Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

LSM Desak Anies, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo Terbuka Soal Dana BPO

Ilustrasi KPK (IDN Times/Mardya Shakti)

Tangerang Selatan, IDN Times - Lembaga Tangerang Publict Transparency Watch (Truth) mendesak para kepala daerah di Indonesia, khsusnya di Pulau Jawa membuka ke publik penggunaan biaya operasional penunjang (BPO) mereka.

Wakil Koordinator Truth, Jupri Nugroho mengatakan, keterbukaan itu sangat penting sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik.

"Selama ini kita (publik) tidak pernah tahu BPO tersebut besarannya berapa dan digunakan untuk apa saja," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/2/2022).

1. BPO rentan digunakan untuk kepentingan pribadi

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wali Kota Bogor Bima Arya meninjau Stasiun Bogor, Senin (15/6) (Dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Secara khusus, Jupri menyebut empat nama kepala daerah yang dia nilai populer dan kerap melakukan pencitraan di media massa. Mereka adalah Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta), Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah), Khofifah Indarparawansa (Gubernur Jawa Timur). 

Menurut Truth, penggunaan dana BPO Gubernur oleh keempat nama tersebut penting diketahui publik, agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

"Karena kepala daerah ditunjang dengan anggaran yang tidak sedikit, terutama pada biaya penunjang operasional yang tidak sedikit. Apa lagi di tengah kondisi masyarakat masyarakat yang sedang sulit, akibat pandemik," tegasnya.

2. Banyak kepala daerah tak mempublikasi BPO masing-masing

Ridwan Kamil, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo. (instagram.com/ridwankamil)

Jupri mengatakan, sesuai dengan aturan yang ada, BPO masing-masing kepala daerah tentu berbeda-beda, sesuai PAD masing-masing daerah.

Dia lantas merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 109/2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. PP itu, kata dia, mengatur bahwa kedudukan BPO adalah biaya untuk mendukung pelaksanaan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah. "Sebagai wakil pemerintah pusat dan fungsi desentralisasi," kata dia.

Dalam Pasal 9 PP 109 juga diatur bahwa BPO kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan besaran mencapai 0,15 persen dari PAD. Namun, BPO tidak boleh melewati batas besaran yang sudah ditentukan oleh aturan tersebut.

"Namun apakah kepala daerah ini pernah mempublikasikan penggunaan BPO tersebut? Selama ini banyak kepala daerah yang mengatakan bahwa mereka tidak pernah mengambil gaji mereka, namun bagaimana dengan BPO? Tentu dengan nilai yang fantastis dengan mengukur dari PAD masing-masing," tegasnya.

3. Ini besaran BPO yang fantastis

ilustrasi uang (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Menurut Jupri, PAD DKI Jakarta pada 2021 mencapai Rp51,85 triliun. Jika diukur dari aturan, maka BPO Gubernur DKI Anies Baswedan sekitar Rp77,7 miliar.

Dengan cara menghitung yang sama, Jupri memperkirakan BPO Khofifah Indarparawansah sekitar Rp28,3 miliar, Ganjar Pranowo Rp39,8 miliar, dan Ridwan Kamil Rp37,5 miliar. 

Sedangkan BPO Gubernur Banten Wahidin Halim, kata dia, sekitar Rp11 miliar karena PAD Banten di angka Rp7,67 triliun.  

"Meskipun ada diskresi yang dimiliki oleh kepala daerah namun tetap saja harus menganut sistem bersih dan transparan," urainya.

Anggaran itu, imbuhnya, berfungsi untuk menjalankan prinsip otonomi daerah yang semuanya berujung bagi kesejahteraan masyarakat. "Apakah pernah ada laporan penggunaan anggaran tersebut ke masyarakat?" imbuhnya. 

4. Truth apresiasi MAKI laporkan Gubernur Banten

Dok. istimewa/Arif

Jupri menyontohkan, temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kantor Perwakilan Kalimantan Timur pada 2013. Dokumen pertanggungjawaban BPO yang diserahkan Gubernur Kaltim kala itu, Awang Farouk Ishak, hanya berupa daftar pengeluaran dan tanda bukti terima uang kepada pihak lain, tanpa ada tidak ada penggunaan secara rinci.

Jupri khawatir, laporan seperti ini masih terus terjadi hingga saat ini, di mana tak ada dokumen yang memadai untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang didanai dari BPO tersebut benar-benar dilakukan.

"Tentu ini bisa juga dilakukan oleh kepala daerah terutama di Pulau Jawa, dimana memiliki BPO yang besar, potensi kecurangan dan penyelewengan tentu ada," tegasnya.

Truth juga, kata Jupri, mendukung langkah Masyarakat Anti Korupsi Indonesi (MAKI) yang melaporkan dugaan potensi korupsi pada penggunaan BPO Gubernur Banten dan Wakil Gubernur Banten ke Kejati Banten. Laporan ini, imbuhnya, bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik penggunaan BPO.

Tak hanya di Banten, dia berharap BPO daerah lain pun diusut tuntas apakah penggunaannya sesuai dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.  "Ini sebagian langkah dari masyarakat dalam ikut serta mengawasi penggunaan anggaran yang bebas dari korupsi," kata dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Muhammad Iqbal
Ita Lismawati F Malau
Muhammad Iqbal
EditorMuhammad Iqbal
Follow Us