Tradisi-tradisi Etnis Tionghoa di Tangerang

Dari festival hingga tradisi pernikahan

Tangerang, IDN Times - Etnis Tionghoa menjadi salah satu yang mewarnai keberagaman di Tangerang Raya. Generasi pertama etnis ini tiba di kawasan Tangerang melalui Pelabuhan Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang pada abad ke-15.

Dari sana, mereka kemudian menyebar sehingga kini hampir di seluruh wilayah Tangerang Raya terdapat pemukiman etnis Tionghoa. Hal tersebut pun membuat berbagai budaya dan tradisi yang kerap kali menjadi perayaan besar. Ada yang sama dengan etnis Tionghoa di negara Tiongkok, ada pula yang berbeda, apa saja?

Baca Juga: Asyik! Ada Bazar Barang Kebutuhan Murah di Kelurahan Kota Tangerang

1. Festival Kue Bulan

Tradisi-tradisi Etnis Tionghoa di TangerangIDN Times/Dok. JHL Solitaire

Salah satu festival yang masih dilakukan oleh etnis Tionghoa di Tangerang adalah merayakan Festival Kue Bulan atau Mooncake Festival. Festival ini dilaksanakan untuk merayakan mid autumn atau hari pertengahan musim gugur alias panen raya. Hari perayaan ini begitu ramai diperingati setiap tahunnya, bahkan menjadi perayaan terbesar kedua setelah Tahun Baru Imlek.

Masyarakat Tionghoa mendedikasikan acara ini untuk berterima kasih kepada para dewa atas hasil bumi yang diterima. Salah satu tempat yang baru-baru ini melaksanakan Mooncake Festival, yakni Hotel JHL Solitaire, yang berada di kawasan Gading Serpong, Kabupaten Tangerang. 

Untuk merayakan festival tersebut, seluruh restorannya digunakan bertemakan kue bulan tersebut. Mulai dari menu hidangannya hingga santapan kue bulan yang diekspor langsung dari Tiongkok sana, seharga Rp1.680.000.

Bahkan, sajian makan malam dengan tema Mid Auntumn Dinner yang diadakan di Lantai 15, kawasan Sky Ballroom hanya untuk 250 tamu. Pengelola hotel menyediakan dengan harga Rp 18.850.000 untuk 10 pack atau tamu undangan. 

Venny Fransisca Hermawan, selaku CEO JHL Collection mengatakan, pihaknya sengaja menggelar Festival Mooncake di hotel bintang lima itu, untuk membayar kerinduan kehangatan perayaan budaya China, setelah harus terhenti karena pandemik COVID-19.

"Contohnya seperti saya, dua tahun pandemi kemarin Chinese new years, kita stuck di rumah masing-masing. Apalagi saat Chinese new years kemarin ini, saya sekeluarga kena COVID-19, jadi benar-benar harus di rumah tanpa bisa kumpul dengan keluarga," kata Venny, Kamis (15/9/2022).

Sehingga, momen perayaan festival ini, bisa membayar kerinduannya terhadap kemeriahan dan kehangatan festival budaya Cina, dengan segala makna yang ada di dalamnya. Terlebih, Venny juga mengaku, dia bersama para orang tua lain, ingin memperkenalkan budaya kepada anak-anaknya.

Sementara, Linda Muhlis, selaku General Manager JHL Solitaire Gading Serpong mengatakan, pengelola hotel menyediakan dengan harga Rp18.850.000 untuk 10 pack atau tamu undangan. 

"Kita baru pertama kali lagi digelar setelah pandemik mereda, jadi banyak tamu-tamu kami yang ingin merasakan kemeriahan festival ini," ungkap Linda.

Untuk Mid Auntumn sendiri, lanjut Linda, bukan hanya wajib menyediakan kue bulan, tapi juga tidak bisa lepas dari bahan masakan seperti talas, lotus, labu kuning dan juga bebek. Makanya set menu yang disediakan terdiri dari bahan dasar tersebut, dengan berbagai varian masakan khas chinese.

2. Festival Peh Cun

Tradisi-tradisi Etnis Tionghoa di TangerangIDN Times/Dok. Indonesia Kaya

Festival Peh Cun bagi warga peranakan Tionghoa di Indonesia merupakan salah satu peringatan mengenai budaya dan sejarah China. Peh Cun berasal dari Bahasa Hokkian yang dipendekkan dari kata "Pe Leng Cun" atau "Pe Liong Cun" yang memiliki makna mendayung perahu naga.

Oleh karena itu, kebudayaan ini juga disebut sebagai sebuah pertunjukan balap dayung perahu berkepala naga. Peh Cun mulai diperkenalkan sejak 2.300 tahun yang lalu. Biasanya tradisi ini dilaksanakan setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan Imlek.

Di Tangerang sendiri, festival ini diadakan di Sungai Cisadane, tepatnya di kawasan Jalan Benteng Jaya, tepatnya di belakang Robinson, dekat dengan klenteng Boen Tek Bio. Festival ini, biasanya menampilkan perlombaan dayung perahu yang memiliki ornamen kepala naga di depannya, diiringi dengan tabuhan gendang selama lomba berlangsung. 

Dalam festival tersebut, juga diadakan acara memakan bakcang, atau olahan nasi mirip lontong, dengan isian daging. Kegiatan tersebut memiliki makna mengingatkan pentingnya mempererat persaudaraan dan persatuan sesama anak bangsa.

3. Adat pernikahan Cio Tao

Tradisi-tradisi Etnis Tionghoa di TangerangIDN Times/Dok. Inibaru

Masyarakat etnis Tionghoa di wilayah Tangerang masih menggunakan adat untuk pernikahannya. Salah satunya adalah Cio Tao. Adat pernikahan ini merupakan tradisi upacara pernikahan Tionghoa kuno yang berasal dari Hokkian Selatan, tempat asal nenek moyang kaum peranakan di Jawa.

Konon, lelaki tionghoa datang ke Indonesia seorang diri, kemudian menikahi gadis Indonesia. Ini lah awal mula percampuran budaya yang sebut peranakan Cina Benteng. 

Rangkaian acara Cio Tao diawali dengan sembayang kepada leluhur. Orang tua kedua mempelai menyalakan lilin besar sebagai simbol memberi penerangan kepada anak-anaknya. Kemudian kedua mempelai juga sembayang di altar, untuk menghormati leluhur yang telah meninggal. 

Dalam kultur Tionghoa, "Cio Tao" berarti menyisir rambut (bahasa Hokkien). Makanya, dalam perayaan ini, terdapat adegan menyisir rambut, di mana, dalam tradisi Manchu ritual menyisir itu adalah simbolisasi alih masa kanak-kanak menjadi manusia yang seutuhnya dewasa.

 

Baca Juga: Rekomendasi Tempat Wisata Kuliner di Tangerang Raya

Nah, itu dia berbagai tradisi etnis Tionghoa yang biasa digelar di wilayah Tangerang. Ada yang pernah kami kunjungi dan saksikan?

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya