaksa

- Kuasa hukum Direktur PT Ella Pratama Perkasa Sukron Yuliadi Mufti (54) menganggap dakwaan jaksa cacat hukum
- Kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberatan atas surat dakwaan JPU karena tidak melibatkan BPK dalam penyidikan. Tanpa hasil audit BPK, dakwaan jaksa menjadi prematur.
- Putusan MK mengubah tafsir Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, menuntut bukti kerugian negara yang nyata. SEMA juga memperkuat bahwa hanya BPK yang bisa menetapkan besaran kerugian negara dalam perkara Tipikor.
Serang, IDN Times – Sidang kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan dan pembuangan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan kembali berlangsung panas. Kuasa hukum terdakwa, Sukron Yuliadi Mufti (54), Direktur PT Ella Pratama Perkasa mempersoalkan dasar hukum audit yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dakwaannya.
Kuasa hukum Sukron, Hutomo Daru Pradipta menilai, jaksa tidak memiliki kewenangan menetapkan adanya kerugian negara Rp21,6 miliar tanpa hasil audit resmi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, lembaga lain seperti kantor akuntan publik hanya berhak menghitung, bukan menetapkan nilai kerugian negara.
“Itu sudah jelas berdasarkan undang-undang. Hanya BPK yang berwenang menentukan ada atau tidaknya kerugian negara,” kata Hutomo kepada wartawan, Jumat (10/10/2025).
1. Rujuk putusan MK dan SEMA

Hutomo menegaskan, Jaksa seharusnya merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016, yang mengubah tafsir Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Putusan itu menghapus kata “dapat”, sehingga delik korupsi kini bersifat materiil, bukan formil.
“Artinya, jaksa tidak cukup hanya membuktikan adanya perbuatan. Mereka juga harus membuktikan adanya kerugian negara yang nyata (actual loss),” katanya.
Ia menambahkan, Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2024 juga memperkuat hal tersebut. Dalam SEMA itu, Mahkamah menegaskan bahwa hanya BPK yang memiliki otoritas menetapkan besaran kerugian negara dalam perkara Tipikor.
2. Eksepsi: dakwaan dianggap cacat hukum

Dalam sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor Serang, tim kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberatan atas surat dakwaan JPU. Mereka menilai dakwaan tersebut tidak memenuhi syarat materiil karena tidak merumuskan unsur delik secara tepat dengan perbuatan yang dituduhkan.
"Kejaksaan seharusnya melibatkan BPK dalam penyidikan untuk memastikan ada atau tidaknya kerugian negara. Tanpa itu, dakwaan jaksa menjadi cacat hukum dan inkonstitusional,” tegas Hutomo.
Ia menilai, tanpa hasil pemeriksaan resmi dari BPK, dakwaan jaksa terhadap kliennya menjadi prematur.
“Konsekuensi hukumnya jelas. Jika tidak ada hasil audit BPK, maka dakwaan harus dinyatakan tidak sah. Majelis hakim seharusnya menerima eksepsi kami,” tambahnya.
3. Latar belakang kasus korupsi pengelolaan sampah Tangsel

Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam proyek pengelolaan dan pembuangan sampah yang dikerjakan PT Ella Pratama Perkasa di Tangerang Selatan. Kejaksaan menilai terdapat pelanggaran dalam penggunaan anggaran yang menimbulkan kerugian negara.
Namun, kuasa hukum terdakwa menilai jaksa terlalu terburu-buru menetapkan perkara tanpa dasar audit resmi dari lembaga yang berwenang. Mereka menegaskan akan terus menyoroti prosedur hukum yang digunakan jaksa selama persidangan.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda tanggapan JPU terhadap eksepsi terdakwa di Pengadilan Tipikor Serang.