Kenali Perbedaan Benjolan di Payudara, Kanker atau Bukan? 

Jika sudah stadium lanjut, harapan hidup semakin kecil

Tangerang, IDN Times - Kanker Payudara masih menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia serta menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker. Data tersebut berdasarkan situs resmi Kementerian Kesehatan RI per tanggal 2 Februari 2022.

Hal tersebut lantaran penderita kanker payudara 70 persen datang ke fasilitas kesehatan saat kankernya sudah stadium lanjut sehingga sulit ditangani hingga menyebabkan kematian.

Namun, tahukah kamu bahwa pemeriksaan dini kanker payudara bisa dilakukan dengan cara mandiri, loh. Biasanya disebut dengan Sadari (periksa payudara sendiri). Langkah-langkahnya bisa dilakukan hanya dengan tangan sendiri.

"Sadari ini sangat penting karena bisa memeriksa kondisi payudara sendiri, apakah terdapat benjolan aneh dan tidak biasa? Itu bisa menjadi salah satu deteksi dini," kata dr Sonar Soni Panigoro, Sp.B (K) Onk., Ketua Eka Tjipta Widjaja Cancer Center Eka Hospital.

Baca Juga: Jelang Kompetisi IBL 2023, Tangerang Hawks Luncurkan Skuad Baru

1. Terdapat perbedaan benjolan kanker dan normal

Kenali Perbedaan Benjolan di Payudara, Kanker atau Bukan? IDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Sonar mengungkapkan, memang terdapat kesulitan untuk memeriksakan benjolan yang ada di payudara. Pasalnya, terkadang terdapat benjolan yang normal, khususnya saat masa menstruasi.

"Kalau benjolan normal itu, biasanya seperti anggur, bulat rata, dan teksturnya keras saat dipegang. Sementara untuk benjolan kanker biasanya terasa bertekstur bergelenjir saat dipegang, karena sel kankernya itu kan seperti akar, tidak halus dan biasanya seperti akar," jelasnya.

2. Jika ditemukan benjolan yang mencurigakan, harus segera ke fasilitas kesehatan

Kenali Perbedaan Benjolan di Payudara, Kanker atau Bukan? IDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Sonar menuturkan, jika ditemukan benjolan yang tidak wajar, maka diimbau untuk segera ke fasilitas kesehatan untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih akurat. Saat ini, terdapat pemeriksaan genomik, yakni satu metode yang dapat digunakan untuk tidak saja untuk deteksi adanya kanker, tapi juga untuk penanganannya. 

"Genomik merupakan ilmu yang mempelajari genom, informasi genetik yang tersimpan dalam DNA. Pada setiap manusia terjadi perbedaan DNA sebesar 0,1 persen. Perbedaan itulah yang menimbulkan adanya perbedaan seperti warna rambut, warna kulit, bentuk mata, metabolisme tubuh termasuk kecenderungan risiko penyakit," tutur dr Sonar.

3. Pemeriksaan genomik juga bisa mendeteksi gen kanker sebelum muncul

Kenali Perbedaan Benjolan di Payudara, Kanker atau Bukan? IDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Masih ingatkah, langkah ekstrem yang diambil artis Hollywood Angelina Jolie yang menjalani operasi pengangkatan kedua payudaranya? Tindakan itu dia ambil lantaran hasil tes pemeriksaan genomiknya menunjukkan 87 persen berisiko menderita kanker payudara.

Padahal, pada saat itu, Angelina Jolie belum menderita kanker payudara, namun dia menurunkan risiko munculnya kanker tersebut dengan cara awal menjalani pemeriksaan genomik. Saat mengetahui hasilnya, Jolie adalah pembawa gen kanker BRCA1, dia menurunkan risikonya dengan cara mengangkat kedua payudaranya.

Pemeriksaan genomik dapat melihat semua gen dalam tubuh, juga perubahan gen pada penyakit termasuk kanker. Sehingga, setelah menjalani tes, maka pasien akan ketahuan, apakah menderita kanker di masa depannya. 

"Kalau ditemukan gen kanker, seperti jenis BRCA1, sudah pasti 85 persen akan kena. Mungkin pada saat pemeriksaan kanker tersebut belum muncul, tapi bisa muncul 5 atau 10 tahun lagi," ungkap dr Sonar.

Ketika sudah didapati ada gen kanker tersimpan dalam tubuh, dokter akan mengajak diskusi pasiennya. Dokter akan memberikan terapi atau obat-obatan untuk meredam munculnya kanker. 

Kemudian, pasien akan diarahkan untuk menjalani pola makan dan hidup yang sehat. Bilamana pasien menginginkan langkah ekstrim seperti yang dilakukan Angelina Jolie, dr Sonar mengaku tak akan langsung mengiyakan.

Sebab, menjalani operasi pengangkatan kedua payudara atau mastektomi ganda preventif bisa mempengaruhi mental pasien wanita tersebut. Makanya, dokter akan menyarankan pasien konsul terlebih dulu dengan seorang psikiater untuk pertimbangan hal-hal lainnya.

"Meskipun setelahnya akan direkontruksi dengan payudara buatan, tapi panjang prosesnya. Makanya, saya bila ada pasien mau diangkat ganda seperti itu, mempersilahkan terlebih dulu berkonsul dengan psikiater," kata dokter yang juga praktek di RSCM itu.

3. Penderita kanker payudara bisa 100 persen sembuh jika ditangani di stadium 0

Kenali Perbedaan Benjolan di Payudara, Kanker atau Bukan? IDN Times/Maya Aulia Aprilianti

Meski begitu, penanganan kanker payudara pada stadium awal, memang perlu dilakukan. Pasalnya, semakin kecil stadiumnya, maka tingkat kesembuhannya akan semakin tinggi. 

"Jika stadium 0, yakni kanker masih di dalam kantung, maka kesembuhan 100 persen," kata dia. 

Peluang sembuh semakin kecil ketika stadiumnya meningkat. Seperti stadium 1, peluang sembuh 80 persen, stadium 2 peluangnya berkurang menjadi 60 persen, dan stadium 3 menjadi 50 persen saja. "Hingga stadium akhir itu bisa tidak sembuh karena kanker sudah menyebar," ungkapnya.

Sayangnya, masih banyak perempuan yang tidak waspada terhadap adanya kanker payudara tersebut. Di mana, mayoritas datang ke rumah sakit dalam kondisi sudah stadium lanjut.

"Karena perkembangan kanker ini lama, dari stadium 0 ke stadium 1 bisa 4 sampai 5 tahun, kalau semakin tinggi stadiumnya semakin cepat perkembangan kankernya, apalagi jika sudah menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati, jantung, darah, itu tingkat kesembuhannya sangat kecil," katanya.

Pemeriksaan genomik ini dapat juga memilih pengobatan kanker yang tepat untuk tiap individu baik jenis kemoterapi, hormonal, terapi target maupun imunoterapi. Penggunaan teknik pemeriksaan genomik tersebut diatas merupakan arah pengobatan kanker kedepan yang dikenal terapi presisi dan personalized medicine.

Di Indonesia sendiri, untuk tes genomik masih terbilang mahal. Dr Sonar mengungkapkan untuk tes genomik yang sama seperti yang dilakukan Angelina Jolie, sekitar Rp 5 juta untuk sekali tes.

Lalu, untuk pemeriksaan mokular, hanya untuk mengetahui pilihan pengobatan kanker ke depannya, sebesar Rp2 juta. Belum lagi untuk lebih detail, pemeriksaan bisa mencapai Rp50 jutaan.

Baca Juga: Tata Cara Bikin Kartu Keluarga di Kota Tangerang

Maya Aulia Aprilianti Photo Community Writer Maya Aulia Aprilianti

Trying to Love My Life

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya