TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Pemerkosa Gadis Difabel Bebas, LBH Apik: Polisi Tak Punya Empati

Kedua tersangka seharusnya tetap diproses hukum

Ilustrasi kasus pencabulan IDN Times/ istimewa

Serang, IDN Times - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (Apik) menilai, kepolisian tidak memiliki rasa keprihatinan dan empati atas nasib yang dialami gadis difabel mental berinisial Y. Pasalnya, dua tersangka pemerkosaan terhadap Y kini malah dibebaskan. 

"Aku prihatin banget, banyak kasus yang terungkap tidak membuat polisi memperbaiki kinerjanya tapi justru malah, banyak kasus yang dihentikan," kata Direktur LBH Apik Siti Mazumah saat dikonfirmasi, Selasa (18/1/2022).

Siti pun menilai polisi tidak memiliki empati dalam kasus yang menimpa Y karena kini korban yang tengah hamil kembali ke rumah salah satu tersangka, yang tak lain adalah pamannya, EJ.

Sang paman dan tersangka lain SN, tetangga korban, kini dibebaskan dengan alasan pencabutan laporan. "Kasus perkosaan merupakan delik murni dan umum, bukan delik aduan sehingga polisi harus tetap memproses hukum perkara tersebut meski perkara dicabut pelapor," kata Siti. 

Baca Juga: 2 Tersangka Perkosaan Gadis Difabel Mental di Serang Dibebaskan

1. Polisi hentikan kasus dengan dalih adanya pencabutan laporan

Ilustrasi kasus pencabulan anak. IDN Times/ istimewa

Sebelumnya, Polres Serang Kota membebaskan EJ (39) dan SN (47) dengan alasan adanya pencabutan laporan. Padahal kedua pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan di Mapolres Serang Kota.

Siti menjelaskan, korban yang kini berusia 22 tahun memiliki keterbatasan mental. Berdasarkan Pasal 286 KUHP berbunyi: barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan isterinya sedang diketahuinya bahwa perempuan itu pingsan atau tidak berdaya, dihukum penjara selama-lamanya 9 tahun.

"Kondisi tidak berdaya termasuk disabilitas," katanya.

2. Karena keterbatasannya, korban rawan dikontrol oleh pelaku dan keluarganya

Ilustrasi pencabulan (Foto: Istimewa)

Kemudian, menurutnya, kondisi korban yang tinggal di rumah istri salah satu pelaku sangat mudah dikontrol dan dikuasai oleh pelaku dan keluarganya sehingga proses hukum menjadi terhambat.

"Harusnya korbannya diselamatkan terlebih dahulu. Apalagi korban tidak ada pendampingan," katanya.

3. Rentan menjadi korban yang berulang

Ilustrasi/Sukma Shakti/IDN Times

Dia menambahkan, gadis difabel mental yang menjadi korban perkosaan, paman dan tetangga itu tengah hamil 6 bulan. Kondisi itu akan menjadikan kerentanan luar biasa terjadi terhadap korban.

"Dengan dia masih tinggal di rumah itu kemungkinan akan jadi korban berulang," katanya.

Baca Juga: Jorok, Sampah Menumpuk di Sungai Cibanten Kota Serang

Berita Terkini Lainnya